alasan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan publik, maupun daya saing daerah. Alasan tersebut menjadi senjata yang sangat
ampuh untuk membentuk daerah baru tanpa mempertimbangkan aspek lain, seperti keadaan sosial-budaya masyarakat, keharmonisan hubungan
pemerintahan, maupun kemampuan daerah, baik dari segi sumberdaya manusia, sumberdaya keuangan, maupun sumberdaya alamnya.
8. Pengaturan Pemekaran Daerah dalam Peraturan Perundang-
undangan
Berbicara tentang pengaturan pemekaran daerah, sebenarnya tidak ada peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur hal
tersebut. Pembentukan daerah baru dapat ditafsirkan dari bunyi Pasal 18 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 UUD 1945 hasil perubahan kedua
pada tanggal 18 Agustus 2000
262
yang menyatakan bahwa “Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah
provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur
dengan undang-undang”. Dari bunyi pasal tersebut dapat diasumsikan bahwa wilayah Indonesia dibagi baik ke dalam provinsi yang sudah ada atau
dapat dibagi lagi ke dalam provinsi yang baru melalui pemekaran. Demikian pula untuk provinsi dapat dibagi ke dalam kabupaten dan kota yang sudah
ada maupun dibagi lagi ke dalam kabupaten dan kota yang baru. Berkaitan dengan hal itu, penjabarannya akan diatur lebih lanjut dengan undang-
undang. Namun demikian, secara faktual pada saat itu sudah terdapat
undang-undang yang mengatur tentang hal tersebut, yaitu Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah. Dengan demikian,
sekalipun ketentuan UUD 1945 menyebutkan “akan” diatur lebih lanjut dengan undang-undang, pada kenyataannya masalah tersebut “sudah”
262
Sekretariat Jenderal Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Jakarta, 2009, hlm. 31.
diatur dengan undang-undang yang ada. Bahkan sebenarnya, rumusan Pasal 18 ayat 1 UUD 1945 adalah hasil adopsi rumusan Pasal 2 ayat 1
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999. Pasal tersebut berbunyi “Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi dalam Daerah Propinsi, Daerah
Kabupaten, dan Daerah Kota yang bersifat otonom”. Apabila dilihat rumusannya, sebenarnya rumusan Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor
22 Tahun 1999 lebih baik daripada rumusan Pasal 18 ayat 1 UUD 1945. Berkaitan dengan pemekaran daerah, hal itu diatur dalam Pasal 6
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang berbunyi:
1
Daerah yang tidak mampu menyelenggarakan Otonomi Daerah dapat dihapus dan atau digabung dengan Daerah lain.
2
Daerah dapat dimekarkan menjadi lebih dari satu Daerah.
3
Kriteria tentang penghapusan, penggabungan, dan pemekaran Daerah, sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2,
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
4
Penghapusan, penggabungan dan pemekaran Daerah, sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2, ditetapkan dengan Undang-
undang. Dari bunyi pasal di atas, pemekaran daerah sangat dimungkinkan
bahkan ketentuannya terkesan sangat longgar, sehingga tidak ada pembatasan sampai berapa tahap pemekaran itu dapat dilakukan dan
sampai berapa jumlah provinsi, kabupaten, dan kota yang harus ada di Indonesia. Kenyataan itu juga turut dipermudah dengan proses dan
mekanisme pemekaran yang sangat mudah seperti yang dapat dilihat dalam penjelasan Pasal 115 ayat 1 yang berkaitan dengan tugas Dewan
Pertimbangan Otonomi Daerah. Adapun mekanisme pembentukan, penghapusan, penggabungan, danatau pemekaran daerah dijelaskan
sebagai berikut:
a.
Daerah yang akan dibentuk, dihapus, digabung, danatau dimekarkan diusulkan oleh Kepala Daerah dengan persetujuan DPRD kepada
Pemerintah;
b.
Pemerintah menugaskan Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah
untuk melakukan penelitian dengan memperhatikan kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial-budaya, sosial-politik, jumlah
penduduk, luas daerah, dan pertimbangan lain;
c.
Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah menyampaikan pertimbangan untuk penyusunan rancangan undang-undang yang mengatur
pembentukan, penghapusan, penggabungan, danatau pemekaran Daerah Otonom.
Sebagai pelaksanaan lebih lanjut perintah Pasal 6 ayat 3 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, Pemerintah mengeluarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 129 Tahun 2000 tentang Persyaratan, Pembentukan, dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan, dan
Penggabungan Daerah. Dalam BAB IV tentang Kriteria Pemekaran, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah, terutama dalam Pasal 13
ayat 1 disebutkan bahwa pemekaran daerah dapat dilakukan berdasarkan kriteria sebagai berikut:
a. kemampuan ekonomi; b. potensi daerah;
c. sosial budaya; d. sosial politik;
e. jumlah penduduk; f. luas
daerah; g. pertimbangan lain yang memungkinkan terselenggaranya Otonomi
Daerah. Selanjutnya, berkaitan dengan prosedur pemekaran daerah
dianggap sama dengan prosedur pembentukan daerah, yaitu: a. ada kemauan politik dari Pemerintah Daerah dan masyarakat yang
bersangkutan; b. pembentukan Daerah harus didukung oleh penelitian awal yang
dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah; c. usul pembentukan Propinsi disampaikan kepada Pemerintah cq
Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah dengan dilampirkan hasil penelitian Daerah dan persetujuan DPRD Propinsi dan DPRD
KabupatenKota yang berada dalam wilayah Propinsi dimaksud, yang dituangkan dalam Keputusan DPRD;
d. usul pembentukan KabupatenKota disampaikan kepada Pemerintah cq Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah melalui Gubernur
dengan dilampirkan hasil penelitian Daerah dan persetujuan DPRD KabupatenKota serta persetujuan DPRD Propinsi, yang dituangkan
dalam Keputusan DPRD;
e. dengan memperhatikan usulan Gubernur, Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah memproses lebih lanjut dan dapat menugaskan Tim
untuk melakukan observasi ke Daerah yang hasilnya menjadi bahan rekomendasi kepada Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah;
f. berdasarkan rekomendasi pada huruf e, Ketua Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah meminta tanggapan para anggota Dewan
Pertimbangan Otonomi Daerah dan dapat menugaskan Tim Teknis Sekretariat Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah ke Daerah untuk
melakukan penelitian lebih lanjut;
g. para anggota Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah memberikan saran dan pendapat secara tertulis kepada Ketua Dewan
Pertimbangan Otonomi Daerah; h. berdasarkan saran dan pendapat Dewan Pertimbangan Otonomi
Daerah, usul pembentukan suatu daerah diputuskan dalam rapat anggota Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah;
i. apabila berdasarkan hasil keputusan rapat anggota Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah menyetujui usul pembentukan Daerah,
Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah selaku Ketua Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah mengajukan usul pembentukan
Daerah tersebut beserta Rancangan Undang-undang Pembentukan Daerah kepada Presiden;
j. apabila Presiden menyetujui usul dimaksud, Rancangan Undang- undang pembentukan Daerah disampaikan kepada DPR-RI untuk
mendapat persetujuan.
Selanjutnya, peraturan pemerintah yang berkaitan dengan persyaratan, pembentukan, dan kriteria pemekaran, penghapusan, dan
penggabungan daerah diganti seiring dengan digantinya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
Tentang Pemerintahan Daerah. Sama halnya dengan undang-undang sebelumnya, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 juga masih membuka
peluang terjadinya pemekaran daerah. Hal itu dapat dilihat dari bunyi Pasal 2 ayat 1 yang berbunyi ”Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas
daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota yang masing-masing mempunyai pemerintahan daerah”. Oleh karena
itu, tidak mengherankan sampai saat ini proses pemekaran daerah masih
dilakukan dan terus berlangsung karena memang undang-undangnya membuka peluang untuk itu.
Pengaturan tentang pembentukan daerah dan pemekaran daerah diatur dalam Pasal 4, Pasal 6, dan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 yang berbunyi sebagai berikut: Pasal 4
1 Pembentukan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat
1 ditetapkan dengan undang-undang, 2
Undang-undang pembentukan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat 1 antara lain mencakup nama, cakupan wilayah, batas,
ibukota, kewenangan menyelenggarakan urusan pemerintahan, penunjukan penjabat kepala daerah, pengisian keanggotaan DPRD,
pengalihan kepegawaian, pendanaan, peralatan, dan dokumen, serta perangkat daerah.
3 Pembentukan daerah dapat berupa penggabungan beberapa
daerah atau bagian daerah yang bersandingan atau pemekaran dari satu daerah menjadi dua daerah atau lebih.
4 Pemekaran dari satu daerah menjadi 2 dua daerah atau lebih
sebagaimana dimaksud pada ayat 3 dapat dilakukan setelah mencapai batas minimal usia penyelenggaraan pemerintahan.
Pasal 5
1 Pembentukan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 harus
memenuhi syarat administratif, teknis, dan fisik kewilayahan. 2
Syarat administratif sebagaimana dimaksud pada ayat 1 untuk provinsi, meliputi adanya persetujuan DPRD kabupatenkota dan
BupatiWalikota yang akan menjadi cakupan wilayah provinsi, persetujuan DPRD provinsi induk dan Gubernur, serta rekomendasi
Menteri Dalam Negeri.
3 Syarat administratif sebagaimana dimaksud pada ayat 1 untuk
kabupatenkota meliputi adanya persetujuan DPRD kabupatenkota dan BupatiWalikota yang bersangkutan, persetujuan DPRD provinsi
dan Gubernur serta rekomendasi Menteri Dalam Negeri.
4 Syarat teknis sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputi faktor
yang menjadi dasar pembentukan daerah yang mencakup faktor kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik,
kependudukan, luas daerah, pertahanan, keamanan, dan faktor lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah.
5 Syarat fisik sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputi paling
sedikit 5 lima kabupatenkota untuk pembentukan provinsi dan paling sedikit 5 lima kecamatan untuk pembentukan kabupaten,
dan 4 empat kecamatan untuk pembentukan kota, lokasi calon ibukota, sarana, dan prasarana pemerintahan.
Pasal 6 1 Daerah dapat dihapus dan digabung dengan daerah lain apabila
daerah yang bersangkutan tidak mampu menyelenggarakan otonomi daerah.
2 Penghapusan dan penggabungan daerah otonom dilakukan setelah melalui proses evaluasi terhadap penyelenggaraan pemerintahan
daerah. 3 Pedoman evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat 2 diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
Pasal 6 U No. 32 Tahun 2004 menentukan bahwa penghapusan dan penggabungan daerah otonom, dilakukan setelah melalui proses evaluasi,
terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah. Kepala Daerah berkewajiban untuk memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan
daerah kepada Pemerintah pusat. Laporan tersebut disampaikan kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri untuk Gubernur, dan kepada Menteri
Dalam Negari melalui Gubernur untuk BupatiWalikota dalam satu tahun. Selanjutnya laporan dimaksud digunakan pemerintah sebagai dasar
melakukan evaluasi penyelenggaraan pemerintahan daerah Pasal 27 Ayat 2 dan 3 UU 32 Tahun 2004.
Sementara itu dalam Pasal 7 Ayat 1 ditentukan bahwa penghapusan dan penggabungan daerah beserta akibatnya ditetapkan dengan undang-
undang. Sehubungan dengan itu, dalam pembentukan dan pememkaran serta penggabungan daerah terkait juga peran dari Dewan Perwakilan
Daerah DPD meskipun sangat terbatas, yaitu DPD dapat menngajukan kepada DPR rancangan undang-undang RUU tentang hal dimaksud,
sedangkan mengenai perubahan batas suatu daerah, perubahan nama daerah, pemberian nama, serta perubahannya atau pemindahan ibu kota
ditetapkan dengan PP, atas usul dan persetujuan daerah yang bersangkutan Ayat 2 dan 3.
Tata cara pembentukan penghapusan dan penggabungan daerah, diatur dengan PP Pasal 8. Dalam ketentuan Pasal 8 tidak ditegaskan
bagaimana dengan pemekaran dan perluasan daerah, sebab apabila merujuk pada Pasal 4 Ayat 3 dikatakan pembentukan daerah dapat berupa:
a. Penggabungan beberapa daerah atau bagian daerah yang bersandingan; b. Pemekaran dari satu daerah menjadi dua daerah atau lebih;
c. Pada ketentuan ini tidak ditegaskan bagaimana dengan perluasan daerah.
Selanjutnya, ketentuan tentang tata cara pembentukan, penghapusan, dan penggabungan daerah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6 diatur dengan Peraturan Pemerintah. Adapun peraturan pemerintah yang dimaksud adalah Peraturan
Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 Tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah. Berkaitan dengan pemekaran
daerah menurut Peraturan Pemerintah tersebut sebenarnya hampir sama sebagaimana diatur dalam Pasal 2, yaitu:
1 Pembentukan daerah dapat berupa penggabungan beberapa daerah atau bagian daerah yang bersandingan atau pemekaran dari
satu daerah menjadi dua daerah atau lebih. 2 Pembentukan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat 1, dapat
berupa pembentukan daerah provinsi atau daerah kabupatenkota. 3 Pembentukan daerah provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat 2
dapat berupa: a. Pemekaran dari 1 satu provinsi menjadi 2 dua provinsi atau
lebih; b. Penggabungan beberapa kabupatenkota yang bersanding pada
wilayah provinsi yang berbeda; c. Penggabungan beberapa provinsi menjadi 1 satu provinsi.
4 Pembentukan daerah kabupatenkota sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dapat berupa:
a. Pemekaran dari 1 satu kabupatenkota menjadi 2 dua
kabupatenkota atau lebih; b.
Penggabungan beberapa kecamatan yang bersanding pada wilayah kabupatenkota yang berbeda;
c. Penggabungan beberapa kabupatenkota menjadi 1 satu
kabupatenkota.
Salah satu perbedaan penting antara kedua peraturan pemerintah tersebut adalah dalam Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 diatur
tentang batas waktu minimal suatu daerah dapat dimekarkan lagi setelah dimekarkan. Hal ini sangat penting agar suatu daerah dapat menjalankan
roda pemerintahan sebagai daerah yang baru dibentuk. Selengkapnya Pasal 3 berbunyi “Daerah yang dibentuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
ayat 3 huruf a dan ayat 4 huruf a dapat dimekarkan setelah mencapai batas minimal usia penyelenggaraan pemerintahan 10 sepuluh tahun bagi
provinsi dan 7 tujuh tahun bagi kabupatenkota. Hal ini adalah suatu kemajuan dibandingkan dengan peraturan pemerintah sebelumnya.
Namun demikian, kedua peraturan perundang-undangan di atas memiliki kesamaan di mana keduanya sangat membuka peluang terjadinya
pemekaran daerah baru. Sebagai akibat dari mudahnya prosedur pemekaran daerah seperti yang dijelaskan di atas, sampai dengan sekarang 2009 telah
terjadi banyak sekali pemekaran daerah menjadi daerah otonom baru baik provinsi, kabupaten, maupun kota. Berdasarkan data yang diajukan oleh
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam pidato pengantar Rancangan Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
RAPBN 2010 dan Nota Keuangan di depan anggota Dewan Perwakilan Rakyat DPR tanggal 3 Agustus 2009 diketahui bahwa sejak tahun 1999
sampai dengan 2009 telah terbentuk 205 daerah baru yang terdiri dari 7 provinsi, 164 kabupaten, dan 34 kota. Dengan demikian, sampai sekarang
2009, jumlah daerah otonom di Indonesia menjadi 33 provinsi, 389 kabupaten, dan 96 kota.
Apabila ketentuan Pasal 4 Ayat 3 UU No. 32 Tahun 2004 diteliti, maka terhadap pengertian pemekaran sebenarnya bukan pemecahan, tetapi
mengandung arti bahwa suatu daerah seharusnya dibesarkan bukan
dipacah. Melalui PP No. 129 Tahun 2000 semasa UU No. 22 Tahun 1999 dapat diketahui bahwa:
1. Pembentukan daerah adalah pemberian status pada wilayah tertentu sebagai Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota;
2. Pemekaran daerah adalah pemekaran wewenang dari Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pwemerintah danatau perangkat pusat di
daerah; 3. Penggabungan daerah adalah pengaturan daerah yang dihapus kepada
daerah lain. Pembentukan daerah itu sendiri harus memenuhi syarat administratif
dan fisik kewilayahan Pasal 5 Ayat 1. Syarat administrasi untuk Provinsi meliputi adanya persetujuan DPRD KabupatenKota dan Bupati Walikota
yang akan menjadi cakupan wilayah provinsi. Persetujuan DPRD Provinsi induk dan Gubernur serta rekomendasi Menteri Dalam Negeri Pasal 5 Ayat
2 adapun untuk KabupatenKota meliputi adanya persetujuan DPRD KabupatenKota dan BupatiWalikota yang bersangkutan. Persetujuan DPRD
Provinsi dan Gubernur serta rekomendasi Menteri Dalam Negeri Ayat 3. Syarat teknis meliputi faktor yang menjadi dasar pembentukan daerah
yang mencakup faktor kemampuan ekonomi, potensi daerah social budaya, social politik, kependudukan, luas daerah, pertahanan keamanan, dan faktor
lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah. Sementara syarat fisik meliputi paling sedikit 5 KabupatenKota untuk pembentukan
Provinsi dan paling sedikit 5 Kecamatan untuk pembentukan Kabupaten, 4 kecamatan untuk Kota, lokasi calon ibukota, sarana dan prasarana
pemerintahan. Sebenarnya yang perlu diperhatikan dalam pembentukan pemekaran penhapusan dan penggabungan daerah yaitu tujuannya untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan melalui: a. Peningkatan pelayanan kepada masyarakat;
b. Percepatan pertumbuhan kehidupan demokrasi; c. Percepatan pelaksanaan pembangunan perekonomian daerah;
d. Percepatan pengelolaan potensi daerah; e. peningkatan keamanan dan ketertiban; dan
f. Peningkatan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah. Untuk itu terlebih dahulu harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. kemampuan ekonomi; b. potensi daerah;
c. sosial budaya d. sosial politik;
e. jumlah penduduk; f. luas
daerah; g. Pertimbangan lain yang memungkinkan terselenggaranya ekonomi
daerah.
Di bawah ini disajikan data perkembangan jumlah daerah provinsi di Indonesia melalui pemekaran daerah sejak 1945-2009.
263
Daftar Nama dan Jumlah Provinsi di Indonesia Sejak 1945-2009
1. Pada tahun 1945, pemerintah menetapkan Indonesia dibagi menjadi
delapan provinsi, yaitu Sumatera, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Borneo, Sulawesi, Sunda Kecil, dan Maluku.
Jumlah provinsi: 8.
2. Antara tahun 1946-1949, terdapat berbagai perubahan wilayah
Indonesia karena munculnya negara-negara baru dalam wilayah Indonesia.
Pada akhir tahun 1949, ketika Belanda mengakui kemerdekaan Republik Indonesia Serikat RIS 27 Desember 1949, RIS terdiri atas
16 negara bagian dan 1 Wilayah Federal Batavia.
Keenam belas negara bagian itu adalah: Republik Indonesia, Negara Sumatera Timur, Riau, Negara Sumatera Selatan, Bangka, Belitung,
Negara Pasundan, Jawa Tengah, Negara Jawa Timur, Negara Madura, Daerah Istimewa Borneo Barat, Dayak Besar, Federasi
Borneo Timur, Daerah Banjar, Borneo Tenggara, dan Negara Indonesia Timur.
Jumlah provinsi: 16. 3.
Pada awal tahun 1950, muncul gerakan untuk kembali ke negara kesatuan. Akibatnya tiap-tiap negara bagian mulai menyatukan diri
satu per satu dengan Republik Indonesia.
263
Data diolah dari http:www.lautanindonesia.comforumindex.phptopic,5619.0.html
Awal Agustus 1950, RIS hanya terdiri atas 4 negara bagian, yaitu Republik Indonesia, Negara Sumatera Timur, Daerah Istimewa
Borneo Barat, dan Negara Indonesia Timur.
Pada tanggal 17 Agustus 1950, RIS dinyatakan bubar dan diganti dengan NKRI, dan ketiga negara bagian selain RI dinyatakan bubar
dan dimasukkan ke dalam wilayah NKRI. Pada tahun 1950, Yogyakarta dikeluarkan dari Jawa Tengah menjadi
provinsi tersendiri dan diberi status Daerah Istimewa, dengan nama Daerah Istimewa Yogyakarta. Pada tahun yang sama, Provinsi
Sumatera dipecah menjadi tiga provinsi, yaitu Sumatera Utara, Sumatera Tengah, dan Sumatera Selatan.
Jumlah provinsi: 11. 4. Pada tahun 1953, Provinsi Borneo diganti namanya menjadi
Kalimantan. Pada tahun 1956, Provinsi Aceh terbentuk, hasil pemekaran dari
Sumatera Utara. Pada akhir tahun 1956, Kalimantan dipecah menjadi tiga provinsi, yaitu Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan
Kalimantan Timur. Jumlah provinsi: 14.
5. Pada tahun 1958, Provinsi Sumatera Tengah dipecah menjadi tiga
provinsi, yaitu Sumatera Barat, Riau, dan Jambi. Kemudian Provinsi Sunda Kecil juga dipecah menjadi tiga provinsi, yaitu Bali, Nusa
Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.Jumlah provinsi: 18.
6. Pada tahun 1959, Provinsi Kalimantan Tengah terbentuk, hasil
pemekaran dari Kalimantan Selatan. Pada akhir tahun 1959, Provinsi Aceh diberi status Daerah Istimewa, dengan nama Daerah Istimewa
Aceh. Jumlah provinsi: 19.
7. Pada tahun 1960, Provinsi Sulawesi dipecah menjadi dua provinsi,
yaitu Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan. Jumlah provinsi: 20.
8. Pada tahun 1961, Kota Jakarta resmi dikeluarkan dari Jawa Barat dan
menjadi provinsi tersendiri dan diberi status Daerah Khusus Ibukota, dengan nama Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya.
Jumlah provinsi: 21.
9. Pada tahun 1963, Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB menyerahkan
administrasi wilayah Irian Barat kepada Indonesia. Pada tahun 1964, tiga provinsi baru terbentuk, yaitu Lampung dari
Sumatera Selatan, Sulawesi Tengah dari Sulawesi Utara, dan Sulawesi Tenggara dari Sulawesi Selatan. Kemudian, Daerah
Khusus Ibukota Jakarta Raya secara resmi ditetapkan sebagai ibukota Republik Indonesia.
Jumlah provinsi: 24.
10. Pada tahun 1968, Provinsi Bengkulu terbentuk, hasil pemekaran dari Sumatera Selatan.
Jumlah provinsi: 25.
11. Pada tahun 1969, setelah diadakan Penentuan Pendapat RakyatPepera, Irian Barat secara resmi menjadi bagian dari NKRI
dan menjadi salah satu provinsi di Indonesia. Pada tahun 1973, Provinsi Irian Barat diubah namanya menjadi Irian Jaya.
Jumlah provinsi: 26. 12. Pada akhir tahun 1975, Indonesia menguasai wilayah Timor Timur
dan pada tahun 1976, Timor Timur dimasukkan ke dalam wilayah NKRI dan menjadi salah satu provinsi di Indonesia.
Jumlah provinsi: 27. 13. Pada tahun 1999, diadakan jajak pendapat referendum di Timor
Timur dan Timor Timur secara resmi keluar dari NKRI. Tetapi, pada akhir tahun 1999, Provinsi Maluku Utara terbentuk, hasil pemekaran
dari Provinsi Maluku.
Jumlah provinsi: 27. 14. Pada awal tahun 2000, Provinsi Irian Jaya diganti namanya menjadi
Papua. Kemudian pada akhir tahun 2000, Provinsi Banten resmi berdiri, dimekarkan dari Jawa Barat.
Jumlah provinsi: 28. 15. Pada tahun 2001, dua provinsi baru resmi berdiri, yaitu Kepulauan
Bangka Belitung dari Sumatera Selatan dan Gorontalo dari Sulawesi Utara. Pada tahun yang sama, Daerah Istimewa Aceh
diganti namanya menjadi Nanggroe Aceh Darussalam, dan diberi status Otonomi Khusus. Sama halnya dengan NAD, Provinsi Papua
juga diberi status Otonomi Khusus.
Jumlah provinsi: 30. 16. Pada tahun 2003, Provinsi Irian Jaya Barat resmi berdiri, hasil
pemekaran dari Provinsi Papua. Pada tahun 2007, Provinsi Irian Jaya Barat diubah namanya menjadi Papua Barat.
Jumlah provinsi: 31.
17. Pada tahun 2004, dua provinsi baru resmi berdiri, yaitu Kepulauan Riau dari Provinsi Riau dan Sulawesi Barat dari Sulawesi Selatan.
Jumlah provinsi: 33. Apabila dibandingkan dengan masa awal kemerdekaan, jumlah
provinsi dalam sepuluh tahun terakhir meningkat menjadi lebih dari 400. Jumlah tersebut mungkin akan bertambah banyak seiring dengan keinginan
banyak pihak yang masih menginginkan pemekaran daerahnya. Jumlah tersebut juga belum termasuk kabupatenkota, kecamatan, atau
kelurahandesa yang juga mengalami pemekaran. Dengan semakin bertambahnya jumlah daerah baru tersebut tentu akan membebani
anggaran negara dan semakin mengurangi alokasi untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat karena APBNAPBD akan lebih banyak dialokasikan
dan tersedot untuk daerah-daerah baru tersebut. Anggaran tersebut misalnya untuk alokasi pembangunan infrastruktur baru, gedung baru, gaji
pejabat baru, tunjangan jabatan pejabat baru, pakaian dinas baru, kendaraan baru, dan sebagainya.
Dengan demikian, tujuan utama untuk membentuk daerah baru dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pelayanan publik juga
menjadi persoalan yang tidak mudah untuk diwujudkan. Pada kenyataannya, masyarakat tetap saja merasakan tidak adanya peningkatan kesejahteraan
maupun pelayanan yang diberikan oleh pemerintah daerah barunya. Bahkan keadaan yang lebih parah dapat terjadi di daerah baru tersebut
dibandingkan dengan pada waktu masih menginduk kepada daerah induknya. Hal itu terjadi karena penyelenggaraan pemerintahan daerah yang
baru belum memiliki pengalaman yang memadai dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat maupun menjalankan roda pemerintahan.
Selain itu, keterbatasan sarana dan prasarana atau infrastruktur juga dapat menjadi penyebab terbatasnya pelayanan publik sebagaimana mestinya.
Di lain pihak, untuk mengerem terjadinya pemekaran daerah, secara konseptual dan yuridis formal pemerintah sudah mencoba melakukan upaya
tersebut dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 Tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
Peraturan Pemerintah tersebut sebagai pelaksanaan perintah Pasal 6 ayat 3 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 untuk mengevaluasi keberadaan
daerah, termasuk daerah baru hasil pemekaran, apakah mampu atau tidak menyelenggarakan otonomi daerah. Dalam hal ini, untuk daerah tertentu
yang dianggap tidak mampu dimungkinkan untuk dihapuskan atau digabungkan dengan daerah lain. Akan tetapi, penghapusan dan
penggabungan daerah otonom dilakukan setelah melalui proses evaluasi terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah sebagaimana yang diatur
dalam peraturan perundang-undangan. Di dalam Penjelasan Umum Peraturan Pemerintah tersebut dijelaskan
alasan pentingnya dilakukan evaluasi terhadap suatu daerah sebagai berikut:
”... Pemerintah berkewajiban mengevaluasi kinerja pemerintahan daerah ... untuk mengetahui keberhasilan penyelenggaraan
pemerintahan daerah dalam memanfaatkan hak yang diperoleh daerah dengan capaian keluaran dan hasil yang telah direncanakan.
Tujuan utama dilaksanakannya evaluasi, adalah untuk menilai kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam upaya peningkatan
kinerja untuk mendukung pencapaian tujuan penyelenggaraan otonomi daerah berdasarkan prinsip tata kepemerintahan yang
baik...”.
Namun tampaknya peraturan pemerintah tersebut belum optimal dijalankan mengingat sampai saat ini tidak diperoleh data yang terbuka
untuk umum tentang hasil evaluasi yang dilakukan oleh Tim Nasional Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dalam mengevaluasi
daerah-daerah baru hasil pemekaran. Selain itu, sampai saat ini juga belum ada data yang menunjukkan bahwa ada daerah tertentu yang sudah
dihapuskan atau digabungkan dengan daerah lainnya karena dianggap tidak mampu menjalankan otonomi daerah. Padahal, secara faktual banyak sekali
daerah, terutama daerah baru, yang tidak mampu menjalankan pemerintahannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
ataupun tujuan awal pembentukannya yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, maupun daya saing daerah.
C. Hubungan Keuangan