penggunaan gula murni. Selain itu, ketidakpedulian pedagang akan dampak kesehatan yang terjadi bila konsumen mengkonsumsi pangan yang
mengandung siklamat berlebih. Salah satu responden secara spontan mengatakan bahwa dampak kesehatan akibat mengkonsumsi pangan jajanan
yang mengandung siklamat berlebih menjadi urusan konsumen, bukan merupakan tanggung jawab para pedagang pangan jajanan anak sekolah
PJAS. Faktor lain yang menyebabkan penggunaan siklamat berlebih oleh
pedagang dengan pengetahuan yang tinggi mengenai siklamat adalah akses yang mudah dalam mendapatkan siklamat dan ketersediaannya yang
memadai turut mempengaruhi perilaku penggunaan siklamat berlebih yang dilakukan responden. Sebanyak 61,7 responden mengaku bahwa
ketersediaan siklamat memadai dan dapat mereka peroleh setiap saat ketika dibutuhkan. Akses yang mereka miliki dalam mendapatkan siklamat juga
tergolong mudah. Sebanyak 64,1 responden yang menggunakan siklamat berlebih mengaku mudah mendapatkan siklamat. Akses yang mudah dan
ketersediaan siklamat semakin mempermudah para pedagang pangan jajanan anak sekolah PJAS untuk menggunakannya secara berlebih.
Peran pemerintah sangat diperlukan untuk meningkatkan kepedulian pedagang pangan jajanan anak sekolah PJAS terhadap bahaya konsumsi
siklamat berlebih pada konsumen mereka. Pemerintah melalui dinas kesehatan maupun instansi terkait lainnya perlu meningkatkan pengawasan
mengenai mutu dan kualitas pangan jajanan anak sekolah PJAS yang beredar. Selain itu, perlu pemerintah perlu mempertegas pemberian sanksi
bagi para pedagang pangan jajanan anak sekolah PJAS yang masih menggunakan siklamat berlebih dalam pangan jajanan anak sekolah PJAS
yang diproduksinya.
D. Sikap dan Hubungannya dengan Penggunaan Siklamat Berlebih pada
Pangan Jajanan Anak Sekolah PJAS
Sikap adalah respons tertutup seseorang terhadap suatu stimulus atau objek, baik yang bersifat intern maupun ekstern sehingga manifestasinya
tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup tersebut Sunaryo, 2002. Sikap menggambarkan
suka atau tidak suka sesorang terhadap suatu objek dan membuat seseorang mendekati atau menjauhi orang lain atau objek lain Notoatmodjo, 2010.
Penelitian ini mengukur sikap responden menggunakan kuesioner dengan pernyataan negatif yang diberi jawaban sangat setuju, setuju, biasa
saja, tidak setuju dan sangat tidak setuju. Variabel sikap dikelompokkan menjadi dua, yaitu sikap positif dan sikap negatif. Berdasarkan hasil
penelitian diketahui bahwa responden yang memiliki sikap negatif mengenai penggunaan siklamat berlebih pada pangan jajanan anak sekolah PJAS lebih
banyak jumlahnya 53,9 dibanding responden yang memiliki sikap positif mengenai penggunaan siklamat berlebih pada pangan jajanan anak sekolah
PJAS. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Purwaningsih 2010 yang mengemukakan bahwa sebagian besar pedagang es lilin di Kelurahan
Srondol Wetan dan Pedalangan 64 tidak mendukung penggunaan pemanis sintetis berlebih pada pangan yang dijualnya. Selain itu, hasil penelitian ini
juga didukung oleh penelitian Novita dan Adriyani 2013 juga menunjukkan bahwa 53 pedagang jajanan di SDN Pucang I dan IV Sidoarjo tidak
mendukung penggunaan pemanis sintetis berlebih pada pangan yang dijualnya.
Sikap terhadap suatu objek akan mempengaruhi perilaku seseorang terhadap objek tersebut. Kasemin 2003 mengungkapkan bahwa seseorang
yang memiliki sikap negatif terhadap suatu objek cenderung untuk tidak setuju, menjauhi, menghindari, membenci, menolak atau tidak menyukai
objek tersebut. Seseorang yang memiliki sikap negatif terhadap penggunaan siklamat berlebih memiliki kecenderungan untuk menghindari penggunaan
siklamat berlebih. Akan tetapi, hasil penelitian ini tidak membuktikan pernyataan tersebut. Analisa tabel silang menunjukkan bahwa diantara
responden yang menggunakan siklamat berlebih, lebih banyak yang memiliki sikap negatif terhadap siklamat berlebih 56,1 dibanding responden yang
memiliki sikap positif terhadap siklamat berlebih. Ketidaksesuaian antara sikap negatif responden dengan perilaku
penggunaan siklamat berlebih tersebut membuktikan pernyataan Purnawanto 2010 yang mengatakan bahwa sikap yang positif maupun negatif terhadap
suatu hal atau objek belum tentu akan diwujudkan dalam bentuk perilaku yang sesuai dengan sikapnya tersebut. Selain itu, hasil ini juga membuktikan
pernyataan Efendi Makhfudli 2009 yang mengatakan bahwa suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan.
Penggunaan siklamat berlebih yang lebih banyak dilakukan oleh responden dengan sikap negatif terhadap penggunaan siklamat dalam
penelitian ini menyebabkan tidak adanya hubungan yang bermakna antara sikap pedagang dengan penggunaan siklamat berlebih dalam pangan jajanan
anak sekolah PJAS. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Larasati 2007 yang juga menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna
antara sikap pedagang dengan penggunaan siklamat dalam sirup tanpa merk di Semarang.
Sikap negatif responden terhadap siklamat berlebih yang tidak diwujudkan dalam perilaku yang sesuai dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Salah satu faktor yang menyebabkan responden yang memiliki sikap negatif namun tetap menggunakan siklamat berlebih adalah adanya pengaruh dari
orang lain. Salah satu responden sempat mengatakan kepada penulis bahwa ia menggunakan siklamat karena ayahnya menggunakan bahan baku ini
sebelumnya. Selain itu, responden lainnya mengatakan bahwa pemilik toko bahan kue yang menjual siklamat sering menawarkan siklamat kepada para
pedagang pangan. Faktor lain yang menyebabkan responden dengan sikap negatif tetap
menggunakan siklamat berlebih adalah ketidaktahuan mereka secara pasti mengenai batas maksimal siklamat dalam makanan dan minuman. Sebanyak
71 orang responden 93,4 tidak mengetahui secara pasti berapa kadar maksimal siklamat dalam makanan dan minuman meskipun mereka
mengetahui bahwa siklamat boleh dipergunakan dalam makanan dan minuman dengan batas tertentu. Selain itu, manfaat finansial dari penggunaan
siklamat mendorong para pedagang pangan jajanan anak sekolah PJAS untuk menggunakan siklamat diabnding pemanis alami. Seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya, pemanis alami yang disubstitusi dengan siklamat dapat mengurangi biaya produksi pangan.
Cara yang dapat dilakukan untuk mewujudkan sikap negatif terhadap penggunaan siklamat menjadi suatu perbuatan yang nyata adalah dengan
sosialisasi mengenai kadar maksimal siklamat yang diperbolehkan dalam pangan kepada para pedagang pangan jajanan anak sekolah. Selain itu,
kegiatan promosi kesehatan dengan teknik pendidik sebaya peer education juga dapat dilakukan agar para pedagang pangan dapat saling mengingatkan
untuk tidak terpengaruh pihak lain yang menawarkan penggunaan siklamat sebagai bahan baku pangan jajanan anak sekolah PJAS yang mereka
produksi
E. Kepercayaan dan Hubungannya dengan Penggunaan Siklamat Berlebih
pada Pangan Jajanan Anak Sekolah PJAS
Kepercayaan merupakan keyakinan bahwa suatu fenomena atau objek benar atau nyata WHO, 2000. Kepercayaan merupakan salah satu faktor
predisposisi yang mempermudah terjadinya perilaku seseorang. Kepercayaan adalah hal-hal yang diyakini seseorang dan dianggap benar, mengenai diri
sendiri, orang lain dan dunia sekitarnya yang memengaruhi perasaan dan perilakunya sehari-hari Martono Joewana, 2006. Biasanya kepercayaan
diterima tanpa bukti bahwa kepercayaan tersebut terbukti kebenarannya WHO, 2000.
Kepercayaan dalam penelitian ini diukur dengan tiga buah pertanyaan seputar mitos bahwa penggunaan siklamat lebih baik dibanding pemanis