Di Asia, misalnya, Bahl mengatakan bahwa rendahnya pendapatan daerah dari pajak daerah disebabkan pemerintah pusat tidak rela
melepaskan kewenangan terhadap pajak-pajak yang produktif.
192
Di negara- negara berkembang dan negara dalam masa transisi, pemerintah pusat
memiliki kewenangan pada jenis-jenis pajak tidak langsung, sementara pemerintahan daerah hanya memiliki sedikit kewenangan terhadap pajak-
pajak yang secara langsung bersumber pada potensi lokal.
193
Dalam hal ini, walaupun kewenangan untuk menggunakan pendapatan dana diberikan
kepada daerah, namun tanpa kewenangan daerah cukup dalam memungut pajak, menyebabkan daerah tidak dapat membiayai pengeluaran dengan
pendapatan sendiri.
194
Hal tersebut menyebabkan pemerintahan daerah sangat bergantung pada transfer dana dari pusat.
195
b. Transfer Dana dari Pusat ke Daerah Intergovernmental Fiscal Transfers
Adanya kecenderungan ketergantungan daerah pada transfer dana dari pemerintah pusat di negara-negara berkembang menimbulkan
pertanyaan apakah pemerintahan daerah masih memiliki otonomi dalam kebijakan desentralisasi fiskal? Namun demikian, pola transfer dana dari
pusat ke daerah juga dialami di negara-negara maju. Seperti dikatakan oleh Anwar Shah, pengalaman negara-negara maju menunjukkan bahwa
keberhasilan desentralisasi fiskal tidak bisa tercapai tanpa adanya sebuah program transfer dana yang didesain dengan baik well – designed fiscal
transfer program .
196
Artinya, baik di negara-negara maju maupun negara- negara berkembang, sistem transfer atau bantuan keuangan antar tingkatan
192
Dalam hal ini Bahl member pengecualian terhadap Filipina di mana konstribusi sektor pajak daerahnya mencapai 13 dari total pendapatan sektor pajak secara nasional. Ibid.
193
Anwar Shah, “Fiscal Decentralization…., loc.cit., hlm. 18.
194
K. Brueckner, “Partial Fiscal Decentralization”, Cesifo Working Paper No. 2137, Category 1: Public Finance, November 2007. Diunduh dari
http:www.ssrn.comabstract=1029581 ,
hlm. 1
195
Ibid.
196
Jaime Bonet, “Fiscal decentralization and regional income disparities: evidence from the Colombian experience”, Springer-Verlag Published online: 12 April 2006, hlm.663.
pemerintahan khususnya dari pusat ke daerah, menjadi salah mekanisme yang mendukung keberhasilan desentralisasi.
Dari paparan di atas, tercermin bahwa transfer dana bantuan keuangan dari pusat ke daerah akan selalu ada. Menurut Bagir Manan,
usaha-usaha untuk menghapuskan bantuan keuangan bukan cara terbaik untuk memecahkan masalah keuangan daerah.
197
Bagir Manan sendiri lebih menyetujui agar pemecahan masalah keuangan daerah hendaknya ditujukan
pada upaya agar bantuan –bantuan pusat tidak akan begitu banyak mengurangi kemandirian daerah untuk mengatur dan mengurus urusan
rumah tangga daerahnya sendiri.
198
Adanya bantuan dana subsidi dari pusat ke daerah merupakan bagian dari mekanisme perimbangan keuangan antara pusat daerah yang
merupakan inti dari hubungan keuangan pusat – daerah.
199
Seperti dikatakan oleh Bagir Manan, bahwa:
”perimbangan keuangan tidak sekedar diartikan memperbesar sumber lumbung keuangan daerah, namun tidak kalah penting mengatur sistem
keuangan daerah seperti subsidi yang tetap menjamin kemandirian, keleluasaan dan kekuasaan daerah mengatur dan mengurus rumah
tangganya.”
200
Dilihat dari derajat otonomi peruntukan dan pemanfaatannya, Bagir Manan yang mengatakan bahwa bantuan keuangan dari pusat ke daerah,
dapat digolongkan ke dalam tiga kategori utama, yaitu bantuan bebas, bantuan:
201
1. Bantuan bebas Bantuan yang hanya ditentukan jumlahnya. Peruntukan dan tata cara
penggunaannya diserahkan sepenuhnya kepada masing-masing daerah.
197
Bagir Manan, Hubungn Antara…, op.cit., hlm. 210.
198
Ibid.
199
Ibid.
200
Ibid., hlm. 42.
201
Ibid.
Daerah mempunyai kebebasan untuk menentukan sendiri peruntukan dan tata cara penggunaannya.
2. Bantuan dengan pembatasan tertentu. Bantuan yang ditentukan peruntukannya secara umum.
Peruntukannya secara khusus dan cara-cara pemanfaatannya diserahkan sepenuhnya kepada daerah. Bantuan jenis kedua ini lebih mengikat atau
lebih membatasi kemandirian daerah dibandingkan dengan yang pertama. 3. Bantuan terikat
Bantuan yang ditentukan secara rinci peruntukan dan tata cara pemanfaatannya. Daerah tidak ada kesempatan untuk menentukan sendiri
peruntukan maupun tata cara pemanfaatannya. Bantuan ini sangat mengikat daerah. Sementara itu, Roy Bahl mengatakan, jenis transfer dana yang
diberikan, terdiri dari transfer dana yang sifatnya unconditional tidak bersyarat, conditional bersyarat, dan Ad-hoc tidak tetap.
202
Pendapat Bahl tersebut hampir sama dengan pendapat Bagir Manan. Perbedaannya,
Bagir Manan tidak memasukkan jenis transfer dana bantuan keuangan yang sifatnya Ad-hoc, sementara Bahl tidak membagi varian lain dari
conditional transfer, sebagaimana dilakukan oleh Bagir Manan yang membaginya menjadi dua kategori, yaitu bantuan dengan pembatasan
tertentu dan bantuan terikat. Namun demikian, kedua pendapat tersebut saling melengkapi. Dengan demikian, terdapat 4 jenis tranfer dana bantuan
keuangan dari pusat ke daerah, yaitu bantuan bebas unconditional grants, bantuan dengan pembatasan tertentu, bantuan terikat, dan bantuan yang
sifatnya Ad-Hoc. Manurut
Bahl, unconditional grants bantuan bebas dianggap “more
consistent with local autonomy goals of decentralization” lebih konsisten dengan tujuan otonomi daerah dalam kerangka desentralisasi.
203
Jika bantuan tersebut berdasarkan pembagian pajak pusat, maka pemerintah
pusat memberikan akses kepada pemerintahan daerah dengan dasar
202
Roy Bahl, op.cit., hlm. 11
203
Ibid.
perhitungan pajak yang elastis elastic tax base yang relative memberikan kepastian jumlah yang akan diterima.
204
Sementara itu, conditional grant adalah bantuan yang membolehkan pemerintah pusat untuk mengawasi
penggunaan dana tersebut dengan asumi agar daerah menjalankan fungsi yang memiliki eksternalitas positif dan atau distribusi keuntungan.
205
Distribusi conditional grant, menurut Bahl dilakukan dengan beberapa cara, namun yang paling umum digunakan adalah sistem pembayaran yang
didasarkan pada beberapa standar pengeluaran.
206
Biasanya pola conditional grant berhasil mencapai target yang diinginkan. Namun
persoalannya, conditional grant diterapkan dengan pola yang seragam di seluruh daerah dan tidak memberikan pertimbangan yang cukup terhadap
kondisi daerah.
207
Hal tersebut menyebabkan pola pengeluaran keuangan pemerintahan daerah menyimpang dari kecenderungan lokal.
208
Sementara itu, transfer dana bantuan keuangan yang sifatnya Ad- Hoc didasarkan pada pertimbangan politis. Hal tersebut menyebabkan pola
bantuan tersebut tidak transparan dan jauh dari ukuran-ukuran objektif. Bahkan Cina dan Thailand, yang mengalokasikan sebagian bantuan dalam
bentuk ad-hoc, menghadapi persoalan ketidakpastian anggaran di tingkat daerah.
209
c. Pinjaman Daerah