Tuturan D5 disampaikan dengan tujuan mengungkapkan kekesalannya karena mitra tutur tidak dapat membaca. Tindak verbal yang terjadi: ekspresif.
Tindak perlokusi dari tuturan tersebut yaitu mitra tutur kesal dan malu kemudian pergi tidur. Berbeda dengan tuturan D8 yang dituturkan dengan tujuan
menyadarkan mitra tutur agar tidak menambah jumlah anak lagi. Tindak verbal yang terjadi: ekspresif. Tindak perlokusi dari tuturan tersebut adalah mitra tutur
tersenyum malu kemudian memberikan jawaban untuk membela diri. Lebih lanjut lagi pembahasan mengenai maksud ketidaksantunan.
Maksud dari tuturan adalah milik penutur. Ketika dikonfirmasi kembali, penutur pada tuturan D5 menyampaikan tuturannya dengan maksud mengungkapkan
kekesalannya terhadap ketidakmampuan mitra tutur, sedangkan tuturan D8 disampaikan dengan maksud memrotes mitra tutur yang telah memiliki anak
dengan jumlah banyak. Namun, protes itu disampaikan secara langsung dan menohok sehingga menjadi tidak santun. Hal itu sejalan dengan penjelasan
Pranowo 2009:68 bahwa komunikasi menjadi tidak santun ketika penutur menyampaikan kritiknya secara langsung kepada mitra tuturnya.
4.3.4.4 Subkategori Menegaskan
Menegaskan adalah cara penutur dalam menerangkan, menjelaskan, atau mengatakan dengan tegas tentang suatu hal kepada mitra tuturnya. Tuturan D12
termasuk dalam subkategori menegaskan. Hal itu dapat dilihat pada pembahasan berikut.
Nek sing niki gembeng. D12
Konteks tuturan: penutur sedang berbincang dengan MT1 di ruang tamu rumah penutur Rabu, 1 Mei 2013, sekitar pukul 14.27
–15.06 WIB. Terdapat pula MT 2 di tempat tersebut. Penutur menceritakan kebiasaan
MT 2 kepada MT 1. Penutur menggunakan kata ‘gembeng’ yang artinya orang yang mudah menangis
Pada tuturan tersebut, penutur berusaha memberi penegasan kepada MT1 sebagai seorang tamu perihal sifat pemalu yang dimiliki oleh MT2. Penutur
berbicara dengan lugas langsung di hadapan tamu yang datang. Penutur juga berbicara sembari melirik ke arah mitra tuturnya. Cara penutur yang demikian
mengarah pada perilaku berbahasa yang menghilangkan muka. Pembahasan lebih lanjut tentang penanda ketidaksantunan linguistik dan
pragmatik. Tuturan D12 ini berintonasi berita. Kalimat berita deklaratif ditandai dengan pola intonasi datar-turun Muslich, 2008:115-116. Selain itu, tuturan
D12 terdengar berpola datar-turun. Tuturan itu disampaikan dengan tekanan lunak, yaitu pada kata gembeng yang artinya mudah menangis. Bagian itulah yang
dipentingkan oleh penutur ketika menegaskan sesuatu. Penutur juga berbicara dengan nada sedang. Meskipun penutur berbicara dengan intonasi berita yang
cenderung berpola intonasi datar-turun, disertai nada sedang, tuturan penutur dianggap tidak santun ketika tekanan gembeng pada kenyataannya mengakibatkan
mitra tutur merasa kehilangan muka di hadapan tamu yang datang. Lebih lanjut lagi mengenai diksi dan kata fatis. Pada tuturan D12
ditemukan penggunaan bahasa nonstandar yang ditandai dengan adanya pemakaian bahasa Jawa. Namun, tidak ditemukan penggunaan kata fatis dalam
tuturan ini.
Setelah penanda ketidaksantunan linguistik, berikut adalah pembahasan tentang penanda ketidaksantunan pragmatik yang dilihat berdasarkan konteks
tuturan itu sendiri. Partisipan pada tuturan D12 adalah penutur, MT1, dan MT2 perempuan. Penutur berusia 53 tahun, MT1 adalah tamu, dan MT2 berusia 4
tahun. Penutur adalah nenek dari MT2. Hubungan antara nenek dengan cucunya sangatlah dekat, karena sehari-hari si cucu memang tinggal bersama neneknya.
Kedekatan inilah yang memunculkan bentuk-bentuk kebahasaan yang kurang santun.
Aspek berikutnya adalah konteks dalam tuturan itu sendiri. Tuturan terjadi ketika penutur sedang berbincang dengan MT1 di ruang tamu rumah
penutur Rabu, 1 Mei 2013, sekitar pukul 14.27 –15.06 WIB. Terdapat pula MT2
di tempat tersebut. Penutur menceritakan kebiasaan MT2 kepada MT1. Penutur menggunakan kata ‘gembeng’ yang artinya orang yang mudah menangis. Dalam
konteks ini, penutur dianggap tidak santun karena secara langsung menceritakan sifat pemalu mitra tutur di hadapan tamu yang datang. Hal itu dapat saja membuat
mitra tutur tidak berkenan. Tujuan dari penutur adalah sekadar menceritakan sikap pemalu MT2. Tindak verbal dalam tuturan tersebut adalah representatif, yang
berarti pernyataan yang diyakini penutur, kasus atau bukan berupa suatu fakta, penegasan, kesimpulan, dan pendeskripsian. Berdasarkan tindak verbal ini,
tuturan D12 termasuk dalam subkategori menegaskan. Tuturan yang menghilangkan muka itu dapat dibuktikan dengan tindak perlokusi dalam tuturan
yakni MT2 menunduk malu sambil terus ‘menggelendot’ manja di samping
penutur. Pembahasan berikutnya mengenai maksud ketidaksantunan penutur.
Untuk mengetahui maksud, dilakukan konfirmasi kepada penutur. Meskipun termasuk dalam subkategori menegaskan, maksud dari tuturan penutur sebenarnya
adalah ingin menakut-nakuti mitra tuturnya agar dapat menrubah sifatnya yang pemalu.
4.3.5 Kategori Ketidaksantunan Menimbulkan Konflik