Kompetensi Inti, Kompetensi Sumber Daya Manusia, dan Kompetensi Pegawai dalam Kinerja Organisasi

2.2 Kompetensi Inti, Kompetensi Sumber Daya Manusia, dan Kompetensi Pegawai dalam Kinerja Organisasi

Kompetensi diteliti Spencer 29 dari sisi psikologi, sedangkan yang memperkenalkan pertama kali adalah Boyatzis. 30 Boyatzis mendefinisikan kompetensi sebagai “An underlying characteristic of an employee (i.e., a motive, trait, skill, aspect of one‘s self-image, social role, or a body of knowledge) which results in superior performance. ‖ Sementara itu istilah kompetensi SDM (human

resource competency 31 atau HR competency) mulai dipakai oleh Ulrich dari sisi organisasi atau manajemen SDM. Pengertian Spencer yang membedakan

kompetensi menjadi hard competency (meliputi knowledge dan skills) serta soft competency (behavior, attitude, self concept, motive, dan trait) dipakai juga dalam kompetesi SDM.

Dengan merangkum definisi tersebut kompetensi dapat dianalisis subjek penelitian yang dikelompokkan dan diposisikan sebagai keunggulan individu, kelompok, maupun organisasi. Penjelasan tersebut disampaikan oleh Caldwel dalam penelitiannya.

It also allowed competences to be hierarchically defined and rated by levels of proficiency, position and performance: ‗essential‘, ‗core‘ or ‗foundational‘ competencies were contrasted with ‗differential

29 Kompetensi yang dimaksud mengacu kepada konsep Spencer, LM dan Spencer S.M., Competence at Work , John Wiley and Sons Inc., Canada, 1993. 30 Boyatzis, 1982, 21 31 Ulrih, Dave, “Human Resources Champion”, (1997). Peta situasi dan tantangan SDM

dekade ini dan masa depan menurutnya terdiri atas delapan hal: (1) globalisasi, (2) value chain, (3) profitabilitas, (4) kapabilitas, (5) perubahan, (6) teknologi, (7) kompetensi (8) modal intelektual, serta (9) transformasi.

competencies‘ that distinguished superior from average performance, and there were also higher level ‗strategic competencies‘ that appeared to be vital to organizational performance and competitive success. 32

Dengan demikian mengacu pendapat Boyatzis dan penjelasan Caldwel tersebut, kompleksitas kompetensi sudah terlihat dari hirarkinya. Apabila dikaitkan dengan kinerja, dikenal istilah: essential competency, core competency, dan foundational competency yang dikontraskan dengan differential competencies dan strategic competencies yang lebih luas. Untuk itulah pembahasan dimulai dengan yang luas, yaitu daya saing organisasi (organization competitiveness), dilanjutkan kompetensi inti (core competency), kompetensi SDM (human resource competency), dan kompetensi karyawan (employee competency).

Daya saing organisasi (organization competitiveness) tidak dapat dipisahkan dari MSDM sebagai salah satu strategi dengan kompetensi inti (core competencies) yang dikembangkannya. Hitt menyatakan, ―Strategic competitiveness is achieved when a firm successfully formulates and implements a value-creating strategy. 33 ‖

Di samping itu juga harus diperhatikan kapabilitas organisasi (organization capabilities ), yaitu ―…the sets of competencies needed to effectively compete in knowledge economy 34 .” Sekumpulan kompetensi ini (kemampuan) perlu

diidentifikasi dan dikenali sumbernya. Akan tetapi yang lebih penting untuk mencapai keberhasilan terletak pada kemampuan mengembangkan dan menerapkan kapabilitas mereka dan mencocokkannya dengan peluang pasar. Kompetensi SDM dikembangkan bersumber dari strategi bisnis organisasi.

MSDM dapat meningkatkan kontribusinya terhadap efektivitas organisasi dengan mengelola peran kunci dalam menciptakan nilai kapabilitas strategis. Penciptaan kapabilitas dilakukan melalui kebijakan SDM yang konsisten, program, dan praktik SDM. Untuk itu praktisi SDM harus terlibat dalam identifikasi kompetensi kunci (key competencies) yang diperlukan untuk mengeksploitasi kapabilitas organisasi serta mengembangkan kompetensi dalam mencapai strategi organisasi.

32 Caldwell, 2010 33 Michael A. Hitt, Duane Ireland, dan Robert E. Hoskisson, Op.Cit., p. 4

34 Dave Ulrich, 1997, “Human Resources Champion”, Boston Massachusetts: Harvard Business School Press., pp

Di sisi organisasi berkembang konsep analisis rantai nilai (value chain analysis) 35 . Dalam rantai nilai Porter tersebut, inbound logistik, operasi dan

produksi, outbound logistik, pemasaran dan penjualan serta layanan dikategorikan sebagai kegiatan utama. Kegiatan sekunder meliputi pengadaan, manajemen SDM, pengembangan teknologi dan infrastruktur. Oleh karena itulah core competency dan value chain analysis dalam strategi SDM bersifat inklusif bukan untuk dipertentangkan. Dengan demikian, core competence merupakan bagian integral dari MSDM dalam konteks Value Chain.

Gambar 2.3 Analisis Rantai Nilai

Sumber: Porter, 1985

Dengan demikian, tantangan setiap organisasi adalah menentukan dan membangun daya saing strategis yang bernilai tambah bagi customer baik internal

maupun eksternal. 36 Hal ini sejalan dengan kerangka dasar manajemen strategik yang terdiri atas: arsitektur strategi, transformasi strategi, dan implementasi

strategi. 37 Aliran proses value chain, menempatkan manusia pada peran penting.

Selanjutnya, hal ini akan dikembangkan dengan training dan pengembangan yang manfaat dan nilainya terasa bagi organisasi. Secara umum manfaat yang dicapai adalah: kinerja perusahaan baik dalam profitabilitas maupun lainnya, proses dan

35 Michael Porter, 1985, Competitive Advantage: Creating and Sustaining Superior Performance, New York: Simon and Schuster.

36 Erik Hoekstra, 2003, “An Exploration of the value profit chain for training transfer: study of relationship of workplace transfer climate to business goals and objectives in one firm‖, Iowa:

Iowa State University. 37 Jemsly Hutabarat dan Martani Huseini, (2012), Strategi Pendekatan Komprehensif dan

Terintegrasi ―Strategic Excellence‖ dan ―Operational Excellence‖ Secara Simultan, Jakarta: UI Press-Departemen Ilmu Administrasi FISIP UI., pp. 59-65

partisipasi manajemen meningkat, pengambilan keputusan lebih cepat dan tepat, sikap dan perilaku pemangku kepentingan (stakeholder) sesuai dengan visi dan misi organisasi, serta memiliki kelenturan dalam merespon perkembangan dan

kecenderungan di masa depan. 38

2.2.1 Pengertian Kompetensi Inti (Core Competence)

Dari sisi departemen SDM, sudah sejak lama berkembang cara pandang baru dalam mengelola aspek manusia dalam organisasi dengan teori human capital. Salah satu peneliti yang berpengaruh besar saat ini di Indonesia, Ulrich menyatakan

bahwa human capital merupakan fungsi dari 39 ―competence x commitment‖ . Dalam penelitiannya yang dibukukan, Human Resource Champion, teori human capital

ditandai dengan upaya memberikan fokus kepada strategi sumber daya, pengembangan SDM, strategi imbal jasa dan kinerja.

Dalam kaitannya dengan SDM strategik, departemen SDM menjadi mitra top level management dalam membangun dan mengembangkan strategi dalam aspek manusia (employee value), seperti dikatakan oleh Hitt, “A strategy is an integrated and coordinated set of commitments and actions designed to exploit core competencies and gain a competitive advantage. ‖ Proses penciptaan daya saing dan kompetensi inti dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 2.4 Penciptaan Daya Saing dan Kompetensi Inti Organisasi

Sumber: Hitt, 2009, 98

Dengan memperhatikan proses dan hasil daya saing serta kompetensi inti

38 Heskett, J.L., Sasser,W.E., & Schlesinger, L.A., 2003, The Value Profit Chain Model, 39 Dave Ulrich, 1997, “Human Resources Champion”, Boston Massachusetts: Harvard

Business School Press., pp 2-14.

secara berimbang, organisasi memiliki keunggulan dibandingkan pesaingnya. Selanjutnya Hitt menyatakan juga bahwa kompetensi inti sering dapat dilihat dari fungsi organisasi, “Core competencies are resources and capabilities that serve as

a source of competitive advantage for a firm over its rivals. Core competencies are often visible in the form of organizational functions. 40 ‖ Sudah selayaknya, bank

sebagai agen perubahan mengelola secara efektif kompetensi intinya dan sekaligus mengembangkan kompetensi inti yang baru untuk meningkatkan daya saing di masa yang akan datang. Beberapa hal yang penting diperhatikan dalam pengembangan kompetensi tersebut ditekankan oleh Hitt:

To facilitate developing and using core competencies, managers must have courage, self-confidence, integrity, the capacity to deal with uncertainty and complexity, and a willingness to hold people accountable for their work and to be held accountable themselves.Thus, difficult managerial decisions concerning resources, capabilities, and core competencies are characterized by three conditions: uncertainty, complexity, and intra

organizational conflicts 41 . (Garis bawah oleh peneliti).

Dalam perkembangan lingkungan organisasi saat ini, ketidakpastian (uncertaincy), kompleksitas (complexity) dan konflik dalam organisasi (intra organizational conflict ) berkembang terutama karena wilayah kerja yang luas. Persaingan yang ketat era global dengan ciri utama pengembangan teknologi mengakibatkan tekanan dari luar organisasi maupun dari dalam perlu dikelola sama baiknya.

Gambar 2.5 Tiga Kondisi Lingkungan Organisasi

Sumber: Hitt, 2009, 101

Organisasi yang terus menjaga daya saing eskternalnya antara lain bertumpu pada rencana pengembangan SDM. Para pihak yang terlibat dalam manajemen perlu diakomodasi pemikiran mereka dalam upaya partisipasi dan pengembangan

40 Michael A. Hitt, Duane Ireland, dan Robert E. Hoskisson, Op.Cit., p. 17 41 Ibid., p. 101

organisasi. Pendekatan strategik SDM mutlak diperlukan untuk meningkatkan kapabilitas organisasi.

Hal ini ditegaskan oleh Hitt ”Corporate-level core competencies are complex sets of resources and capabilities that link different businesses, primarily

through managerial and technological knowledge, experience, and expertise. 42 ‖ Ide dasar core competence mendorong manajer berpikir dari dalam ke luar, sama

baiknya dengan berpikir dari luar ke dalam. Hal ini dikembangkan oleh Hamel dan Prahalad 43 yang mempertanyakan what value, what new competencies dan

implikasinya. Pemikiran ini makin mendesak bila dikaitkan dengan globalisasi.

2.2.2 Kompetensi Sumber Daya Manusia (Human Resource Competency)

Profesionalisasi individu pada departemen SDM sudah sejak lama diteliti dan dikembangkan antara lain oleh American Society for Training and

Development (ASTD) 44 . Hasilnya antara lain adalah sebuah model kompetensi profesional SDM dalam fungsi pengembangan sebagai fasilitator atau trainer

pelatihan. 45 Model ini terdiri atas dua bagian besar, yaitu: (1) kompetensi dasar dan (2) area keahlian khusus.

Kompetensi juga diteliti oleh Goleman 46 yang membandingkan penelitian Boyatzis, Spencer, McClelland, dan Flezter Consortium. Model kompetensi

diperlukan untuk memperjelas ekspektasi jabatan, produktivitas, serta mendukung penyesuaian terhadap perubahan. Model yang dihasilkan menjadi benchmark bagi individu untuk mengembangkan diri sesuai tuntutan lingkungan organisasi. Salah satu upaya pada level manajer yaitu emotional intellegent competetence (EIC) yang meliputi: achievement, affiliation, power, management, cognitive, dan personal effectiveness. Penelitian ini merangkum dan memetakan kompetensi manajer yang juga berlaku untuk kompetensi MSDM.

42 Hitt, Op.Cit., p. 187 43 Gary Hamel & CK Prahalad, 2013, Competing for The Future, New Delhi: McGraw-Hill

Education. 44 http://www.astd.org/Certification/Competency-Model#

45 Idem 46 Goleman, 2001

Tabel 2.6 Kompetensi Generik Jabatan Manajer

EIC Cluster Boyatsis

Spencer

McClelland

Fetzer Consortium

Achievement Efficiency Orientation

Achievement Motivation Innovativeness

Initiative (self-direction, self- Attention to Detail

initiative

Initiative

Concern for

motivation)

Conscientiousness

Order and Quality

Affiliation Empathy

Customer Service Customer Service Customer Service Orientation

Orientation

Teamwork and

Teamwork and

Team Building/Teamwork

Cooperation

Cooperation

Collaboration and Cooperation

Power Persuasiveness

Impact and

Impact and

Influence

Written Communication Influence

Influence

Effective (Oral)

Oral Communication

Building Bonds

Handling Relationships Negotiating

Building

Building

Conflict Management! Negotiation

Developing Others

Developing

Developing

Coaching and Developing

Others

Others

Teaching Others

Group Management

Team Leadership Team Leadership Leadership

Change Catalyst Managing Diverse Workforce Leveraging Diversity Managing Human Resources

Cognitive Quantitative Analysis

Analytic Thinking Analytic Thinking Analytic Thinking

Planning

Conceptual Thinking

Using Technology

Technical Expertise

Personal Self Confidence Self Confidence Self Confidence Self Confidence (self- Effectiveness

esteem)

Self Control

Self Control

Optimism and Hope Self Control (Self- Management. Managing Emotions, Stress Tolerance)

Social Objectivity

Commitment New: Integrity

Honesty/Integrity Trustworthiness

Accurate Self Emotional Self Awareness Assessment Sumber: Chemise & Goleman, 2001 diolah dari Boyatzis, 1982; Boyatzis, Cowen, & Kolb, 1995;

spencer& Spencer, 1993; McClelland, 1996: Goleman, 1998

Kompetensi sering dikaitkan dengan jabatan yang bersifat diupayakan (nourture), sementara talenta (talent) bersifat alami (nature). Upaya tersebut petama-tama menjadi tugas setiap manajer SDM. Pengenalan dan penyadaran talenta adalah pondasi untuk pengembangan. Oleh karena itu, fungsi lini manajer di semua level manajemen, terutama tingkat madya perlu dikembangkan karena bersifat sentral. Sebab, kompetensi manajerial ini sekaligus menjiwai departemen yang dipimpinnya. Kompetensi manajerial tersebut bukan hanya dimiliki oleh departemen SDM saja, namun semua manajer yang memiliki anak buah.

Kompetensi matrix dalam organisasi menurut Banff Centre Competency Model 47 yang terdiri atas enam kompetensi: penguasaan diri (self mastery),

futuring, pemaknaan (sense making), desain tindakan cerdas (design of intelligent action), penyelarasan orang untuk bertindak (aligning people to action), dan pembelajaran adaptif (adaptive learning). Keenam kompetensi tersebut masing- masing terdiri atas empat factor yang menyusunnya. Pertama, kompetensi self mastery meliputi kesadaran diri, pengembangan diri, disiplin diri, kewenangan bertindak atas diri sendiri. Kedua, kompetensi futuring merupakan kemampuan melihat masa depan (foresight), bertindak strategis, komunikasi (out/in communication), dan tujuan (intention). Kompetensi ketiga, pemaknaan dibangun oleh kemampuan berpikir integrative, disciplined inquiry, komunikasi (in/out communication), dan pengenalan pola-pola (pattern recognition). Sedangan keempat, kompetensi desain tindakan cerdas meliputi: perpektif (perspective), kepekaan (sensibility), menstabilkan dan destabilisasi strategi (stabilizing & destabilizing strategies), serta komitmen. Faktor kompetensi kelima, penyelarasan orang untuk bertindak meliputi: kapasitas kreatif (creative capacity), melibatkan orang lain (engaging others), memahami orang lain (understanding others), dan menarik sumber-sumber yang dibutuhkan (attracting resources). Faktor kompetensi pembelajaran adaptif: pembelajaran reflektif (reflextive learning), menciptakan ruang untuk generalisasi, mengenali tantangan , dan mengungkit pengetahuan untuk masa depan .

47 Gary Dessler, 2015, Human Resource Management, Edinburg London: Pearson Education ltd.,

Penelitian tentang model kompetensi seperti ini sangat penting untuk menguji

maupun mengembangkannya. Hal tersebut perlu terus didorong untuk lebih mendekatkan visi organisasi dengan kompetensi inti di dalamnya dengan kompetensi individu karyawan. Dengan demikian, organisasi tersebut mengelola daya saing secara terus menerus.

Gambar 2.6 Banff Centre Competency Matrix Model

Sumber: Dessler, 2015

Dalam upaya meningkatkan kinerja, The RBL Group, secara konsisten melakukan penelitian sejak 1987, pada 2012 menghasilkan HR competency model.

Since 1987, we have chronicled what it means to be an effective HR professional through five waves of global surveys of HR competence. In 2012, The RBL Group, together with the Ross School of Business, University of Michigan, and HR professional association partners, completed a sixth round of the global HR Competency Study, or HRCS.

Ulrich melihat departemen SDM dan professional SDM harus melakukan transformasi dari spesialisasi fungsi stand alone menjadi enabler pembawa kompetensi perusahaan bagi departemen SDM sendiri dan manajer lini (line

manager). Upaya tersebut bekerja sama dengan manajer lini lainnya seperti departemen pemasaran dan teknologi informasi dengan membangun kemitraan (partnership) untuk memperoleh keunggulan kompetitif berbasis nilai.

HR creates value by increasing the performance and agility of the talent (human capital) and culture (organization capability) of the organization. Delivering this value defines the required skills and competencies expected of an effective HR professional.

Mencermati hal tersebut, penelitian tentang kompetensi SDM (HR competency ) baik kompetensi keras (hard competencies) maupun kompetensi lunak (soft competencies) menjadi fokus perbaikan pada level individu, tim, maupun organisasi yang selaras dengan perkembangan lingkugan organisasi. Paradigma

organisasi abad ke-20 antara lain ditandai dengan teori core competencies model 48 seperti telah dibicarakan terdahulu, yang merumuskan strategi dengan pendekatan

dari dalam ke luar (inside-out) dengan mengolah kekuatan utama (core strength) dari organisasi. Sementara itu berkembang pula pendekatan dari luar ke dalam (outside-in) dengan mendudukkan pasar dengan customer sebagai yang utama. Pendekatan yang tampaknya berlawanan dengan core competence menimbulkan kerancuan. Oleh karena itu, pergeseran paradigma pengelolaan SDM abad 21 dari dalam ke luar sekaligus dari luar ke dalam (inside-out outside-in) menjadi titik tolak pembahasan.

Sementara itu, riset Makhijani 49 tentang efektivitas organisasi MSDM di Indonesia menyebutkan hanya 15% pemimpin bisnis puas dengan kinerja MSDM.

Sementara kurang dari separuhnya (48,33%) meyakini bahwa fungsi SDM dalam mengembangkan dan memfasilitasi penciptaan lingkungan berkinerja unggul. Berturut-turut status dan peran MSDM menjalankan fungsi: administrative (26,16%), acting the link between employee and management (24,62), developing the human resource (23, 85%), carrying out HRM activities that are linked to business strategy (12,31%), managing change (7,69%), managing talent (3,85%), dan lain-lain (1,54%). Dengan gambaran tersebut, bagaimana strategi organisasi SDM perbankan di Indonesia menciptakan nilai dan daya saing diyakini sangat

48 Gary Hamel & CK Prahalad, 2013, Competing for The Future, New Delhi: McGraw-Hill Education. 49 Naresh Makhijani, Krishnan Rajendran, dan James Creelman., Op.Cit. pp 12-16

penting (93, 34%). Oleh karena itu kompetensi SDM perlu lebih diolah agar menumbuhkan kompetensi seluruh karyawan.

2.2.3 Pengertian Kompeten (Competence) dan Kompetensi (Competency)

Pengertian competence atau kompeten perlu dibedakan dari competency atau kompetensi. Kompeten melekat pada jabatan dan

kompetensi melekat pada orang. 50 Kedua istilah ini mengacu pada kompetensi fungsional karyawan. Istilah ―competency‖ atau ―competencies‖

dalam bentuk jamak digunakan bergantian sesuai dengan konteks penelitian diperkenalkan 51 McClleland. Kompetensi (competency) memiliki daya prediksi

pada kinerja. Kompetensi yang dimaksud adalah berupa pengetahuan, keterampilan, kemampuan dan karakteristik kepribadian (trait) yang memengaruhi secara langsung terhadap kinerjanya.

Pengelolaan kompetensi sumber daya manusia perlu mengacu pada visi, misi, strategi dan sasaran perusahaan. Menurut beberapa pakar, kompetensi tidak perlu dikaitkan dengan trait atau watak/ciri bawaan tetapi fakta menunjukan bahwa beberapa trait tidak bisa dipisahkan dari kompetensi, misalnya influence, flexibility,

innovation, team orientation, 52 dan commitment. Keprihatinan tentang perilaku SDM, yang merupakan bagian dari kompetensi berkembang sehingga memisahkan

antara kompetensi keras (hard competencies) dan kompetensi lunak (soft competencies) . Kompetensi keras biasanya mengacu pada teknik atau alat (tools) sedangkan kompetensi lunak yang berfokus pada karakteristik kepribadian telah menjadi fokus sejak lama.

Banyak peneliti dan lembaga riset terus menerus melakukan penelitian berdasarkan pengertian Spencer ini. 53 Spencer & Spencer mendefinisikan

kompetensi sebagai, “underlying characteristic of an individual that is causally related to criterion-referenced effective and/or superior performance in a job or

50 Lyle M., Spencer & Singe M. Spencer, 1993, Competence at work: Models for superior performance. USA: John Wiley & Sons, Inc.. 51 McClleland, 1973 52 Cooper, 2000

53 Lyle M., Spencer & Singe M. Spencer, Op. Cit., p.

situation.‖ Kompetensi menurut Spencer 54 cenderung bersifat sistem alami (natural systems). Underlying characteristic adalah kompetensi yang berada jauh dalam

kepribadian manusia yang mampu memprediksi perilaku manusia dalam beragam situasi dan pekerjaan. Kompetensi tersebut antara lain motif, trait, konsep diri/nilai, pengetahuan dan keterampilan. Motive, trait dan konsep diri lazim dikenal sebagai hidden competency sebab ketiganya tidak kasat mata, sedang pengetahuan dan keterampilan bersifat lebih nyata.

Kompetensi memiliki daya ramal perilaku dan kinerja. Suatu rangkaian kompetensi tertentu mendorong perilaku dan kinerja tertentu. Testing kompetensi dipergunakan untuk memprediksi mereka yang berkinerja baik dan mereka yang

berkinerja buruk. Spencer & Spencer 55 mengemukakan kompetensi sebagai berikut, (gambar 2.7).

Gambar 2.7 Kompetensi menurut Spencer

Sumber: Spencer, 1993

Dalam praktik SDM organisasi secara umum dewasa ini, kompetensi dianggap sebagai salah satu terobosan sekaligus masalah dan tantangan dalam pencapaiannya. Studi tentang kompetensi (dasar) mencakup wilayah yang sangat luas meliputi pengetahuan (knowledge), keterampilan (skills), dan ability. Teori ini banyak digunakan di dunia bisnis. Faktor-faktor kompetensi Spencer diterapkan pada berbagai industri dengan berbagai pendekatan keilmuan (psikologi, manajemen, kedokteran, teknik, dsb.). Sehingga upaya menyusun kompetensi jabatan dalam organisasi banyak sekali dilakukan sebagai panduan dalam

54 Ibid., p. 55 Ibid, p.

mengerakkan kinerja disertai dengan penelitian dan evaluasinya. Menurut Spencer, terdapat enam dimensi kompetensi dengan dua puluh satu subkompetensi.

Tabel 2.7 Dimensi Kompetensi Karyawan

1. Achievement Orientation

1. Achievement Orientation (Ach O)

2. Concern for Order, Quality & Accuracy (CO) 3. Initiative (INT)

4. Information Seeking (INFO)

2. Helping & Human Service

5. Interpersonal Understanding (IU)

(HHS)

6. Customer Service Orientation (CSO)

3. The Impact & Influence

7. The Impact & Influence (IMP)

(IMP)

8. Organizational Awareness (OA) 9. Relationship Building (RB)

Managerial

10. Developing Other (DEF)

11. Directiveness (DIR) 12. Teamwork & Cooperation (TW)

13. Team Leadership (TL)

Cognitive

14. Analytical Thinking (AT) 15. Conceptual Thinking (CT) 16. Technical / Professional / Managerial Expertise (EXP)

4. Personal Effectiveness

17. Self-Control (SCT) 18. Self-Confidence (SCF) 19. Flexibility (FLX) 20. Organizational Commitment (OC) 21. Other Personal Characteristics

Sumber: Spencer & Spencer, 1993

Kompetensi juga menjadi daya tarik dalam penelitian karena faktor prediktif pada organisasi. Upaya implementasi pengelolaan SDM berbasis kompetensi sudah banyak dilakukan dan diteliti di Indonesia. Kompetensi banyak menarik perhatian akademisi bidang Psikologi dan Administrasi. Tercatat penelitian model kompetensi dalam fungsi sales, frontliner, back office, dan pemetaan kompetensi

dalam departemen atau organisasi. 56 Penelitian mereka memperhatikan kompetensi untuk semua unsur dalam organisasi. Kompetensi seperti ini disebut juga sebagai

kompetensi umum yang harus dimiliki dalam satu organisasi. Artinya, departemen dan fungsi SDM di sini tidak menjadi fungsi lini yang menjadi fokus penelitian namun berperan dalam fungsi pendukung (support) departemen lain.

Penelitian lain yang dilakukan dari ilmu psikologi 57 berupa alat-alat seleksi berbasis kompetensi untuk memprediksi kinerja individu. Bahkan sudah

berkembang pula pada level manajerial sampai ke top level manajemen

56 Penelitian kompetensi oleh Ashary, 2004; Dhulam, 2006; Lutfi, 2004; Rahmawati, 2004; Simanjuntak, 2004; Silaen 2006; Zahreni, 2006

57 Rancangan seleksi berbasis kompetensi oleh Irmasari, 2006; Natakusuma, 2006; Puspaningtyas, 2006; Sukarmadijaya, 2006; Tridiasrini, 2006; Wulandari, 2006; Yani, 2006;

penggunaan kompetensi yang dikombinasikan dengan alat-alat lain sebagai proses seleksi. Pendekatan multi method, multi assessor dan multi assessee itu disebut

assessment center. 58 Namun demikian, sebenarnya pengembangan kompetensi karyawan sangat

dipengaruhi oleh para manajer dan departemen yang dipimpinnnya sebagai pihak yang secara strategis dan teknis menjadi pengungkit (leverage) talenta. Mereka berperan secara strategik dalam aktivitas organisasi sehari-hari. Oleh karenanya Spencer juga memberi perhatian khusus kompetensi manajer secara generik. Kompetensi seorang manajer menurut Spencer menjadi faktor penting organisasi. Berkembang pula upaya untuk memetakan kompetensi berdasarkan bakat (talent).