Berdasarkan ilustrasi di atas, dapat dipahami bahwa Renno merasa kehilangan muka akibat tuturan yang diucapkan oleh ayah dan kakaknya, yaitu
Raffa. Tuturan yang disampaikan ayah adalah lihat nih, dari dulu selalu dapet nilai kurang dari 7. Renno merasa semakin kehilangan muka ketika kakaknya,
Raffa menyampaikan tuturan seperti berikut makanya kalo sekolah tu belajar yang bener. Jangan cuma tidur di kelas doang dibanggain. Ayah dan Raffa
menyampaikan tuturan tersebut dengan maksud mempermalukan Renno di depan anggota keluarga yang lain. Meskipun disampaikan dengan maksud mengajak
bercanda, akan menjadi sangat fatal ketika tuturan tersebut disampaikan tidak pada konteks situasi yang tepat.
Dari pengertian dan ilustrasi di atas, dapat disimpulkan bahwa teori ketidaksantunan berbahasa menurut pandangan Culpeper ini menekankan bentuk
penggunaan tuturan yang disampaikan oleh penutur dengan maksud untuk mempermalukan mitra tutur.
2.4.5 Teori ketidaksantunan berbahasa dalam pandangan Bousfield
Bousfield 2008:3 mengemukakan bahwa ketidaksantunan berbahasa dipahami sebagai,
‘...the issuing of intentionally gratuitous and conflictive face- threatening acts FTAs that are purposefully perfomed.’ Bousfield memberikan
penekanan pada dimensi ‘kesembronoan’ dan konfliktif conflictive dalam
praktik berbahasa yang tidak santun. Jadi, apabila perilaku berbahasa seseorang itu mengancam muka, dan ancaman terhadap muka itu dilakukan secara sembrono
gratuitous, hingga akhirnya tindakan berkategori sembrono demikian itu mendatangkan konflik, atau bahkan pertengkaran, dan tindakan tersebut dilakukan
dengan kesengajaan purposeful, maka tindakan berbahasa itu merupakan realitas ketidaksantunan. Pengertian tentang teori ketidaksantunan berbahasa dalam
pandangan Bousfield dapat diilustrasikan dengan situasi berikut.
Situasi:
Ruang tamu adalah bagian dari rumah yang biasanya dipakai sebagai tempat untuk menerima tamu. Pada suatu hari, ayah dan ibu sedang menerima
tamu dan melakukan percakapan di ruang tamu, sedangkan adik terdengar gaduh ketika bermain play station di ruang keluarga. Ayah menghampiri adik dan
bermaksud menegurnya.
Wujud tuturan:
Ayah : “Dik, main game-nya nggak usah teriak-teriak kayak gitu,
berisik. Ayah nggak enak, lagi ada tamu. ”
Adik :
“Ah, biarin aja yah. Aku kan nggak kenal sama mereka. Terserah aku dong mau berisik apa enggak
.” Percakapan antara ayah dengan adik di atas menandakan adanya bentuk
ketidaksantunan dalam berbahasa. Mitra tutur ayah bermaksud memperingatkan penutur adik agar tidak berisik dan tidak gaduh karena mitra tutur sedang
menerima tamu. Akan tetapi, penutur justru menjawab teguran mitra tutur sekenanya bahkan terkesan sembrono dan tidak serius dalam menanggapi mitra
tutur. Keadaan demikian akan menimbulkan konflik di antara keduanya apabila mitra tutur menanggapi tuturan penutur dengan serius.
Berdasarkan ilustrasi di atas, dapat disimpulkan bahwa teori ketidaksantunan berbahasa menurut Bousfield 2008 menekankan bentuk
penggunaan tuturan yang tidak santun dengan maksud selain melecehkan dan
menghina mitra tutur dengan tanggapan sekenanya secara sengaja dapat menimbulkan konflik di antara penutur dan mitra tutur.
2.5 Konteks