peraturan daerah tentang perangkat daerah yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dengan konsekuensi pembatalan hak-hak
keuangan dan kepegawaian serta tindakan administratif lainnya. Dalam pelaksanaan pembinaan dan pengendalian organisasi perangkat daerah,
pemerintah senantiasa melakukan fasilitasi melalui asistensi, pemberian arahan, pedoman, bimbingan, supervisi, pelatihan, serta kerja sama,
sehingga sinkronisasi dan simplifikasi dapat tercapai secara optimal dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
259
7. Hubungan dalam pembentukan daerah pemekaran dan pembubaran daerah
260
Hubungan kelembagaan lainnya terdapat dalam pembentukan daerah pemekaran dan pembubaran daerah. Pasal 18 ayat 1 UUD 1945 menganut
desentralisasi teritorial sehingga akan dibentuk daerah-daerah baik Provinsi, Kabupaten dan Kota dengan UU. Menurut UU No. 32 Tahun 2004 antara lain
diatur didalam Pasal 4 Ayat 3 dan 4, Pasal 5, Pasal 7 Ayat 1 dan 2 serta Pasal 8. Pada Pasal 5 Ayat 2 dan 3 jelas nampak adanya hubungan
kelembagaan antara pusat dan daerah dalam pembentukan daerah, yaitu dalam hal syarat administratif terkait DRPD Kabupaten dan Kota, Bupati dan
Walikota, DPRD Provinsi dan Gubernur dengan Menteri Dalam Negeri. Demikian pula pada Pasal 7 dan Pasal 8. Sementara pada kelembagaan
pusat, Selain akan terkait dengan DPR dan Presiden dalam hal ini diwakili Mendagri, juga terdapat celah bagi peran DPD meskipun sangat terbatas
terlihat pada Pasal 22 D ayat 1,2 dan 3 UUD 1945.
Dalam sepuluh tahun terakhir, yaitu sejak dikeluarkannya Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah, telah terjadi
banyak sekali pemekaran daerah provinsi, kabupaten, maupun kota di Indonesia. Hal itu disebabkan diberikannya peluang yang sangat besar
untuk terjadinya pemekaran oleh undang-undang tersebut yang kemudian
259
Penjelasan Umum PP No. 41 Tahun 2007 Tentang SOTK
260
Kuntana Magnar, Bahan Diskusi Terbatas, Pusat Studi HTN
dimanfaatkan oleh para politisi atau elit lokal daerah. Dalam hal ini, banyak elit daerah yang mengajukan pemekaran daerah dengan dalih sudah
memenuhi syarat yang ditentukan oleh undang-undang. Pembentukan daerah baru juga dilakukan atas nama kepentingan masyarakat, yaitu untuk
meningkatkan kesejahtraan masyarakat, pelayanan masyarakat publik, dan daya saing daerah. Sebagai akibatnya, pembentukan daerah baru pun
banyak terjadi seperti cendawan tumbuh di musim hujan. Adanya fakta banyak daerah baru yang dibentuk, baik provinsi,
kabupaten, maupun kota, adalah salah satu implikasi negatif berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999. Sekalipun saat ini undang-undang
tersebut sudah tidak berlaku, kecenderungan untuk melakukan pemekaran daerah atau pembentukan daerah baru masih saja berlanjut. Di satu sisi,
kecenderungan tersebut dapat diterima dan dipahami sebagai wujud adanya kedewasaan dan harapan untuk mengurus dan mengembangkan potensi
daerah dan masyarakatnya. Namun di sisi lain, mengundang kecemasan mengenai keberlanjutan dan kemampuan suatu daerah otonom baru untuk
dapat bertahan mengurus rumah tangganya sendiri.
261
Dengan demikian, pemekaran daerah belum menjadi jaminan atau obat yang mujarab dalam
upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan publik umum, dan daya saing daerah sebagaimana yang diharapkan ketika pembentukan
daerah baru. Bahkan sangat mungkin terjadi sebaliknya di mana pemekaran daerah dapat menjadi penyebab persoalan bagi kehidupan masyarakat di
daerah yang baru dibentuk tersebut. Namun demikian, kecenderungan membentuk daerah otonom baru
tidak serta-merta berakhir dengan digantinya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Bahkan,
tampaknya paradigma berpikir masyarakat pun tidak berubah dengan perubahan dasar hukum pemerintahan daerah tersebut. Para politisi lokal
pun tetap beramai-ramai membentuk daerah baru dengan mengedepankan
261
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Wilayah Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran, Pengkajian Penataan Daerah Otonom KabupatenKota di Jawa
Barat, Laporan Penelitian, Bandung, 2002, hlm. 4.
alasan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan publik, maupun daya saing daerah. Alasan tersebut menjadi senjata yang sangat
ampuh untuk membentuk daerah baru tanpa mempertimbangkan aspek lain, seperti keadaan sosial-budaya masyarakat, keharmonisan hubungan
pemerintahan, maupun kemampuan daerah, baik dari segi sumberdaya manusia, sumberdaya keuangan, maupun sumberdaya alamnya.
8. Pengaturan Pemekaran Daerah dalam Peraturan Perundang-