Bagian Ketiga: Pemilihan dan Penamaan Sistem yang Relevan ( root definition of relevant purposeful activity systems)

3.5 Bagian Ketiga: Pemilihan dan Penamaan Sistem yang Relevan ( root definition of relevant purposeful activity systems)

Selanjutnya, peneliti masuk ke dalam tahap ketiga, yaitu tahap systems thinking . Ada banyak sistem, namun berdasarkan proses tahap satu, dua , dan tiga sebelumnya, peneliti menentukan Root Definitions (RDs), yaitu tahap peneliti memikirkan dan menganalisis lapangan. Tahap systems thingking ini berisi dua proses, yaitu pertama, menentukan Root Definitions (RDs). Kedua, membuat analisis CATWOE (customer, actor, transformation process, worldviews, owners, dan environmental constraint) yang menyertakan root definition dengan kriteria 5E (Efficacy, Effectiveness, Efficiency, Ethic, dan ellegance).

Kriteria control dengan 5E mengedepankan efikasi (efficacy) 83 daripada efektif (effective) dan (efficiency). Model yang dilakukan Checkland ini didukung

oleh sisi psikologi yang dikembangkan oleh Bandura secara mendalam secara personal dan sosial. Paradigma yang penting dalam efikasi adalah dedikasi untuk mendapatkan hasil sekarang melalui perubahan sistemik yang melibatkan misi, pola pikir, dan metode. Prinsip dasar dalam efikasi menghasilkan pengembangan yang makin baik, kuat, dan cerdas dalam hal apapun pilihan keputusan yang dilakukan. Orang yang mengembangkan diri tidak membiarkan hambatan menghentikan mereka. Mereka menyadari bahwa kegagalan dan kesulitan hanya umpan balik untuk meningkatkan hasil pekerjaan. Prestasi kelompok dan perubahan sosial berakar pada efikasi diri (self-efficacy).

Kriteria awal model Checkland (1990, 39) hanya 3E: efikasi, efektif dan Efisien sebagai metoda inti SSM. Sementara itu elaborasi oleh Atkinson 84

menambahkan etika dan elegan baru ditambahkan oleh merupakan kriteria yang lebih bersifat strategik. Saran untuk etika menggunakan Seedhouse ‘s ethical grid. Tingkatan etika oleh Seedhouse meliputi individu sampai konsiderasi eksternal.

Selanjutnya, CATWOE dan root definition, keduanya saling mendukung dan menjadikan pemahaman permasalahan makin bermakna. Analisis CATWOE dapat memperkaya dan menyempurnakan rumusan root definition yang akan difinalkan dan digunakan untuk menyusun model konseptual dari sistem aktivitas manusia yang relevan.

Tahap pertama dalam systems thinking ini menurut Checkland, juga dapat dikatakan sebagai ekspresi definisi verbal yang singkat dari sifat sistem aktivitas

yang bertujuan, yang dianggap relevan untuk menjelajahi situasi masalah. 85

83 Efikasi berasal dari bahasa Prancis kuno ―efficace‖ dari bahasa Latin ―efficacia‖ yang bermakna kemampuan untuk menghasilkan pengaruh yang diharapkan. Istilah ini banyak

digunakan pada disiplin farmasi dan kesehatan untuk menggambarkan respon maksimum yang dapat dicapai dalam penggunaan obat. Sedangkan Bandura (2009,3) lebih meihat dalam psikologi pendidikan dan sosial. Namun akhir-akhir ini istilah efikasi sudah digunakan dalam kalangan yang lebih luas dikaitkan dengan dengan efektifitas dan efisiensi. Bandura menekankan pengalaman untuk mendapatkan efikasi, “ a resilient sense of efficacy requires experience in overcoming obstacles through perseverant effort.

84 Atkinson dan Checkland, 1989 (dalam Checkland & Scholes, 1990) memberikan kemungkinan elaborasi dengan menggunakan metafora terkait dengan situasi yang diteliti dan

model kompleks lainnya. 85 Peter Checkland & Scholes, 1990, Soft Systems Methodology in Action. England: John

Wiley & Sons Ltd., p. 288

Penyusunan root definition adalah upaya deskripsikan sebuah sistem aktivitas manusia yang relevan dengan situasi problematis yang menjadi perhatian di dalam penelitian SSM yang berbasis tindakan. Selalu ditegaskan tentang sistem yang relevan, karena di dalam SSM, berbeda dengan di dalam berpikir serba sistem keras, yang dilakukan bukanlah merumuskan sistem atau serba sistem apa yang akan direkayasa atau yang akan diperbaiki. Tahap ini akan digambarkan dalam bentuk relevant root definition.

3.5.1 Menentukan Root Definitions (RDs) menggunakan rumus PQR

Hal yang harus dilakukan menggunakan rumus PQR untuk mendapatkan root definition ditulis dengan berdasarkan semua informasi tentang perusahaan/organisasi yang telah dikumpulkan, dieksplorasi, dan dibahas melalui tahapan proses SSM sebelumnya. Prosedur yang perlu diikuti dalam menurunkan root definition dari sistem adalah:

a. Identifikasi masalah kompetensi MSDM cukup penting untuk diinvestigasi lebih lanjut.

b. Susunan root definition kompetensi MSDM terdiri dari tiga tujuan yaitu: a) Apa yang menjadi tujuan sistem? b) Bagaimana mencapai tujuan sistem tersebut? c) Mengapa tujuan tersebut dalam jangka panjang menjadi kegiatan yang sangat penting dan berguna?

Checkland dan Poulter 86 menyarankan penggunaan rumus umum dalam menyusun sebuah root definition.

Tabel 3.2 FORMULA PQR

a. Mengerjakan P dengan Q untuk mewujudkan R b. Dimana PQR menjawab pertanyaan apa, bagaimana, dan mengapa

Sumber: Hardjosoekarto, 2012

RDs harus mengikuti formula PQR “do P, by Q, in order to help achieve

R. 88 atau “a system to do X by Y in order to achieve Z‖ Formula PQR untuk

86 Peter Checkland & John Poulter, 2006, Learning for Action: A Short Definitive Account of Soft Systems Methodology and its use for Practitioners, Teachers, and Students . England: John

Wiley & Sons Ltd. 87 Peter Checkland & John Poulter, 2006, Op. Cit., p. 39

menetapkan Root Definitions (RDs) sebagai sumber pernyataan menggambarkan purposeful activity model sebagai proses transformasi. Dengan formula PQR peneliti menetapkan Root Definitions (RDs) sebagai sumber pernyataan yang menggambarkan purposeful activity model sebagai proses transformasi. Formula

PQR menjawab pertanyaan “apa, bagaimana, mengapa” kompetensi MSDM. 89 Susunan root definitions (RDs), yaitu definisi ekspresi verbal yang singkat dari

sistem aktivitas yang bertujuan, dianggap relevan untuk menjelajahi situasi masalah kompetensi MSDM selanjutnya. 90

Selanjutnya dengan mengidentifikasi situasi yang bermasalah di real- world Area of Interest (A) yang diteliti yaitu: competitiveness organisasi, core competencies level departemen, dan kompetensi individu. Dalam penelitian ini framework of Ideas (F) tentang A yaitu teori kompetensi SDM (Ulrich, Davenport, dan Spencer) dan menggunakan metodologi (embedded in M). Selanjutnya dengan (F) dan (M) peneliti memformulasikan dan memandu proses intervensi dan membuat arti dari berbagai pengalaman intervensi yang

dikumpulkan. 91 Pada pemaparan riset aksi yang berbasis research interest, peneliti harus memiliki tema, ide, tujuan, dan pertanyaan penelitian terkait dengan

apa yang ingin dicapai peneliti melalui literatur yang relevan. Kemudian, peneliti merencanakan dan mendesain proyek penelitian yang bertujuan untuk menjawab pertanyaan penelitian, tema, dan tujuannya. Dalam kajian ini, peneliti mengkaji dan menganalisis hasil observasi lapangan menggunakan teori-teori Kompetensi SDM yang menjadi rujukan (Ulrich, Spencer, Armstrong, Baron, Davenport).

Tahap ketiga dalam SSM ini sangat penting dan terkait erat dengan tahap keempat. Peneliti meletakkan berbagai aktivitas yang menggambarkan proses transformasi pada model yang akan dibentuk berdasarkan relevant system ini dengan dikendalikan oleh CATWOE.

88 Peter Checkland & Scholes, 1990, Soft Systems Methodology in Action. England: John Wiley & Sons Ltd., p. 36

89 Sudarsono Hardjosoekarto. Op.Cit. pp. 94 90 Peter Checkland & Scholes., 1990, Soft Systems Methodology in Action. England: John

Wiley & Sons Ltd., p. 288 91 McKay and Marshall 2001, 53

3.5.2 Mengendalikan Root Definitions (RDs) menggunakan CATWOE

Pada tahap proses selanjutnya, peneliti membangun definisi akar permasalahan yang mencakup pandangan tertentu terhadap situasi masalah sesuai dengan perspektif yang relevan. Peneliti meletakkan berbagai aktivitas yang diperlukan untuk menggambarkan proses transformasi pada model yang dibentuk. Definisi akar, relevant system dikendalikan oleh CATWOE.