Kesantunan Berbahasa Fenomena Pragmatik

di sana, di situ. Terakhir adalah deiksis temporal, yang artinya ungkapan- ungkapan untuk menunjuk waktu. Contoh: sekarang, kemudian, kemarin, besok, nanti malam. Keberhasilan sebuah interaksi antara penutur dan lawan tutur sedikit banyak tergantung pada pemahaman deiksis yang digunakan oleh penutur, karena ketika berkomunikasi seringkali lawan tutur menggunakan kata-kata yang menunjuk baik pada orang, waktu, maupun tempat. Berdasarkan paparan di atas, dapat dipahami bahwa penafsiran deiksis tergantung pada konteks, maksud penutur, dan ungkapan-ungkapan itu mengungkapkan jarak hubungan. Diberikannya ukuran kecil dan rentangan yang sangat luas dari kemungkinan pemakainya, ungkapan-ungkapan deiksis selalu menyampaikan lebih banyak hal daripada yang diucapkan Yule, 2006:26.

2.3.5 Kesantunan Berbahasa

Bahasa merupakan alat untuk menyampaikan maksud dari seseorang kepada orang yang lain. Penggunaan bahasa yang santun sudah sepantasnya diterapkan ketika seseorang melakukan komunikasi. Bahasa juga merupakan cermin kepribadian seseorang. Melalui bahasa yang diungkapkan, baik verbal maupun nonverbal akan terlihat bagaimana kepribadian seseorang yang sesungguhnya. Pranowo 2009:3 menjelaskan bahasa verbal adalah bahasa yang diungkapkan dengan kata-kata dalam bentuk ujaran atau tulisan, sedangkan bahasa nonverbal adalah bahasa yang diungkapkan dalam bentuk mimik, gerak gerik tubuh, sikap atau perilaku. Selain penggunaan bahasa yang berupa kata-kata atau ujaran, terdapat pula bahasa nonverbal berupa mimik, gerak gerik tubuh, sikap atau perilaku yang mendukung pengungkapan kepribadian seseorang. Ketika berkomunikasi, selain menggunakan bahasa yang baik dan benar, perlu diterapkan juga kesantunan dalam setiap tindak bahasa. Struktur bahasa yang santun adalah struktur bahasa yang disusun oleh penuturpenulis agar tidak menyinggung perasaan pendengar atau pembaca Pranowo, 2009:4. Pada kenyataannya, penggunaan bahasa santun belum banyak diterapkan dalam komunikasi sehari-hari. Ada beberapa alasan yang mendasari hal tersebut, antara lain a tidak semua orang memahami kaidah kesantunan, b ada yang memahami kaidah tetapi tidak mahir menggunakan kaidah kesantunan, c ada yang mahir menggunakan kaidah kesantunan dalam berbahasa, tetapi tidak mengetahui bahwa yang digunakan adalah kaidah kesantunan, dan d tidak memahami kaidah kesantunan dan tidak mahir berbahasa secara santun Pranowo, 2009:51. Pranowo 2009:76-79 juga menjelaskan adanya dua aspek penentu kesantunan, yaitu aspek kebahasaan dan aspek nonkebahasaan. Aspek kebahasaan meliputi aspek intonasi keras lembutnya intonasi ketika seseorang berbicara, aspek nada bicara berkaitan dengan suasana emosi penutur: nada resmi, nada bercanda atau bergurau, nada mengejek, nada menyindir, faktor pilihan kata, dan faktor struktur kalimat, sedangkan aspek nonkebahasaan berupa pranata sosial budaya masyarakat misalnya aturan anak kecil yang harus selalu hormat kepada orang yang lebih tua, pranata adat seperti jarak bicara antara penutur dengan mitra tutur.

2.3.6 Ketidaksantunan Berbahasa