Teori ketidaksantunan berbahasa dalam pandangan Locher

terganggu. Penutur sendiri tidak menyadari bahwa tuturannya mengancam mitra tutur. Akibatnya, mitra tutur ibu menjawab dengan nada sinis dan kurang bersahabat. Dari percakapan di atas dapat diketahui bahwa mitra tutur menanggapi perkataan penutur dengan rasa kesal. Hal tersebut dapat dilihat dari tuturan mitra tutur sebagai berikut. Bapak ni apa to nggak usah senggal senggol, kurang kerjaan aja. Berdasarkan ilustrasi yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa teori ketidaksantunan berbahasa dalam pandangan Terkourafi 2008 menitikberatkan pada bentuk penggunaan tuturan yang tidak santun oleh penutur yang memiliki maksud untuk mengancam muka sepihak mitra tuturnya tetapi di sisi lain penutur tidak menyadari bahwa perkataannya menyinggung mitra tutur.

2.4.3 Teori ketidaksantunan berbahasa dalam pandangan Locher

Menurut pandangan Miriam A Locher 2008:3, ketidaksantunan dalam berbahasa dapat dipahami sebagai berikut ‘impoliteness behaviour that is face- aggravating in a particular context.’ Pandangan Locher dapat diartikan bahwa ketidaksantunan berbahasa adalah perilaku yang memperburuk ‘muka’ pada konteks tertentu. Ketidaksantunan itu menunjuk pada perilaku ‘melecehkan’ muka face-aggravate. Pemahaman lain yang berkaitan dengan definisi Locher terhadap ketidaksantunan berbahasa ini adalah bahwa tindakan tersebut sesungguhnya bukanlah sekadar perilaku ‘melecehkan muka’, melainkan perilaku yang ‘memain- mainkan muka’. Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa ketidaksantunan berbahasa dalam pandangan Miriam A. Locher adalah sebagai tindak berbahasa yang melecehkan dan memain-mainkan muka pada konteks tertentu sebagaimana yang dilambangkan dengan kata ‘aggravate’ itu. Konsep tentang ketidaksantunan berbahasa tersebut dapat diilustrasikan dengan situasi seperti berikut. Situasi: Pada sore hari di sebuah keluarga terjadi percakapan antara adik dengan kakak. Adik mengomentari baju kakak sembari berkata demikian: Wujud tuturan: Adik : “Mbak, itu baju apa saringan tahu?” Kakak : “Pancen modele kayak gini.” Adik : “Model sih boleh ya, tapi nggak setipis saringan tahu juga kalik Mbak”. Berdasarkan percakapan tersebut dapat dilihat bahwa penutur adik bermaksud mengejek mitra tutur kakak dengan berkata bahwa baju yang dikenakan kakak terlalu tipis seperti saringan tahu. Tuturan adik menandakan bahwa terdapat tuturan tidak santun yang terjadi dalam komunikasi kebahasaan tersebut. Meskipun maksud penutur hanya mengajak mitra tutur bergurau, seharusnya tuturan tersebut tidak diucapkan karena dapat menyinggung perasaan mitra tutur. Ilustrasi di atas semakin menjelaskan teori ketidaksantunan berbahasa dalam pandangan Locher 2008 yang menitikberatkan pada bentuk-bentuk penggunaan tuturan tidak santun dengan maksud untuk melecehkan muka atau menghina mitra tutur.

2.4.4 Teori ketidaksantunan berbahasa dalam pandangan Culpeper