tidak dimiliki oleh daerah. Dalam hal demikian, urusan sampah tersebut dapat saja beralih menjadi urusan pusat.
3 Sistem ini terasa lebih mengekang karena terikat pada urusan yang secara rinci ditetapkan sebagai urusan rumah tangga.
136
4 Sistem ini akan lebih banyak menimbulkan spanning hubungan antara pusat dan daerah.
137
c. Sistem rumah tangga nyata riil
Disebut ‘nyata’ karena isi rumah tangga daerah didasarkan pada keadaan dan faktor-faktor yang nyata.
138
Bagir Manan mengutip pendapat Tresna menyatakan bahwa sistem ini merupakan jalan tengah antara sistem
formal dan material dengan pengutamaan pada sistem formal.
139
Fungsi sistem rumah tangga material pada sistem ini ditunjukkan pada adanya
urusan pangkal sehingga sejak awal pendirian suatu daerah telah mempunyai kepastian urusan rumah tangga daerahnya.
140
Sebagai sistem tengah antara sistem formal dan material, sistem rumah tangga nyata
memiliki beberapa ciri, yakni:
141
1 Adanya urusan pangkal yang ditetapkan pada saat pembentukan daerah otonom yang memberikan kepastian kepada daerah berkenaan dengan
urusan rumah tangganya. 2 Selain memiliki urusan-urusan awal yang ditetapkan secara material,
daerh juga dapat mengatur dan mengurus urusan-urusan lain yang dianggap penting bagi daerah tersebut, sepanjang urusan-urusan itu
belum diatur dan diurus oleh pusat dan daerah tingkat lebih atas. 3 Otonomi dalam sistem rumah tangga nyata didasarkan pada faktor-
faktor nyata suatu daerah. Dengan demikian, dapat terjadi perbedaan isi rumah tangga daerah sesuai dengan keadaan masing-masing.
136
Ibid., hlm 31.
137
Ibid.
138
Ibid. hlm 30.
139
Ibid.
140
Ibid.
141
Ibid., hlm 32.
Telah dikatakan sebelumnya bahwa sistem rumah tangga merupakan tatanan yang berkaitan dengan cara-cara membagi wewenang, tugas dan
tanggung jawab mengatur dan mengurus urusan pemerintahan antara pusat dan daerah. Dari penjelasan tersebut nampaklah bahwa ajaran ini
memberikan landasan bagi kemunculan dimensi hubungan kewenangan antara Pusat dan Daerah.
Proses penyelenggaraan pemerintahan dengan desentralisasi teritorial memunculkan bentuk otonomi dan tugas pembantuan. Tujuan dari
otonomi adalah untuk memunculkan kemandirian daerah dan bukan kedaulatan.
142
Tujuan pemberian otonomi kepada daerah adalah untuk memungkinkan daerah yang bersangkutan mengatur dan mengurus rumah
tangganya sendiri, untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap
masyarakat dan pelaksanaan pembangunan. Untuk melaksanakan tujuan tersebut maka kepada daerah diberikan kewenangan-kewenangan untuk
melaksanakan berbagai urusan pemerintahan sebagai urusan rumah tangganya.
143
Sementara itu, tugas pembantuan dapat menjadi jembatan menuju otonomi.
144
Otonomi bukan sekedar pemencaran penyelenggaraan pemerintahan untuk mencapai efisiensi dan efektivitas pemerintahan.
otonomi adalah tatanan ketatanegaraan staatsrechtelijk, bukan hanya tatanan administrasi Negara administratiefrechtelijk. Sebagai tatanan
ketaanegaraan, otonomi berkaitan dengan dasar-dasar bernegara dan susunan organisasi Negara.
145
Dengan demikian kemudian muncullah dimensi hubungan kelembagaan antara Pusat dan Daerah.
3. Kelembagaan