2.4.4 Teori ketidaksantunan berbahasa dalam pandangan Culpeper
Pemahaman Culpeper 2008:3 tentang ketidaksantunan berbahasa adalah,
‘Impoliteness, as I would define it, involves communicate behavior intending to cause the “face loss” of a target or perceived by the target to be so.’
Culpeper memberikan penekanan pada fakta ‘face loss’ atau ‘kehilangan muka’,
jika dalam bahasa Jawa mungkin konsep itu sejalan dengan konsep ‘kelangan rai’
kehilangan muka. Sebuah tuturan akan dianggap sebagai tuturan yang tidak santun jika tuturan itu menjadikan muka seseorang hilang. Jadi, ketidaksantunan
impoliteness dalam berbahasa merupakan perilaku komunikatif yang diperantikan secara intensional untuk membuat orang benar-benar kehilangan
muka face loss, atau setidaknya orang tersebut ‘merasa’ kehilangan muka.
Konsep tentang teori ketidaksantunan berbahasa menurut pandangan Culpeper dapat diilustrasikan dengan situasi berikut.
Situasi:
Siang ini dilaksanakan pembagian rapor di sekolah adik. Usai mengambil rapor, adik dan ibu kembali ke rumah. Sesampainya di rumah, seluruh anggota
keluarga berkumpul dan berbincang-bincang di serambi depan. Terjadi percakapan di antara mereka.
Wujud tuturan:
Ayah : “Waahh, kamu hebat dik” sambil membuka rapor
Renno : “Kenapa Yah?”
Ayah : “Lihat nih, dari dulu selalu dapat nilai kurang dari 7.”dengan nada
mengejek Renno
: “Ahh, ayah tu mujinya kelewatan.” tersenyum kesal Raffa
: “Makanya kalo sekolah tu belajar yang bener. Jangan cuma tidur di kelas doang dibanggain.”
Semua anggota keluarga tertawa.
Berdasarkan ilustrasi di atas, dapat dipahami bahwa Renno merasa kehilangan muka akibat tuturan yang diucapkan oleh ayah dan kakaknya, yaitu
Raffa. Tuturan yang disampaikan ayah adalah lihat nih, dari dulu selalu dapet nilai kurang dari 7. Renno merasa semakin kehilangan muka ketika kakaknya,
Raffa menyampaikan tuturan seperti berikut makanya kalo sekolah tu belajar yang bener. Jangan cuma tidur di kelas doang dibanggain. Ayah dan Raffa
menyampaikan tuturan tersebut dengan maksud mempermalukan Renno di depan anggota keluarga yang lain. Meskipun disampaikan dengan maksud mengajak
bercanda, akan menjadi sangat fatal ketika tuturan tersebut disampaikan tidak pada konteks situasi yang tepat.
Dari pengertian dan ilustrasi di atas, dapat disimpulkan bahwa teori ketidaksantunan berbahasa menurut pandangan Culpeper ini menekankan bentuk
penggunaan tuturan yang disampaikan oleh penutur dengan maksud untuk mempermalukan mitra tutur.
2.4.5 Teori ketidaksantunan berbahasa dalam pandangan Bousfield