subkategori memerintah. Namun, ditegaskan kembali bahwa subkategori tidak menentukan tingkat kesantunan sebuah tuturan. Santun atau tidaknya tuturan
dapat dilihat dari tuturan itu sendiri beserta konteks yang melingkupinya. Setelah dikonfirmasi kembali, tuturan B5 menyiratkan maksud adanya
perintah untuk memberikan telepon genggam kepada penutur. Namun, perintah tersebut disampaikan dengan cara yang kurang tepat sehingga mengakibatkan
mitra tutur merasa terganggu. Begitu juga dengan tuturan B7 yang menyiratkan maksud adanya permintaan bantuan kepada mitra tuturnya.
4.3.2.4 Subkategori Kecewa
Kecewa merupakan sebuah ungkapan atas perasaan kecil hati, tidak puas, atau tidak senang yang dirasakan penutur terhadap sesuatu. Berikut adalah tuturan
yang menjadi wujud ketidaksantunan linguistik dalam subkategori kecewa.
Sesok meneh ojo nyayur ngene iki, Mak B6 Konteks tuturan: penutur hendak mengambil makan sembari mencicipi
masakan mitra tutur di ruang makan. Penutur kurang menyukai masakan mitra tutur, kemudian mengomentarinya dengan ketus
Seorang penutur tentu memiliki cara tersendiri ketika menyampaikan tuturannya. Pada tuturan B6, penutur menyampaikan tuturannya kepada orang
yang lebih tua dengan ketus, bahkan disampaikan sembari berdiri. Hal itu dilakukan karena penutur kecewa dengan masakan mitra tutur yang kurang sesuai
dengan seleranya. Cara penutur yang demikian mengakibatkan tuturan menjadi tidak santun, karena penutur mengungkapkan kekecewaan dan kritiknya secara
langsung sehingga mengakibatkan mitra tuturnya tersinggung.
Pembahasan berikutnya mengenai penanda ketidaksantunan linguistik. Tuturan B6 disampaikan menggunakan intonasi perintah dengan nada tinggi yang
disertai penekanan keras pada frasa ojo nyayur. Ketidaksantunan pada tuturan itu terlihat ketika penutur mengungkapkan kecewanya akibat masakan mitra tutur
yang kurang sesuai dengan selera. Kekecewaan yang disampaikan terdengar sebagai bentuk perintah dengan nada tinggi. Penutur juga kurang memperhatikan
pilihan kata yang digunakan dalam menyampaikan tuturan. Pranowo, 2009:104 menjelaskan bahwa pemakaian kata-kata tertentu sebagai pilihan kata dapat
mencerminkan rasa santun, misalnya kata maaf untuk tuturan yang diperkirakan dapat menyinggung perasaan orang lain. Begitu juga dengan tuturan B6,
seharusnya penutur menggunakan kata maaf ketika menyampaikan tuturannya, sehingga mitra tutur tidak merasa tersinggung. Lebih lanjut lagi mengenai unsur
segmental dalam sebuah kalimat yang meliputi diksi dan kata fatis. Tuturan B6 menggunakan bahasa nonstandar yang ditandai dengan pemakaian bahasa Jawa.
Namun, tidak ditemukan pemakaian kata fatis dalam tuturan tersebut. Lebih lanjut lagi dalam penanda ketidaksantunan pragmatik yang dilihat
berdasarkan konteks yang melingkupi tuturan tersebut. Pada tuturan B6, penutur laki-laki berusia 21 tahun dan mitra tutur perempuan berusia 50 tahun. Penutur
adalah anak dari mitra tutur. Konteks dalam tuturan tersebut terjadi ketika penutur hendak mengambil makan sembari mencicipi masakan mitra tutur di ruang
makan. Penutur
kurang menyukai
masakan mitra
tutur, kemudian
mengomentarinya dengan ketus. Tujuan penutur adalah mengungkapkan kekecewaannya terhadap rasa masakan mitra tutur. Dengan melihat tujuan
penutur, tuturan B6 termasuk dalam subkategori kecewa. Tindak verbal dalam tuturan adalah tindak verbal ekspresif, sedangkan tindak perlokusi yang terjadi
yaitu mitra tutur tersinggung kemudian menjawab perkataan penutur sembari meninggalkan penutur di ruang makan.
Setiap tuturan tidak santun, mengandung maksud tertentu yang ingin disampaikan kepada mitra tuturnya. Maksud adalah milik penutur, sehingga
terlebih dahulu dilakukan konfirmasi kembali kepada penutur. Tuturan B6 menyiratkan maksud penutur untuk memberi saran kepada mitra tuturnya.
Namun, pemberian saran tersebut disampaikan dengan tuturan dan cara yang kurang santun, sehingga mengakibatkan mitra tutur tidak berkenan.
4.3.2.5 Subkategori Menanyakan