sejauhmana daerah dapat mengatasi hambatan teknis yang menunjuk pada tidak mudahnya mengetahui urusan yang belum diselenggarakan oleh pusat
atau pemerintahan daerah tingkat lebih atas.
b. Sistem rumah tangga material
Berbeda dengan sistem rumah tangga formal, sistem material ini bertolak dari asumsi bahwa terdapat perbedaan secara mendasar antara
urusan pusat dan daerah dan dengan demikian urusan pemerintahan dapat dipilah-pilah dan dapat ditetapkan secara pasti.
130
Atau dengan kata lain, pemilahan urusan pemerintahan didasarkan pada perbedaan kepentingan.
131
Di Belanda, sistem ini dikenal juga sebagai ajaran tiga lingkungan atau de driekriengenleer karena sesuai dengan susunan satuan organisasi
pemerintahan Belanda yang terdiri dari Pemerintah Pusat, Provinsi dan Gemeente.
132
Dalam sistem otonomi material atau rumah tangga material, urusan rumah tangga daerah itu ditentukan dengan pasti. Di luar urusan-
urusan itu, daerah tidak berwenang mengurus dan mengaturnya. Untuk memungkinkan pelaksanaan otonomi material harus ada prosedur
penyerahan urusan kepada daerah. Penyerahan ini dapat terjadi dengan beberapa cara :
1 Urusan-urusan rumah tangga daerah telah diperinci dalam peraturan
perundang-undangan tentang pokok-pokok pemerintahan daerah. Daerah otonom secara otomatis berhak mengatur dan mengurus
urusan-urusan tersebut; 2
Urusan-urusan rumah tangga daerah tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan tentang pokok-pokok pmerintahan daerah,
melainkan dalam peraturan perundang-undangan tentang pembentukan masing-masing daerah otonom. Setiap daerah otonom terbentuk disertai
dengan perincian urusan rumah tangganya;
130
Ibid., hlm 28.
131
Ibid.
132
Ibid.
3 Urusan-urusan rumah tangga daerah ditentukan dalam peraturan
perundang-undangan tentang pokok-pokok pemerintahan daerah, tetapi penyerahannya kepada suatu daerah otonom tertentu diatur tersendiri.
Selama suatu urusan belum diserahkan secara nyata, maka urusan itu belum menjadi urusan rumah tangga yang bersangkutan.
Kepastian urusan-urusan rumah tangga dalam rumah tangga material lebih memudahkan pemerintah daerah dalam menjalankan tugas dan
kewajibannya. Biasanya penyerahan urusan itu sekaligus disertai dengan sumber keuangan dan alat-alat kelengkapan yang diperlukan.
Sistem otonomi material ini juga tidak lepas dari kesulitan-kesulitan antara lain :
1 Sangat tidak mudah menentukan dan merinci urusan-urusan yang akan
dijadikan urusan rumah tangga daerah. Lebih-lebih dalam zaman modern ini. Negara menurut konsep negara kesejahteraan memasuki
hampir pada semua sektor kehidupan. Sukar sekali pada saat ini untuk menemukan urusan yang berada di luar kompetensi negara atau
pemerintah. Urusan itu begitu luas sehingga tidak mudah untuk menentukan urusan-urusan diperuntukkan rumah tangga daerah dan
yang tidak. Ciri umum yang lazim dipergunakan adalah urusan-urusan rumah tangga daerah adalah urusan-urusan yang bersifat lokal yang
membutuhkan penanganan yang mungkin berbeda antara daerah yang satu dengan yang lain. Penanganan secara seragam urusan semacam
itu tidak efisien dan tidak efektif bahkan mungkin menimbulkan ketidakadilan. Akan tetapi untuk menentukan ukuran lokal dan tidak lokal
suatu urusan tidaklah mudah. 2
Sistem otonomi material bersifat rigid, antara lain, tidak mudah menampung perubahan sifat suatu urusan dari lokal menjadi tidak lokal
atau sebaliknya. Setiap perubahan harus menempuh tatacara tertentu yaitu menyerahkan atau menarik urusan harus melalui peraturan
perundang-undangan tertentu dan dilakukan dalam suatu peninjauan kembali secara nasional urusan rumah tangga daerah. Berbeda dengan
otonomi formal, daerah berhak mengatur dan mengurus setiap urusan
kecuali hal yang sudah diatur dan diurus atau yang kemudian diatur dan diurusa oleh satuan pemerintahan yang lebih tinggi.
3 Kemungkinan urusan-urusan rumah tangga dalam sistem otonomi
material sedemikian sempit atau sedemikian luas yang menimbulkan kesulitan dalam pelaksanaannya.
Urusan-urusan rumah tangga dalam sistem otonomi material bersifat seragam, kurang memperhatikan karakteristik, potensi, dan kemampuan
daerah yang mungkin berbeda-beda. Mengenai sistem rumah tangga material ini, Bagir Manan berpendapat bahwa sistem ini tidak dapat dijadikan
patokan obyektif untuk menciptakan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah.
133
Hal ini dasarkan pada beberapa argumen yang meliputi: 1 Sistem ini berpangkal tolak dari asumsi yang keliru yaitu anggapan dasar
bahwa urusan pemerintahan dapat dipilah-pilah.
134
Memang urusan- urusan tertentu, misalnya pertahanan keamanan, moneter, luar negeri
menampakkan sifat atau karakter sebagai urusan tertentu yang dilaksanakan oleh pusat. Namun, urusan-urusan lain banyak juga yang
menampakkan sifat ganda, misalnya urusan pertanian. Bagian urusan perrtanian dapat saja dilakukan oleh satuan pemrintahan yang berbeda.
Dengan demikian dalam praktek terdapat kesulitan untuk menentukan secara rinci urusan masing-masing satuan pemerintahan.
2 Sistem ini tidak memberikan peluang untuk secara cepat menyesuaikan dengan perubahan-perubahan yang terjadi.
135
Suatu urusan pemerintahan yang semula adalah urusan daerah, karena
perkembangan, dapat beralih menjadi urusan pusat. Misalnya, urusan persampahan. Karena perkembangan teknologi, sampah tidak lagi
diartikan secara tradisional, melainkan meliputi sampah industri, sampah nuklir, dan lain-lain. Akibatnya sampah-sampah semacam ini berdampak
pada lingkungan hidup yang berskala lebih luas dimana penangannya membutuhkan teknologi serta keahlian yang lebih, yang mungkin saja
133
Ibid., hlm 30.
134
Ibid., hlm 29.
135
Ibid.
tidak dimiliki oleh daerah. Dalam hal demikian, urusan sampah tersebut dapat saja beralih menjadi urusan pusat.
3 Sistem ini terasa lebih mengekang karena terikat pada urusan yang secara rinci ditetapkan sebagai urusan rumah tangga.
136
4 Sistem ini akan lebih banyak menimbulkan spanning hubungan antara pusat dan daerah.
137
c. Sistem rumah tangga nyata riil