Ruang Lingkup dan Prinsip-Prinsip Desentralisasi Fiskal

Perbedaannya, dalam otonomi territorial, pada dasarnya seluruh fungsi kenegaraan dan pemerintahan ada dalam lingkungan pemerintahan pusat yang kemudian dipencarkan kepada satuan-satuan otonomi. 159 Oleh karena Negara Pemerintah Pusat dan daerah itu masing-masing merupakan badan hukum publik, hubungan antara kedua badan hukum publik itu tidaklah seperti hubungan hierarkis yang ada, misalnya antara Menteri Dalam Negeri dengan Gubernur. 160

4. Ruang Lingkup dan Prinsip-Prinsip Desentralisasi Fiskal

Anwar Shah mengatakan bahwa kebijakan desentralisasi fiskal mencakup 1 the assignment of services responsibilities penetapan tanggung jawab penyelenggaraan pelayanan, 2 assignment of local government revenue raising authority penetapan kewenangan pemerintah daerah untuk meningkatkan pendapatan, dan 3 design of intergovernmental transfer system desain sistem transfer antar susunan pemerintahan. 161 Penetapan tanggung jawab penyelenggaraan pelayanan dibutuhkan agar tidak terjadi hasil yang tidak efektif ketika ada satu susunan pemerintahan atau lebih menyediakan pelayanan yang sama atau ketika satu susunan pemerintahan gagal menyediakan pelayanan dengan harapan, akan disediakan oleh susunan pemerintahan lainnya. 162 Sementara itu, kewenangan untuk meningkatkan pendapatan daerah untuk membiayai belanja daerah, biasanya diperoleh dengan dua cara, yaitu pendapatan yang diperoleh oleh daerah sendiri pendapatan asli- pen dan transfer dana dari pemerintahan tingkat yang lain pinjaman daerah juga 159 Bagir manan, Menyongsong..., op.cit., hlm. 35-36 160 Irawan Soejito, Hubungan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Penerbit Bina Aksara, 1984, hlm. 178 161 Anwar Shah, “The Reform of Intergovenmental Fiscal Relation in Developing and Emerging Market Economy”, World Bank Policy and Research Series No.23, The World Bank, Washington DC, 1994, sebagimana dikutip dalam Larry Schroeder, “Fiscal Decentralization in South East Asia”, Journal of Public Budgeting, Accounting Financial Management, Vol. 15 No. 3, PrAcademic Press, 2003, hlm. 388. 162 Ibid. merupakan sumber pendapatan daerah lainnya yang harus dibayar kemudian dengan pendapatan asli atau transfer dana. 163 Masalah yang umumnya dihadapi adalah kewenangan daerah yang sangat terbatas untuk dapat meningkatkan pendapatan asli own revenue, misalnya melalui pajak daerah atau retribusi. 164 Bahkan dengan kewenangan atas jenis-jenis pajak terbatas, daerah hanya memiliki otonomi dalam menentukan tarif pajak dan batas yang telah ditentukan to rate setting within the limit. 165 Dalam hal ini, adanya intergovernental fiscal transfer menjadi mekanisme yang diharapkan dapat menciptakan horizontal equity kesamaan horizontal antara susunan pemerintahan daerah. 166 Hal tersebut bersama keterbatasan pendapatan asli daerah, harus menjadi bagian dari desain transfer dana antara tingkatan pemerintahan. Desentralisasi fiskal bagaimana pun kebijakannya harus dikaitkan dengan upaya membangun kemandirian daerah untuk membiayai urusan pemerintahannya baik dalam hal pendapatan daerah termasuk alternatif lainnya maupun kewenangan untuk membelanjakan pendapatan tersebut. Dalam hal ini, Shah menegaskan komponen desentralisasi fiskal yang menjadi ukuran keberhasilan desentralisasi fiskal, yaitu a revenue autonomy and adequacy otonomi dan kecukupan pendapatan; b expenditure autonomy otonomi dalam pengeluaran belanja dan; c borrowing privileges keleluasaan untuk melakukan pinjaman. 167 Hal yang hampir sama juga diungkapkan oleh Era Dabla-Norris mengenai the measure of autonomy 168 ukuran otonomi dalam desentralisasi fiskal, yang mencakup revenue autonomy, expenditure autonomy, transfer dan 163 Ibid. 164 Anwar Shah, “Fiscal Decentralization in Developing and Transition Economies: Progress, Problems, and the Promise” World Bank Policy Research Working Paper 3282, World Bank, Washington, DC USA, April 2004, hlm. 18. 165 Ibid., hlm. 18 – 19. 166 Larry Schroeder, op.cit., hlm. 389. 167 Anwar Shah, Theresa Thompson, “Implementing Decentralized Local Governance: A Treacherous Road with Potholes, Detours and Road Closures”, World Bank Policy Research Working Paper 3353, The World Bank, Washington DC, USA, June 2004, hlm. 8. 168 Era Dabla-Norris, “ The Challenge of Fiscal Decentralisation in Transition Countries”, Comparative Economic Studies, Vol.48, 2006, hlm. 107. subnational borrowing. 169 Dalam pendapat Shah, transfer intergovernmental fiscal transfer, juga termasuk dalam komponen otonomi dan kecukupan pendapatan, sementara Norris menekankan transfer dana tersebut merupakan komponen tersendiri, karena revenue autonomy ditekankan pada pada pendapatan asli daerah. Ukuran-ukuran tersebut merupakan prinsip desentralisasi fiskal, karena hal tersebut merupakan kunci keberhasilan dari desentralisasi fiskal. Prinsip otonomi dalam pendapatan artinya sejauh mana daerah memiliki sumber-sumber pendapatan yang merupakan pendapatan asli daerah. Dalam literatur, otonomi pendapatan secara dominan diukur dari kewenangan daerah memungut pajak. 170 Artinya, ukuran suatu daerah memiliki otonomi dalam pendapatan adalah seberapa besar kewenangan untuk memungut pajak daerah atau pungutan lain, termasuk dalam menentukan tarifnya. Seperti dikatakan oleh Norris bahwa: On the revenue side, this requires that subnational governments have the authority to own-finance locally provided services at the margin. More complete revenue autonomy requires a minimum of authority to set tax rates and an assignment of at least one significant tax source. 171 Sementara itu, prinsip otonomi dalam pengeluaran artinya daerah memiliki keleluasaan untuk membelanjakan, termasuk menentukan prioritas- prioritas belanja daerah atas pendapatan daerah yang dimiliki. Dalam hal ini, prinsip otonomi pengeluaran berkaitan dengan alokasi penerimaan daerah dalam anggaran belanja daerah. Seperti dikatakan oleh Norris bahwa: ”this requires subnational budget flexibility to decide – within limits – expenditure priorities and the choice of both the output mix and techniques of production”. 172 169 Ibid., hlm. 117 – 123. 170 Lihat, Norris, Loc.cit., hlm. 107.; Bagir Manan, Hubungan Antara…,op.cit., hlm. 204.; Bahl dalam Shinichi Ichimura, Roy Bahl eds, Decentralization: Policies in Asian Development, World Scientific Publishing Co. Pte. Ltd., Singapore, 2009, hlm. 3.; Jaime Bonet, “Fiscal decentralization and regional income disparities: evidence from the Colombian experience”, Springer-Verlag Published online: 12 April 2006, hlm. 663. 171 Norris, loc.cit. 172 Ibid. Prinsip transfer dana antar tingkatan pemerintahan khususnya dari pusat ke daerah, tercermin dalam dalam dua dimensi. 173 Pertama, dimensi vertical fiscal balance keseimbangan fiskal secara veritikal pusat-daerah, di mana transfer tersebut untuk mengurangi ketidakseimbangan keuangan antara pusat dan daerah vertical fiscal imbalance. Kedua, dimensi horrizontal fiscal balance keseimbangan fiskal horizontalantar daerah, di mana transfer tersebut dimaksudkan untuk menyelesaikan masalah ketidakseimbangan keuangan antar daerah. Kedua-duanya harus diperhitungankan dalam desain kebijakan transfer dana dari pusat ke daerah. 174 Pemberian sejumlah dana pusat kepada daerah melalui mekanisme transfer dana, juga disebabkan logika bahwa mahalnya pelayanan publik yang disediakan oleh pemerintahan daerah adalah untuk memenuhi tujuan otonomi – pen yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat, bukan hanya untuk kepentingan daerah, namun juga kepentingan nasional yang lebih baik. 175 Sebagai agen, mau tidak mau namun sering kali mau untuk memenuhi kepentingan nasional, pemerintahan daerah tidak akan dapat mengharapkan pendapatan dari sumber dayanya sendiri. 176 Sumber- sumber pendapatan sendiri asli sangat terbatas, karena bergantung pada pusat. 177 Terkait dengan hal di atas, Bagir Manan mengatakan bahwa sesuai dengan pembawaannya karakteristiknya, urusan keuangan di mana pun senantiasa dikategorikan sebagian urusan pusat. 178 Daerah hanya boleh mengatur dan mengurus sepanjang ada penyerahan dari pusat yang diatur 173 Roy Bahl, “Promise and Reality of Fiscal Decentralization”, dalam Shinichi Ichimura, Roy Bahl eds, Decentralization: Policies in Asian Development, World Scientific Publishing Co. Pte. Ltd., Singapore, 2009, hlm. 10. 174 Ibid., hlm. 11. 175 Alan Norton, International Hand Book of Local and Regional Government A Comparatve Analysis of Advanced Democracies, Edward Elgar Limited – Edaward Elgar Publishing Company, England, USA, 1993, hlm. 80. 176 Ibid. 177 Bagir Manan, Hubungan Antara….,op.cit., hlm. 205. 178 Ibid. dalam peraturan perundang-undangan. 179 Adanya transfer dana atau bantuan dari pusat, bermaksud untuk menutupi kemampuan keuangan daerah untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan. Prinsip keleluasaan untuk melakukan pinjaman berkaitan dengan hard budget constraint pembatasan anggaran secara ketat di mana pemerintahan daerah harus menyeimbangkan anggarannya tanpa bantuan dari pusat pada akhir tahun anggaran. 180 Artinya, jika pendapatan daerah termasuk transferbantuan keuangan dari pusat yang dialokasikan untuk pengeluaran belanja daerah tidak mencakupi, pemerintahan daerah harus mendapatkan sumber penerimaan lainnya untuk menutupi kekurangan anggaran defisit, tanpa bantuan pemerintah pusat, terutama dengan melakukan pinjaman. Prinsip-prinsip tersebut akan terlihat dalam pengaturan sumber- sumber penerimaan pemerintahan daerah untuk memenuhi belanja daerah.

5. Sumber-Sumber Penerimaan Pendapatan Daerah