8 Kegiatan Kompetensi MSDM sebagai Sistem Kerja Berkinerja Unggul

Tabel 4.8 Kegiatan Kompetensi MSDM sebagai Sistem Kerja Berkinerja Unggul

RD 3: Sebuah sistem yang dimiliki dan diproses oleh divisi human capital organisasi bank untuk membangun sistem kerja berkinerja unggul (SKKU) dalam peranannya sebagai 1)

pembangun kapabilitas(capability builder), 2) kampiun perubahan (change champion), 3) Inovator dan integrator SDM (HR Innovator and integrator) serta 4) proponen teknologi (technology proponent) (P), dengan melaksanakan program formal pendidikan, pelatihan, dan pengembangan (Q) maupun informal (coaching, mentoring dan empowering), dalam rangka mencapai tujuan perusahaan yaitu menjadikan setiap karyawan sebagai high performer yang terampil, profesional, berintegritas, dan berperilaku etis sebagai bankir (R).

Keg 1 Menyusun arsitektur SKKU dengan departemen HC berperan utama dalam empat faktor: 1) pembangun kapabilitas, 2) kampiun perubahan, 3) Inovator dan integrator SDM serta 4) proponen teknologi dilaksanakan setiap manajer lini melalui keterampilan manusiawi situational coaching berbasis talenta.

Keg 2 Memetakan kebutuhan pelatihan dan pengembangan yang menciptakan nilai (value creation) kompetensi SDM yang bercirikan empat faktor (valuable, rare, costly to imitate, nonsubstituable)

Keg 3a Membuat road-map program pembelajaran, pelatihan, dan pengembangan SKKU sesuai dengan aliran pemikiran bidang bisnis (school of thought/business academy) organisasi berdasarkan prioritas dan urgensinya.

Keg 3b Menentukan term of reference (TOR) pelatihan SKKU: kapitalisasi organisasi; pengelolaan perubahan organisasi; optimasi dan integrasi organisasi; penggunaan teknologi informasi dan komunikasi yang dikembangkan menjadi kurikulum berdasarkan praktik terbaik internal dan eksternal.

Keg 4 Melaksanakan pelatihan dan/atau pengembangan Keg 4a

Memfasilitasi pelatihan, pengembangan dan coaching bidang sesuai TOR dalam kesepakatan kerja terintegrasi dengan pembelajaran interaktif manajemen pengetahuan menuju universitas perusahaan (corporate university).

Keg 4b Menyusun materi/sosialisasi/ SOP serta menentukan trainer internal bersertifikat dan memfasilitasi pelaksanaan proses pelatihan, pengembangan, konsultasi, dan coaching sesuai TOR

Keg 5a Mengevaluasi hasil pembelajaran dan pemberian feedback dan mengukur hasil pelatihan dan pembimbingan bekerja sama bagian kinerja strategik. Keg 5b

Melaporkan hasil pembelajaran/perubahan untuk pertimbangan staffing strategis dan sekaligus merupakan rapor (dashboard) kinerja SDM dalam organisasi yang seimbang (human resources scorecard-HR Scorecard).

Keg 6 Melaporkan ke otoritas pengawasan serta memantau penilaian dari otoritas pengawasan, lembaga pemeringkat, masukan konsultan, dan asosiasi untuk perbaikan pada siklus selanjutnya.

Sumber: diolah oleh peneliti

Universitas Indonesia

Kompetensi MSDM pemosisi strategik diimplementasikan dalam peran pemimpin sebagai transformator organisasi dari HRM ke HCM. HCM mempunyai ciri kuat pada pengelolaan dan pengukuran HR secara sistemik dan holistik terkait dengan hasil bisnis dan lingkungan. Direktur HC dan pimpinan unit kerja sebagai strategic positioner memimpin transformasi dari HRM ke HCM, yaitu pengelolaan HR secara sistemik dan holistik terkait dengan hasil bisnis.

Sistem pemosisi strategik menjadi tuntutan dan tuntunan para pemimpin bisnis. Dalam organisasi perbankan, pemimpin ditentukan pada rapat umum pemegang saham (RUPS) karena fungsinya sebagai pembawa perubahan (navigation change) dalam bisnis dan pengelolaan manusia (people management). Sebagai business manager seorang pemimpin bank dituntut untuk mempunyai kemampuan kepemimpinan wirausaha (entrepreneurial leadership). Pemimpin jenis ini concern dan penuh semangat berupaya untuk mencapai target bisnisnya.

Untuk menjalankan peran tersebut pemimpin bank berani mengambil risiko, antusias dan kreatif, cenderung oportunis dan cepat bertindak, tidak menyukai hirarki dan birokrasi. Dalam pembahasan Makhijani ditekankan perbedaan perilaku pemimpin era industri dan era pengetahuan seperti dijelaskan

dalam model Senn-Delaney Model of Leadership Behavior 59 yang menekankan empowerment , relationship, komitmen pembelajaran, respek, kolaborasi, dan

kerja tim. Untuk kepemimpinan pada tingkat menengah dan lini, Makhijani menekankan empat hal: strategi, serba sistem, struktur, dan budaya seperti pemikiran Saint-Onge dan Armstrong. Model pemimpin dalam conductive organization tersebut menekankan pentingnya karakter yang dapat dibedakan menjadi positif, negatif, bisa positif atau negatif tergantung budayanya. Untuk budaya positif yang bersifat universal antara lain: trustwothy, encouraging, honest, decisive, communicative, dan dependable. Hal ini sejalan dengan leadership brand dan aktivis kredibel yang dikembangkan Ulrih dan kawan- kawan seperti sudah dijelaskan pada Bab II gambar 2.15, 2.16 dan 2.19.

59 Makhijani, Naresh, Krishnan Rajendran, dan James Creelman., (2009), Managing Human Capital in Indonesia: Best Practices in Aligning People with Strategic Goals , Jakarta:

Azkia Publisher., pp. 141-144

Pada hemat peneliti ada hal yang perlu digarisbawahi terkait dengan peran pemimpin yang mendorong tumbuh berkembangnya kepemimpinan wirausaha di perbankan. Pertama adalah perspektif visioner dan kedua adalah orientasi hasil yang mendorong pemimpin lebih menyukai aktivitas membangun hubungan dengan external customer untuk memahami kebutuhannya. Kedua alasan ini menjadi daya dorong yang luar biasa dalam membentuk karakter dan keputusan. Pemimpin dan hasil yang diharapkan customer menjadi rantai komunikasi yang harus selalu dikelola dan dikontrol. Kemampuan pemimpin dalam komunikasi menentukan keberhasilannya.

Para pimpinan organisasi bisnis perbankan mulai menyadari bahwa untuk bisa beradaptasi dengan kondisi bisnis yang terus berkembang, ekspektasi pelanggan maupun pemangku kepentingan yang beragam harus diperhatikan. Mereka telah mulai memikirkan strategi yang berorientasi pada masa depan sekaligus menggali dan mentransformasi aspirasi menjadi aksi nyata. Aksi tersebut telah mulai diupayakan pengukuran efektivitasnya. Ini didukung oleh

teori dan pernyataan Ulrich 60 tentang tiga faktor sukses transformasi: Yang pertama adalah talent yang memiliki kompetensi, komitmen dan

kontribusi secara aktif untuk perusahaan. Kedua, perusahaan juga perlu menetapkan sebuah budaya yang mendorong terbentuknya sebuah identitas karyawan yang selaras dengan strategi yang diterapkan. Yang terakhir adalah kepemimpinan (leadership) mumpuni dan bisa mengerahkan karyawan kepada strategi yang tepat.

Kompetensi yang akan mendongkrak reputasi dan kinerja bisnis adalah kemampuan dan keaktifan untuk membangun kepercayaan dengan pimpinan bisnis atau orang-orang kunci dari kesuksesan bisnis. Kemampuan dan keaktifan orang-orang kunci dalam bisnis tersebut diperoleh dari karyawan karena pengaruh, kepemimpinan, dan keteladanan.

Dunia perbankan telah banyak berubah menjadi semakin kompleks, penuh ketidakpastian dan perubahan. Semunya ini terjadi semakin cepat. Dalam satu

kata, kondisi tersebut disingkat oleh Ulrich 61 dengan akronim VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, Ambiguity ). Akronim ini awalnya adalah istilah dalam

60 61 idem 60 61 idem

Pemimpin sebagai pemosisi strategik juga berperan sebagai pelaksana rencana kerja dan bisnis (execution business strategy). Dalam mengeksekusi bisnis, pemimpin sering berhadapan dengan situasi sulit terhadap internal customer maupun external customer. Untuk alasan efisiensi perbankan masih berhadapan dengan persoalan alih daya (outsourcing), sedangkan dalam rangka ekspansi usaha banyak terkait masalah pemberian kredit yang terkait dengan risiko bisnis.

Sebagai aktivis terpercaya (credible activist) pemimpin bertindak secara etis dan elegan atas dasar kesadaran (awareness) pribadi dalam berelasi dan memberikan pengaruh untuk mendapatkan hasil bisnis. Kode etik bankir yang berjumlah sembilan menjadi acuan yang tak bisa ditawar lagi dalam membangun subsistem-subsistem.

Konkretnya, sebagai pembangun sistem, departemen SDM menjalankan peran: capability builder, change champion, inovator dan integrator SDM, dan technology proponent. Seluruh pimpinan dan staf sebagai credible activist melakukan penyadaran (awareness) bahwa profesional HR berelasi dan memberikan pengaruh untuk mendapatkan hasil bisnis. Hal tersebut harus bertumpu pada kekuatan individu dalam orgnisasi.

Menjadi organisasi yang berbasis kekuatan merupakan hal yang sudah tidak dapat dihindari lagi di dalam kompetisi bisnis yang semakin ketat saat ini. Aset organisasi bukanlah SDM yang dimiliki organisasi, tetapi kekuatan yang dimiliki SDM-lah yang menjadi aset organisasi. Organisasi harus dapat memetakan kekuatan yang dimiliki oleh SDM yang mereka miliki dan menfokuskan Menjadi organisasi yang berbasis kekuatan merupakan hal yang sudah tidak dapat dihindari lagi di dalam kompetisi bisnis yang semakin ketat saat ini. Aset organisasi bukanlah SDM yang dimiliki organisasi, tetapi kekuatan yang dimiliki SDM-lah yang menjadi aset organisasi. Organisasi harus dapat memetakan kekuatan yang dimiliki oleh SDM yang mereka miliki dan menfokuskan

Hasil survei dari Gallup menunjukan organisasi yang berbasis kekuatan mengalami peningkatan dalam hal produktivitas, layanan pelanggan dan juga

penurunan dalam turn over karyawan. Marcus Buckingham 62 memiliki metode sederhana yang dapat dengan mudah mengidentifikasi kekuatan yang dimiliki

oleh individu dalam sebuah organisasi. Kekuatan karyawan di dalam organisasi dapat diidentifikasi sebagai berikut:

a) ketika melakukan pekerjaan mereka merasa efektif; b) sebelum melakukannya, mereka secara aktif berharap untuk melakukannya; c) ketika melakukannya, mereka merasa terfokus; dan d) setelah melakukannya mereka merasa puas. Dengan memahami bagaimana cara mengidentifikasi kekuatan tersebut organisasi dapat dengan mudah menempatkan karyawan mereka di tempat yang tepat agar meningkatkan kinerja organisasi.

Kompetensi manajer di dalam mengeksekusi strategi menjadi sangat penting. Salah satu kompetensi utama yang diperlukan oleh seorang manajer lini adalah membuat sesuatu menjadi nyata (making things happens). Untuk mewujudkannya diperlukan sebuah rasa keterdesakan (sense of urgency). Keterdesakan akan permintaan customer mampu mendorong manusia mencapai kinerja titik maksimalnya. Secara reflek hal ini, menumbuhkan sistem pertahanan diri dalam organisasi. Keputusan sehari-hari yang dibuatknya menjadi kebiasaan efektif karena kemampuan daya cipta dari talenta yang dimiliki.

Banyak manajer lini yang tidak berhasil menerjemahkan dan mengimplementasikan strategi yang telah dibuat top manajemen pada level operasional karena tidak mampu menciptakan (sense of urgency). Hal yang dilakukan oleh manajer merupakan bentuk dari kompetensi daya cipta. Manajer memberikan kesadaran bahwa jika mereka tidak bisa menumbuhkan talenta, maka mereka tidak akan pernah mencapai produktivitas maskimal.

Kompetensi Aktivis kredibel menjadi cara pandang baru dalam pengelolaan SDM, khususnya kompetensi SDM berdasarkan kekuatan bakatnya. Pemetaan

62 Buckingham, 1999, First, Break All The Rules with Curt Coffman; Simon & Schuster 62 Buckingham, 1999, First, Break All The Rules with Curt Coffman; Simon & Schuster

melejitkan potensi yang sesungguhnya (unleashing true potentials) diperlukan pemahaman talenta dari segenap pegawai dalam organisasi. Hakikat talenta dalam hal ini menjadi pemahaman baru terkait kinerja individu atau produktivitas organisasi.

Pembangunan sistem kerja berkinerja unggul (SKKU) adalah peran pemimpin dalam membangun sistem dan kemampuan anak buah dan melaksanakan coaching (develop other & coaching). Untuk itu, departemen HCM berperanan sebagai agen perubahan menjadi partner strategik pembangun sistem yang menjadikan unit kerjanya sebagai: capability builder (training: soft skill, etchical skills, managerial skill), change champion (knowledge: seminar, workshop, diskusi panel, sosialisasi, OJT, dll.) , inovator dan integrator SDM, dan technology proponent.

Ada dua hal penting sebelum membangun sistem, yaitu kemampuan mengelola manusia (managing people) dan keterampilan manusia (people skills). Kemampuan mengelola aspek manusia terkait dengan kemampuan perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), penempatan staf (staffing/leading), pengendalian (controlling), dan pencapaian (achieving) kerja atau dapat disingkat POSCA atau POLCA. Sedangkan keterampilan manusia meliputi keterampilan individu (personal skills), keterampilan antarindividu (interpersonal skills) dan keterampilan kelompok (group skills). Keterampilan manusia tersebut terwujud dalam kemampuan memahami potensi (talent) diri, mengelola perubahan, penguasaan tugas (mentoring), dan pengeksekusian berkelanjutan (coaching). Harmonisasi sistem aktivitas tersebut menjadi tanggung jawab bersama segenap stakeholder organisasi.

Kenyataannya banyak organisasi mengalami kesulitan untuk mengembangkan orang-orang di dalam organisasi. Pelatihan-pelatihan yang telah dijalankan seakan kurang memiliki dampak yang signifikan terhadap pertumbuhan organisasi. Apa yang salah terhadap pelatihan yang dijalankan?

63 Abah Rama memodifikasi Stength based Talent Model dari Gallup (2005) dengan Human Sigma sehingga memunculkan 34 tema bakat berdasarkan.

Padahal departemen pelatihan yang cukup besar dan lengkap sudah didukung dengan dana cukup besar. Mereka juga selalu mengundang trainer-trainer dari luar organisasi. Namun demikian, masih banyak alternatif yang bisa dikembangkan.

Sebenarnya, tidak ada yang salah terhadap pelatihan yang telah dijalankan dengan menggunakan trainer dari luar organisasi karena pada dasarnya sebuah pelatihan dengan trainer dari luar organisasi juga sangat diperlukan dalam mengembangkan kompetensi orang-orang di dalam organisasi. Begitu juga dengan mengembangkan trainer internal juga tidak ada salahnya. Kebanyakan orang selalu melihat bahwa proses pelatihan hanya semata-mata dinilai pada aktivitas pelatihan yang ada, terutama interaksi langsung antara trainer dengan peserta pelatihan memahami materi pelatihan yang telah disusun. Harus disadari, proses pelatihan tidak hanya semata-mata bergantung pada interaksi antara trainer dan peserta saja. Proses pelatihan harusnya juga bersifat menyeluruh (front to end ). Proses pelatihan menyeluruh antara lain meliputi tiga hal. Pertama, aktivitas prapelatihan, yaitu aktivitas berupa welcoming note, peserta diberikan bahan bacaan, informasi pendahuluan serta tugas pendahuluan sebelum pelatihan dimulai. Kedua, aktivitas pelatihan, yaitu aktivitas berupa pemberian materi pelatihan yang disusun dengan prinsip pembelajaran orang dewasa dengan komposisi praktik lebih besar dibandingkan teori melalui interaksi langsung dengan trainer. Ketiga, aktivitas setelah pelatihan, aktivitas ini dapat berupa tugas yang diberikan kepada peserta untuk periode waktu tertentu dengan menggunakan buku kerja yang kemudian dilakukan monitoring atas pengerjaannya yang juga berkaitan langsung dengan pekerjaannya.

Pemilihan trainer yang tepat dibutuhkan untuk menyempurnakan proses pelatihan. Untuk pembelajaran yang baik diperlukan seorang trainer yang mampu

berperan sebagai „fasilitator‟ yang menjembatani antara pengetahuan yang diberikan dengan peserta yang mengikuti pelatihan. Namun demikian, peran manajemen juga tidak kalah pentingnya dalam kesuksesan sebuah pelatihan. Manajemen diharapkan dapat memberikan dukungan terhadap peserta pelatihan berupa: dukungan awal sebelum pelatihan. Pada tahap ini, manajemen bertemu dengan calon peserta pelatihan dan menginformasikan tujuan pelatihan serta yang berperan sebagai „fasilitator‟ yang menjembatani antara pengetahuan yang diberikan dengan peserta yang mengikuti pelatihan. Namun demikian, peran manajemen juga tidak kalah pentingnya dalam kesuksesan sebuah pelatihan. Manajemen diharapkan dapat memberikan dukungan terhadap peserta pelatihan berupa: dukungan awal sebelum pelatihan. Pada tahap ini, manajemen bertemu dengan calon peserta pelatihan dan menginformasikan tujuan pelatihan serta yang

Pemilihan peserta diharapkan telah disesuaikan dengan kebutuhan pengisian kompetensi gap yang ada berdasarkan „individual development plan‟ yang telah direncanakan pada saat performance appraisal, tidak hanya berdasarkan pemenuhan unsur Key Performance Indicator (KPI) dalam mengikuti jumlah topik ataupun hari pelatihan yang ditetapkan oleh manajemen.

Kerja sama harmonis antara HR department dengan para line manager jarang terjadi di dunia organisasi pada umumnya. Hal ini, terjadi karena para line manager digantikan dengan penerusnya yang tidak memahami „history‟ perkembangan fungsi HR department. Akibatnya, mereka cenderung menganggap bahwa HR department- lah yang bertanggung jawab atas „semua‟ isu karyawan. Untuk itu, perlu diberikan pemahaman kepada para line manager tentang fungsi pengelolaan SDM dan perbedaan peran mereka sebagai line manager dengan peran HR department.

Untuk lebih mendalami model konseptual kompetensi SDM peneliti meminjam miniatur dunia perbankan Indonesia pada pengelolaan SDM Bank BTN seperti sudah dijelaskan pada bagian subjek penelitian untuk tujuan problem solving. Hal tersebut, dilakukan karena keterbukaan di perbankan tidak mudah implementasinya terkait dengan risiko dan kepercayaan. Namun demikian, karena pengawasan industri perbankan diatur dengan sangat ketat sebagai pencegahan dampak sistemik, maka situasi dan tantangan SDM pada semua organisasi perbankan relatif sama saja. Beberapa hal bisa lebih didalami ketika peneliti fokus pada Bank BTN.