Refleksi Teoritis Kompetensi MSDM sebagai Pemosisi Strategik

4.6.1 Refleksi Teoritis Kompetensi MSDM sebagai Pemosisi Strategik

Penelitian untuk tujuan akademik dilakukan peneliti melalui diskusi formal dan informal terhadap pemodelan dunia nyata di Bank BTN dengan pelaku industri perbankan. Hasilnya, realitas industri perbankan serta kebijakan Bank Indonesia serta OJK sebagai regulator sebagai pengawas kebijakan SDM secara

umum sesuai dengan teori yang diteliti yaitu human resource competency. 106 Model konseptual tidak berpretensi menggambarkan realworld, sehingga dapat

dilakukan dua hal, yaitu: a) apa yang tidak ditemukan pada realitas bisa menjadi rekomendasi bagi perubahan, b) apa yang tidak ditemukan pada realitas menjadi

102 Maryono, direktur utama BTN 2013-skrg, Mahelan (Change Management Office), Marfiades, (pjs Human Capital), dan corporate secretary, FGD 13 Oktober 2014

103 Peter Checkland, & John Poulter, (2006), Learning for Action: A Short Definitive Account of Soft Systems Methodology and its use for Practitioners, Teachers, and Students .

England: John Wiley & Sons Ltd. 104 Checkland, 1999

105 Wilson, 1990 106 Dave Ulrich, Jon Younger, Wayne Brockbank, and Mike Ulrich, (2012), HR from the

Outside In: Six Competencies for the Future of Human Resources, New York: The RBL Institute & The McGrawHill Company.

dasar untuk penelitian ulang dimulai pada tahap kedua sampai membuat model konseptual baru. 107

Sebagai acuan realitas pemosisi strategik digunakan praktik pengelolaan SDM di Bank Indonesia dibandingkan dengan acuan teoritis, yaitu: menafsirkan konteks bisnis global, decoding harapan pelanggan, dan cocrafting agenda

strategik. 108 Selanjutnya kedua hal ini dibandingkan melalui dialog tentang model konseptual yang dibuat peneliti dengan model pengawasan human capital

organisasi bank (baik oleh BI maupun OJK). Tidak mudah mendapatkan kesepemahaman tentang model pengawasan SDM organisasi bank. Hasil wawancara mencalam menegaskan bahwa model pengawasan human capital perbankan diakui tak lepas dari upaya BI sendiri menata bagian human capital- nya. Hal ini tercermin dari kebijakan direktorat Sumber Daya Manusia (DSDM).

“Dalam mengembangkan cetak biru, itu Djoko mengaku banyak mengacu kepada model Value Based Management (VBM) yang dikembangkan kantor konsultan manajemen McKinsey . Menurut McKinsey, keberhasilan sebuah organisasi ditentukan 7S: Strategy, Structure, System, Style, S taff, Skill, dan Shared Values . Jadi, secara teoritis, cetak biru pengembangan

SDM BI banyak mengacu pada pendekatan 109 model 7-S McKinsey. ” Sifat pengawasan BI waktu lalu bertele-tele sehingga manajemen bank harus

menjawab atau menyediakan data yang sama secara berulang-ulang. BI kemudian berinisiatif menyederhanakan kuesioner pengawasan bidang manajemen dari 250

pertanyaan hanya 100 pertanyaan. Dengan jumlah pertanyaan yang lebih sedikit, ternyata mampu mencakup persoalan yang lebih luas. Kuesioner baru, juga mendalami manajemen risiko perbankan secara lebih mendetail. Namun metode baru ini tak mengantisipasi krisis sehingga “bobol” juga. Selanjutnya dikembangkan pendekatan baru, “Rekam jejak pemilik maupun pengurusnya pun diteliti. Dalam bahasa yang lebih populer: mereka harus menjalani fit and proper

test lebih dulu sebelum membuka atau 110 mengelola sebuah bank.”

107 Peter Checkland & John Poulter, (2006), Learning for Action: A Short Definitive Account of Soft Systems Methodology and its use for Practitioners, Teachers, and Students .

England: John Wiley & Sons Ltd. 108 Dave Ulrich, Jon Younger, Wayne Brockbank, and Mike Ulrich, 2012, HR from the

Outside In: Six Competencies for the Future of Human Resources, New York: The RBL Institute & The McGrawHill Company.

109 Djoko , Begawanship Bank Indonesia, 2008, 174 110 Aulia, Direktorat SDM BI, wawancara 4 Juli 2013

Secara konseptual hal ini diteguhkan Ulrich dalam sesi wawancara dengan PortalHR pada 24 September 2012, “Dunia yang semakin kompleks, penuh ketidakpastian dan perubahan terjadi semakin cepat. Dalam satu kata kondisi tersebut disingkat dengan akronim VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, Ambiguity )”. Hal ini menjadi kenyataan yang harus dihadapi perbankan Indonesia. Sejumlah analisis dan agenda dipersiapkan. Dalam hal ini kebijakan 5% biaya SDM untuk pengembangan SDM harus dimaknai lebih dari sekadar jumlah. Secara umum kegiatan tersebut dikelompokkan menjadi tiga: pembekalan, aplikasi, dan pengembangan.

Namun demikian, realitas yang terjadi masih perlu dikoordinasikan lebih baik. Sertifikasi bankir pemula dilakukan dengan mengikuti program pendidikan pembekalan berupa kegiatan pendidikan yang diberikan kepada calon pekerja bank. Pekerja bank yang akan menduduki suatu jabatan tertentu diberikan bekal kompetensi agar mampu melakukan tugasnya. Apakah pengembangan kompetensi SDM terjawab dalam sertifikasi general banking? Hasil wawancara menunjukkan tidak mudah menerapkan kebijakan sertifikasi general banking. General banking merupakan bidang pekerjaan di perbankan yang domainnya berada di luar bidang spesialis seperti halnya treasury, wealth management, risk management, atau auditor. General banking mencakup bidang kerja, di antaranya supporting, services, SDM, dan teknologi informasi (TI).

Di sisi lain pergeseran model bisnis bank yang makin kompleks apakah dapat terjawab dengan sertifikasi tersebut? Semangat SKKNI bidang general banking sejatinya untuk memotivasi bankir yang berkarier di bidang itu agar memiliki keahlian khusus (spesialisasi dan kompetensi), kendati bersifat umum dan lebih luas. Uji sertifikasi bidang general banking ini hanya tiga tingkatan. Tingkat satu untuk level pemula, tingkat dua untuk kepala bagian, dan tingkat tiga untuk kepala wilayah dan kepala divisi.

Di samping itu, ada program refreshment untuk Senior Executive Bankers . Ada perkecualian untuk karyawan peserta officer development program. Bankir yang lulus officer development program (ODP) tidak perlu lagi

mengikuti sertifikasi general banking. Pasalnya, program yang biasanya diselenggarakan bank sebagai materi pembekalan awal bagi bankir muda mengikuti sertifikasi general banking. Pasalnya, program yang biasanya diselenggarakan bank sebagai materi pembekalan awal bagi bankir muda

Hal ini menjadi tanda tanya baik dari sisi peserta maupun departemen SDM sebagai penyelenggara. Gagasan sertifikasi general banking ini tidak jauh berbeda dari sertifikasi profesi dokter. Dokter spesialis dan dokter umum wajib disertifikasi. Sertifikasi pun dilakukan untuk memastikan dokter-dokter bekerja sesuai dengan prosedur, sehingga mampu menjaga kehidupan pasiennya.

Program general banking sangat penting dan strategis mengingat dua sifat industri perbankan: 1) salah satu sistem industri jasa keuangan yang berfungsi sebagai jantung atau motor penggerak roda perekomian suatu negara yang mencerminkan indikator kestabilan tingkat perekonomian suatu negara; dan 2) suatu industri yang sangat bertumpu pada kepercayaan masyarakat sebagai salah

satu modal utama. 112 Di samping itu, bank memiliki fungsi khusus sebagai agent of trust, agent

of development, dan agent of services. Sertifikasi general banking, yang pelaksanaannya ditangani Lembaga Sertifikasi Profesi Perbankan (LSPP) dapat menjadi landasan para pelaku perbankan. Pelaksanaan sertifikasi rencananya paling lambat pada 2009. Namun, pengakuan dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) baru diperoleh pada 2008 dan modul sertifikasi general banking baru diterbitkan April 2013. Modul tingkat 1 ini berisi 17 unit kompetensi general banking dalam SKKNI yang mencakup: 1) berkomunikasi di tempat kerja, 2) merencanakan, mempersiapkan, dan melaksanakan kegiatan penjualan produk dan jasa perbankan, 3) menerapkan standar layanan perbankan, 4) mensuplai transaksi keuangan bank, 5) mensupervisi transaksi dana perbankan, 6) mensupervisi transaksi atas jasa pembayaran, 7) menerapkan dasar proses transaksi valuta asing,

8) mensupervisi proses transaksi trade services, 9) menyusun analisis kredit, 10) melaksanakan administrasi kredit, 11) merekomendasikan jenis investasi, 12) memantau transaksi sesuai aspek hukum perbankan, 13) memantau pelaksanaan regulasi internal dan eksternal, 14) menggunakan sistem/aplikasi teknologi informasi perbankan, 15) menginterpretasi laporan keuangan, 16) mengidentifikasi risiko perbankan, 17 menindaklanjuti hasil audit.

111 Soepomo, Probank, Senin, 1 Juli 2013. 112 LSPP, 2013, 9

Kegiatan pendidikan selanjutnya adalah program pendidikan aplikasi. Program ini diberikan kepada pekerja bank dengan tujuan untuk meningkatkan kompetensi dalam menjalankan tugas saat ini baik yang diselenggarakan oleh internal perusahaan maupun pihak ketiga (eksternal). Banyak ditemui kenyataan bahwa industri perbankan menyerap hampir semua pekerja lulusan perguruan tinggi. Hal ini, dapat dipahami dari penyataan berikut.

Awalnya, pekerjaan di bank sifatnya generalis. Semua orang yang bekerja di industri perbankan harus menguasai berbagai bidang yang ada di sektor ini. Saat itu, transaksi belum terlalu banyak, baik dari segi jenis maupun jumlah transaksi. Masalah pun belum sekompleks sekarang. Seiring dengan berjalannya waktu dan tuntutan nasabah, pelaku di bisnis perbankan tidak bisa menguasai semua masalah dan memberikan layanan yang baik. Karena itu, untuk mengatasi beragamnya, jumlah, kompleksitas transaksi, serta supaya bisa bersaing, dibutuhkan tenaga-tenaga yang mempunyai kompetensi tinggi untuk bidang-bidang tertentu. Muncullah kemudian spesialisasi. J adi, kalau dulu profesi bankir pure generalis, belakangan ada

profesi tertentu yang dituntut spesialisasinya. Mereka dituntut menguasai secara profesional dan dalam bidang keahlian tertentu supaya bisa

bersaing dan memberikan layanan lebih baik. 113

Pola uji yang dilakukan LSPP mengacu pada konsep Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Selain pengetahuan, dalam uji sertifikasi bidang general banking ini juga diujikan attitude dan skill. Training-training bidang general banking diselenggarakan oleh berbagai pihak. Hal inilah kiranya yang masih perlu ditindaklanjuti. Karena tanpa standarisasi atau minimal akreditasi lembaga penyelenggara akan mengakibatkan sifat dan fungsi khusus bank tidak dapat dilaksanakan dengan optimal.

Saat ini IBI hanya menghimbau 114 perlunya penguasaan general banking dalam situasi lebih kompleks :

Kalau ingin tetap (berkarier) di bidang general banking, misalnya ingin menjadi kepala wilayah atau pindah dari satu kantor cabang ke kantor cabang lainnya atau pindah ke kantor pusat, jalurnya ada di general banking. Kalau bidang treasury „kan hanya ada di kantor pusat. Jadi, konsepnya, semua orang yang bekerja di bank boleh mengambil sertifikasi sesuai dengan jalur karier yang diinginkan. Tentunya yang paling berkepentingan disamping yang bersangkutan sendiri, juga bank atau industri dimana tenaga/ bankir tersebut bekerja. Oleh karena itu, dukungan

113 Soepomo, IBI, 2012 114 idem 113 Soepomo, IBI, 2012 114 idem

Kegiatan pendidikan selanjutnya diberikan kepada pekerja bank dengan tujuan untuk meningkatkan kompetensi dalam rangka persiapan menduduki jabatan yang lebih tinggi. Hal ini dirasakan mendesak karena tuntutan perubahan lingkungan pengawasan bank diperluas dalam kelompok usaha bersama organisasi nonbank lainnya.

Sebagai profesional, kompetensi SDM dalam peran pemosisi strategik (strategic positioner) sangat penting karena langsung bersentuhan dengan lingkungan bisnis. Ulrich menyebutkan tiga faktor yang harus dilakukan, yaitu: memberikan interpretasi konteks bisnis global, menerjemahkan harapan pelanggan, dan cocrafting agenda strategik. Penjelasannya adalah sebagai berikut.

1) Memberikan Interprestasi Konteks Bisnis Global Kompetensi utama dalam SDM adalah kemampuan menafsirkan konteks bisnis global. Profesional HR memahami konteks sosial, tren politik, ekonomi, lingkungan, teknologi, dan demografis bisnis global. Mereka memahami struktur dan logika industri dan dinamika kompetitif pasar yang mereka layani, termasuk pelanggan, pesaing, dan tren pemasok. Mereka kemudian menerapkan pengetahuan ini untuk mengembangkan visi personal bagi masa depan perusahaan. Mereka berpartisipasi dalam mengembangkan strategi bisnis yang berfokus pada pelanggan dan dalam menerjemahkan strategi bisnis ke dalam rencana bisnis tahunan.

Keluarannya adalah strategi human capital secara internal harus mendukung visi dan misi perusahaan serta selaras dengan strategi usaha perusahaan. Perusahaan juga mempertimbangkan strategi dari fungsi-fungsi lain dalam perusahaan. Keselarasan itu membuat kontribusi strategis human capital dirasakan dalam eksekusi semua strategi yang telah ditetapkan oleh perusahaan sehingga dapat meningkatkan kemampuan daya saing yang berkesinambungan melalui kekayaan manusia. Strategi Human Capital bertujuan untuk memastikan perusahaan dapat menghasilkan keuntungan secara terus menerus melalui jasa yang selalu memenuhi kebutuhan pelanggan.

Hal ini sangat sesuai dengan lingkungan perbankan Indonesia seperti Hal ini sangat sesuai dengan lingkungan perbankan Indonesia seperti

BASEL 1, 2, 3 dan sekarang basel 4 itu dipakai di seluruh dunia. 115 Kenyataan di perbankan Indonesia ini sejalan dengan teori Ulrich 116 yang menekankan

memahami pihak luar (outside) ini menekankan bahwa hasil dari pekerjaan akan jauh lebih besar dari apa yang ada 117

2) Menerjemahkan Harapan Pelanggan Sebagaimana biasa terjadi pada perusahaan yang menerapkan sistem dua badan, harapan pelanggan (stakeholder internal dan eksternal) diwujudkan dalam keputusan rapat umum pemegang saham (RUPS). Bank membedakan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris dan Direksi dalam pengelolaan operasional sehari-hari. Untuk menyatukan pandangan dan memutuskan suatu persoalan penting menyangkut kelangsungan usaha dan operasional perusahaan, biasanya Dewan Komisaris dan Direksi mengagendakan pertemuan berkala dalam bentuk Rapat Gabungan.

Rapat gabungan Dewan Komisaris dan Direksi tersebut diselenggarakan guna membahas berbagai agenda menyangkut rencana kerja, operasional, peluang usaha, serta isu-isu strategis yang membutuhkan persetujuan Dewan Komisaris. Rapat ini juga merupakan salah satu bentuk koordinasi dalam rangka membahas laporan-laporan periodik Direksi serta memberikan tanggapan, catatan dan nasihat yang dituangkan dalam risalah rapat.

Keputusan rapat dibuat berdasarkan asas musyawarah untuk mufakat atau diambil berdasarkan suara terbanyak serta mengikat untuk dilaksanakan tindak lanjutnya. Pada proses pengambilan suara, jika ada anggota komisaris yang memiliki benturan kepentingan, yang bersangkutan tidak diperkenankan untuk ikut memberikan suara dan penjelasan mengenai hal tersebut dicatat pada risalah

115 Subardjo Djojosumarto, wawancara 23 September 2013 116 Dave Ulrich, Jon Younger, Wayne Brockbank, and Mike Ulrich, 2012, HR from the

Outside In: Six Competencies for the Future of Human Resources, New York: The RBL Institute & The McGrawHill Company.

117 Dave Ulrich, Kompas, 23 April 2014 , “Ahli SDM Prof Dave Ulrich: Blusukan demi Menangkap Keinginan Masyarakat” 117 Dave Ulrich, Kompas, 23 April 2014 , “Ahli SDM Prof Dave Ulrich: Blusukan demi Menangkap Keinginan Masyarakat”

Studi soal keinginan pihak luar, yakni pelanggan, investor, dan komunitas, tidak efektif kecuali keinginan dari pihak luar itu segera diterapkan dalam aksi perusahaan. Memahami keinginan pelanggan menjadi bernilai saat keinginan itu terlihat pada bagaimana pekerja direkrut, dilatih, dan dibayar. Konsep soal pihak luar ini menuntut fokus

pada keinginan dari luar dan bagaimana aksi dari dalam perusahaan. 118

3) Merangkai (cocrafting) Agenda Strategik Tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris dan Direksi sebagai dua organ perusahaan yang menjalankan aktivitas perusahaan secara harian adalah berbeda. Tugas utama Dewan Komisaris pada intinya adalah sebagai pengawas dan pemberi saran, sementara itu tugas Direksi adalah melaksanakan keputusan RUPS, arahan dari Dewan Komisaris serta mengelola operasional perusahaan. Namun demikian, keduanya harus senantiasa berkoordinasi dan bekerja sama untuk mencapai tujuan dan kesinambungan usaha perusahaan dalam jangka panjang.

Dengan demikian, hubungan kerja Dewan Komisaris dan Direksi adalah hubungan check and balances terkait dengan pelaksanaan tugas dan tanggung jawab masing-masing dalam pengelolaan perusahaan dengan didasarkan pada prinsip keterbukaan dan saling menghormati. Untuk menyatukan pandangan dan memutuskan suatu persoalan penting menyangkut kelangsungan usaha dan operasional perusahaan, Dewan Komisaris dan Direksi mengagendakan pertemuan berkala.

Pengawasan dan pemberian nasihat oleh dewan komisaris dilakukan untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan. Tugas melakukan pengawasan tersebut meliputi segala hal yang terkait dengan kebijakan pengurusan oleh direksi, jalannya pengurusan yang dilakukan oleh direksi, baik mengenai perseroan maupun usaha perseroan. Dengan demikian, segala kebijakan yang diambil oleh Direksi menjadi ruang lingkup tugas pengawasan dewan komisaris. Di dalam praktiknya, terutama hal-hal yang berkaitan dengan rencana

118 Dave Ulrich, “Kepemimpinan: Dave Ulrich: Pemimpin itu Hanya Memberi, Tak Pernah Mengambil”, Kompas, 13 Maret 2012 118 Dave Ulrich, “Kepemimpinan: Dave Ulrich: Pemimpin itu Hanya Memberi, Tak Pernah Mengambil”, Kompas, 13 Maret 2012

Membangun kemampuan kompetensi Pemosisi Strategik membutuhkan waktu lama. Pengetahuan saja tidak cukup, karena harus diimplementasikan. Hasilnya juga nyata memengaruhi hasil bisnis. Oleh karena itu, keterikatan (engagement) antara karyawan dan atasan secara terus menerus adalah salah satu jalan utamanya. Salah satu ujian utamanya adalah kemampuan melakukan integrasi kelompok usaha yang didorong OJK. Dalam menghadapi pasar bebas ASEAN hanya empat bank dalam BUKU 4 yang dianggap layak menandingi bank ASEAN lainnya. Namun bisa diperhitungan juga BUKU 3 yang jumlahnya

telah meningkat dari 11 bank pada 2013 menjadi 15 bank pada 2014. 119

Sasaran human capital competency pertama yang dijalankan dan sistem manajemen yang diimplementasikan adalah kekayaan manusia yang berkinerja excellent (high perfoming human assets ). Untuk memastikan hal tersebut dicapai, perusahaan mendesain alat-alat pengukur bagi setiap sistem-sistem manajemen sehingga perusahaan dapat memastikan bahwa investasinya pada pengetahuan, keahlian dan perilaku, dapat memberikan nilai tambah pada kesuksesan kinerja perusahaan.

Ciri bisnis dinamis karena wilayah kerja global yang luas mengakibatkan ketidakpastian (uncertaincy), kompleksitas (complexity) dan konflik dalam organisasi (intra organizational conflict) berkembang subur. Ketidakpastian berkembang karena tuntutan customer dan aksi kompetitor juga membuat pasar sering bergolak. Sementara kompleksitas muncul sebagai konsekuensi regulasi dan policy yang sering tidak sinkron antara level daerah, nasional, dan regional. Akibatnya, persepsi dan worldview pemegang saham, manajemen, dan karyawan makin membentuk polarisasi yang memunculkan potensi konflik.

Di sisi lain, persaingan ketat era global akselerasinya makin cepat dengan pengembangan teknologi informasi. Akibatnnya, strandar kualitas dunia menjadi tekanan dari dalam maupun luar organisasi. Sudah saatnya mental sebagai perusahaan kampiun (corporate champion) bersanding dengan karyawan kampiun (employee champion) membangun organisasi dengan mental berkelimpahan

119 Otoritas Jasa Keuangan , 2014

(abundant organization), pemimpin dengan mental berkelimpahan (abundant leader), dan karyawan dengan mental berkelimpahan (abundant employee).

Karyawan kampiun dibentuk sebagai hasil interaksi profesional SDM yang memahami perannya sebagai pemimpin berkelimpahan. Hasilnya setiap karyawan dalam organisasi memiliki kompetensi profesional (certification) pada masing-masing fungsinya. Dalam kaitannya dengan sumber daya manusia (SDM) strategik, departemen SDM sudah melampaui peran sebagai mitra strategis, namun sudah mencapai pemosisi strategis. Manajemen perusahaan membangun dan mengembangkan competency dan kompetensi inti (core competency) melalui strategi penciptaan nilai manusia (employee value).

Proses penciptaan nilai menjadi daya saing tersebut dilakukan melalui pengembangan

yang mengembangkan kapabilitas dengan difasilitasi (bonding) organisasi membangun kompetensi organisasi (core competency). Empat kriterianya, yaitu: bernilai tambah (valueable), jarang dimiliki (rare), berbiaya tinggi untuk ditiru (costly to

imitate), 120 dan sulit tergantikan (nonsubstitutable) sesuai pemikiran Hitt. Realitas bisnis perlu dibarengi dengan komitmen dan koordinasi agar

menjadi tindakan nyata. Kemampuan mengeksekusi strategi berbasis kompetensi ini memperhatikan proses dan hasil secara berimbang. Memasuki era baru Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) pada 2015 perlu cara pandang baru di luar kredo efektivitas dan efisiensi.

Kiranya dunia bisnis perlu suatu “mandat baru”, yaitu efikasi. Efisiensi dan efektivitas saja tidak cukup, bisnis perlu efikasi (efficacy the ability to

produce a desired or intended result). Setiap pemimpin organisasi dan departemen menjadikan dirinya pemosisi strategis (strategic positioner) bagi segenap anak buah mereka.

Sudah selayaknya, organisasi bank sebagai agen perubahan (change agent) mengelola secara efektif kompetensi intinya. Artinya, dengan upaya pengembangan kompetensi inti, mereka mampu meningkatkan daya saing berkelanjutan. Proses untuk menghasilkan perubahan tersebut haruslah secara

120 Michael A. Hitt, Duane Ireland, dan Robert E. Hoskisson, 2009, Strategic Management: Competitiveness & Globalization , Boston Massachusetts: Harvard Business School Publishing.

kultural diinginkan serta dapat dilaksanakan (culturally desired and feasible intended ). Semboyan inovasi tiada henti, hendaknya bukan jargon, namun nyata aktualitas sebuah aksi.

Untuk memfasilitasi perubahan, pemimpin dan manajer harus memiliki keberanian, kepercayaan diri, integritas, kapasitas untuk menangani ketidakpastian dan kompleksitas. Kepemimpinan bukan masalah citra atau reputasi, Di samping itu, tentu kemauan untuk terus bertanggung jawab dalam pekerjaan mereka menjadi syarat mutlak.

Organisasi yang terus menjaga daya saing eskternalnya bertumpu pada rencana pengembangan SDM. Perencanaan sebagai sendi dan pondasi harus memerhatikan para aktor yang terlibat dalam manajemen. Pemikiran, gagasan, keberagaman pandangan (worldview atau weltanschauung) mereka perlu diakomodasi dalam upaya partisipasi dan pengembangan organisasi.

Ide dasar core competency mendorong manajer berpikir dari dalam ke luar, sama baiknya dengan berpikir dari luar ke dalam. Hal ini dikembangkan oleh

Hamel dan Prahalad 121 hampir 25 tahun lalu. Pertanyaan mereka what value, what new competencies dan implikasinya masih sangat relevan sampai saat ini.

Untuk itulah organisasi berusaha mengidentifikasi kelemahan atau `area of improvement` yang perlu ditingkatkan oleh SDM mereka. Hal ini merupakan sebuah reaksi normal yang pasti akan diambil oleh sebuah organisasi. Salah satunya adalah dengan menjadikan SDM puncak sebagai pemosisi strategik (strategic positioner). Pemosisi strategic sebagai, “ the ability to position your

organization to anticipate and match external implication 122 s” diwujudkan dalam upaya pendampingan pemimpin oleh pemimpin (stewardship). Pendampingan

oleh pemimpin menjadi pemimpin baru adalah upaya memberikan interpretasi konteks bisnis global. Secara khusus proses tersebut ditekankan pada cara pandang perusahaannya yang harus mengalami perubahan terus menerus.

Perusahaan harus dapat memetakan kekuatan yang dimiliki oleh sumber daya manusia yang mereka miliki. Dengan demikian mereka dapat memfokuskan

121 Hamel dan Prahalad, 1990 122 Dave Ulrich, Jon Younger, Wayne Brockbank, and Mike Ulrich, 2012, HR from the

Outside In: Six Competencies for the Future of Human Resources, New York: The RBL Institute & The McGrawHill Company.

pengembangan diri terhadap kekuatan yang dimiliki serta menempatkan mereka pada tempat atau pekerjaan yang sesuai. Pemimpin sebagai Pemosisi Strategis salah satu alternatif solusinya. Efikasi, efektifitas, efisiensi, etika, dan elegan adalah alat pengontrolnya. Pemahaman realitas bisnis dan aktualitas shareholder sebagai pondasi perlu diupayakan terus menerus melalui komunikasi yang makin holistik. Komunikasi bukan tidak lagi memadai dengan pendekatan konvensional selama ini. Aspek psikologi positif dan talenta neuro linguistik perlu dipertimbangkan sebagai soluasi alternatif.

Bila semua kondisi tersebut di atas sudah dilakukan, bisnis menjadi lebih baik. Bahkan organisasi dan individu di dalamnya bisa memiliki mental yang berkelimpahan (abundant organization). Abundant organization menjamin bertumbuhnya abundant leader dan abundant people. Buahnya kesejahteraan bersama karena tiap individu sudah menjadi kampiun perubahan sehingga semua menjadi kampiun yang sesungguhnya

Integrasi pengawasan grup usaha keuangan yang makin menggurita oleh OJK tidak perlu ditanggapi dengan kecurigaan. Faktanya, hampir setiap bank memiliki anak perusahaan seperti asuransi, multifinance, dan lembaga keuangan lainnya. OJK bersama BI sebagai pengawas juga sekaligus bertugas melindungi masyarakat dan sektor riil. Pertumbuhan laba berkelanjutan, aset berkualitas, dan peningkatan kualitas produk dan layanan tidak terjamin bila integrasi sektor keuangan tidak dioptimalkan dalam interaksi dinamis. Sifat sistemik ini yang masih perlu disadari oleh segenap pelaku bisnis.

Kesimpulan pembahasan tentang kompetensi SDM pemosisi strategik melalui SSM memberikan peneguhan bahwa di dalam organisasi setiap individu harus memiliki kesadaran diri (self awareness) maupun kesadaran lingkungan sehingga memiliki merek pribadi (personal brand) atau bahkan merek pemimpin

(leadership brand). 123 Hal ini diperoleh dengan mengembangkan diri secara strategis melalui pemahaman kebutuhan pelanggan dengan menciptakan nilai

tambah secara inovatif dan terintegrasi dalam dialog dan interaksi pribadi, antarpribadi dan kelompok dalam organisasi. Oleh karena itu riset ini mendorong

123 Dave Ulrich, Jon Younger, Wayne Brockbank, and Mike Ulrich, 2012, HR from the Outside In: Six Competencies for the Future of Human Resources, New York: The RBL Institute

& The McGrawHill Company.

kepada kesimpulan pentingnya integrasi vertikal merek pemimpin (leadership brand) dengan merek personal/pegawai (personal/employee brand). Proses pembelajaran kepemimpinan menggunakan berbagai alat manajemen yang terus menerus berkembang. Penelitian ini menemukan beberapa pengetahuan terkini

bidang ilmu psikologi seperti grafologi, NLP dan psikologi positif 124 digunakan frontliner (teller service, customer service, security service) maupun back office.

Pendekatan tersebut dilakukan untuk kegiatan utama organisasi bank dalam pengumpulan dana (funding) maupun pemberian kredit (lending). Pada dasarnya upaya yang dilakukan adalah mendalami dan menumbuhkan pemimpin bisnis dari pikiran sadar (conscious mind), pikiran pra sadar (pre conscious mind) dan pikiran bawah sadar (unconscious mind) secara holonik. Yang ingin dijangkau adalah kompetensi SDM aktivis kredibel.