suatu produk akan mendorong konsumen untuk menggunakan produk tersebut. Selain itu, hasil uji chi square menunjukkan bahwa tidak terdapat
hubungan yang bermakna antara kepercayaan pedagang dengan penggunaan siklamat berlebih pada pangan jajanan anak sekolah PJAS. Hasil ini juga
tidak membuktikan pernyataan Green Kreuter 2005 yang menyebutkan bahwa kepercayaan masyarakat terhadap suatu objek mempengaruhi perilaku
terhadap objek tersebut. Meskipun tidak mempercayai manfaat siklamat, namun responden lebih
banyak yang menggunakan siklamat berlebih dalam pangan jajanan anak sekolah PJAS. Hal tersebut dapat terjadi karena para pedagang pangan
merasakan manfaat finansial dari penggunaan siklamat dalam proses produksi pangan jajanan anak sekolah PJAS. Keadaan tersebut diperparah dengan
kenyataan bahwa siklamat mudah didapatkan di pasaran dengan jumlah yang sangat memadai. Penulis sempat melakukan observasi untuk mengetahui
kemudahan mendapatkan siklamat dengan mendatangi toko yang menyediakan bahan baku kue di sekitar pasar tradisional serta Kelurahan
Pamulang Barat dan Pondok Benda dan bertanya apakah toko-toko tersebut menjual siklamat. Berdasarkan observasi tersebut diketahui bahwa siklamat
dapat dengan mudah diperoleh di toko kue yang banyak terdapat di sekitar pemukiman penduduk maupun pasar tradisional.
Pemerintah perlu menanggulangi maraknya penggunaan siklamat dengan melakukan penyediaan bahan baku pemanis alami bagi para pedagang pangan
jajanan dengan harga yang relatif terjangkau. Hal tersebut dimaksudkan agar para pedagang pangan jajanan anak sekolah PJAS tidak berminat untuk
menggunaan siklamat secara berlebih demi mendapat keuntungan finansial. Langkah tersebut diharapkan dapat mengurangi kemungkinan terjadinya
gangguan kesehatan bagi para siswa sekolah dasar akibat konsumsi siklamat berlebih dari pangan jajanan yang mereka konsumsi.
F. Nilai dan Hubungannya dengan Penggunaan Siklamat Berlebih pada
Pangan Jajanan Anak Sekolah PJAS
Nilai adalah gagasan mengenai apakah suatu pengalaman berarti atau tidak berarti. Nilai pada hakikatnya mengarahkan perilaku dan pertimbangan
seseorang, tetapi tidak menghakimi apakah sebuah perilaku tertentu salah atau benar Soeroso, 2006. Nilai adalah suatu bagian penting dari
kebudayaan. Suatu tindakan dianggap sah artinya secara moral dapat diterima kalau harmonis dengan nilai-nilai yang disepakati dan dijunjung oleh
masyarakat di mana tindakan itu dilakukan Narwoko Suyanto, 2004. Pengukuran mengenai nilai terhadap penggunaan siklamat dalam
penelitian ini dikelompokkan menjadi dua, yaitu penting dan tidak penting. Pengukuran nilai dilakukan menggunaan empat buah pertanyaan mengenai
kepentingan penggunaan siklamat dalam pangan jajanan anak sekolah PJAS menurut responden. Penilaian penting terhadap penggunaan siklamat dapat
diwujudkan dalam tindakan menggunakan siklamat dalam pangan yang diproduksinya, menyimpan cadangan siklamat dan merasa suatu kesalahan
atau kekurangan bila tidak menggunakan siklamat dalam pangan jajanan anak sekolah PJAS yang diproduksi.
Hasil penelitian menunujukkan bahwa responden yang menilai tidak penting penggunaan siklamat lebih banyak jumlahnya 72,4 dibanding
responden yang menilai penting penggunaan siklamat. Hasil penelitian ini bertentangan dengan pernyataan Praja 2015 yang mengatakan bahwa bahan
tambahan pangan kimiawi, seperti siklamat dinilai penting bagi sebagian besar industri pangan karena dapat memberi keuntungan maksimal dalam
proses produksi makanan atau minuman. Hasil analisa tabel silang menunjukkan bahwa diantara responden yang
menggunakan siklamat, lebih banyak responden yang menilai tidak penting penggunaan siklamat 54,5 dibanding responden yang menilai penting
penggunaan siklamat. Hasil tersebut juga diperkuat dengan hasil uji statistik yang menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara
nilai dengan penggunaan siklamat berlebih pada pangan jajanan anak sekolah PJAS. Hasil penelitian ini berlawanan dengan pernyataan Suhaemi 2002
yang mengatakan bahwa nilai merupakan sesuatu yang berharga, keyakinan yang dipegang sedemikian rupa oleh seseorang sesuai dengan tuntutan hati
nuraninya sehingga menjadi pertimbangan terhadap suatu tindakan untuk mengambil keputusan berperilaku. Seseorang yang menilai tidak penting
terhadap penggunaan siklamat seharusnya menghindari penggunaanya, akan tetapi hasil penelitian ini menunjukkan hasil sebaliknya karena responden
yang menilai tidak penting penggunaan siklamat justru sebagian besar menggunakannya secara berlebih.
Penggunaan siklamat berlebih yang tidak berhubungan dengan penilaian pedagang pangan jajanan anak sekolah PJAS menunjukkan bahwa siklamat
bukan merupakan bahan baku yang diutamakan oleh pedagang dalam produksi pangan jajanan anak sekolah PJAS. Hal ini terlihat dari hasil
penelitian yang menunjukkan bahwa responden yang menilai tidak penting penggunaan pemanis sintetis sikalamat beranggapan bahwa mereka tidak
merasakan suatu hal yang janggal apabila tidak menggunakan siklamat dalam pangan jajanan anak sekolah PJAS.
Penggunaan siklamat dinilai tidak penting oleh sebagian besar responden. Akan tetapi, sebagian besar responden yang menganggap tidak penting
penggunaan siklamat tersebut menggunakan siklamat berlebih dalam pangan jajanan anak sekolah PJAS yang diproduksinya. Hal tersebut dikarenakan
kebutuhan para pedagang pangan jajanan anak sekolah PJAS untuk mendapatkan produk yang memiliki cita rasa manis sesuai dengan keinginan
konsumen namun tetap dapat menekan biaya produksi. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, siklamat merupakan pemanis sintetis yang memiliki
tingkat kemanisan 30-80 kali dibanding pemanis alami. Penggunaan pemanis sintetis ini meskipun dalam jumlah sedikit sudah menimbulkan rasa manis
sehingga dapat menekan biaya produksi Lanywati, 2001. Hal tersebut terlihat dalam hasil penelitian yang menunjukkan bahwa sebanyak 26
responden 34,2 menyatakan sikap setuju bahwa siklamat dapat membuat biaya produksi menjadi lebih murah. Selain itu siklamat yang tidak
meninggalkan rasa pahit membuat pedagang pangan jajanan anak sekolah PJAS lebih memilih siklamat dibanding pemanis sintetis lainnya.
Penggunaan siklamat berlebih dalam pangan jajanan anak sekolah PJAS dapat membahayakan kesehatan para konsumen yang sebagian besar
merupakan anak usia sekolah. Oleh karena itu, perlu dilakukan langkah antisipasi dalam meningkatkan kesadaran pedagang pangan jajanan anak
sekolah PJAS untuk menghindari penggunaan siklamat berlebih. Langkah yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan promosi kesehatan melalui
petugas kesehatan, pendidik sebaya dan TOT training of trainer. Selain itu, dinas kesehatan setempat juga perlu melakukan pemeriksaan laboratorium
kandungan siklamat dalam pangan jajanan anak sekolah PJAS secara rutin untuk menghindari kemungkinan konsumsi siklamat oleh para siswa sekolah
dasar.
G. Ketersediaan Siklamat dan Hubungannya dengan Penggunaan Siklamat
Berlebih pada Pangan Jajanan Anak Sekolah PJAS
Ketersediaan fasilitas merupakan salah satu faktor pemungkin yang menyebabkan suatu perubahan perilaku. Pengetahuan dan sikap saja belum
menjamin terjadinya perilaku, masih diperlukan sarana atau fasilitas untuk memungkinkan atau mendukung perilaku tersebut Notoatmodjo, 2010.
Ketersediaan fasilitas sangat dipengaruhi oleh lokasi, dapat dijangkau oleh masyarakat atau tidak, serta kecukupan fasilitas tersebut sesuai dengan
kebutuhan masyarakat yang memerlukannya Effendy, 1997. Ketersediaan siklamat dalam penelitian ini diukur menggunakan empat buah pertanyaan
dalam kuesioner seputar jumlah siklamat yang tersedia di toko dimana para responden biasa membeli siklamat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang berpendapat bahwa ketersediaan siklamat memadai lebih banyak jumlahnya 67,1 dibanding