17 Penajaman Model Kompetensi MSDM RBL 2012 menjadi Model Kompetensi Manajemen Modal Manusia 2015

Gambar 4.17 Penajaman Model Kompetensi MSDM RBL 2012 menjadi Model Kompetensi Manajemen Modal Manusia 2015

Sumber: Dimodifikasi peneliti dari hasil penelitian, 2015

Masalah yang harus ditindaklanjuti adalah pengukuran hasil pelatihan. Temuan hasil penelitian SSM berbasis riset tindakan tidak berarti meniadakan evaluasi hasil pelatihan lainnya. Justru sebaliknya, keduanya bersifat komplementer. Untuk mengukur pelatihan biasanya digunakan evaluasi pelatihan, pengembalian investasi (ROI), dan data kuantitatif.

Sesuai dengan analisis Kirkpatrick 153 dalam evaluasi pelatihan empat tingkat. Tingkat pertama, pelatihan memberikan reaksi positif. Pada tingkatan ini,

evaluasi mengukur bagaimana peserta pelatihan bereaksi secara emosional, misalnya merasa nyaman (enjoy) dan mudah (easy). Pada intinya ini adalah ukuran kepuasan pelanggan (internal) yang segera terlihat. Tingkat kedua, pembelajar mendapatkan informasi tentang seberapa luas tujuan pembelajaran sudah diperoleh. Tingkat ini untuk mengetahui seberapa banyak pengetahuan dan keterampilan (knowledge dan skills) yang sudah diperoleh. Pengukurannya adalah keahlian apakah yang sudah dikembangkan atau ditingkatkan. Jika mungkin, seberapa jauh sikap kerja diubah ke arah yang diinginkan. Sejauh memungkinkan, melibatkan penggunaan tes sebelum dan sesudah program melalui tes tertulis atau kinerja. Tingkat ketiga, evaluasi perilaku. Tingkat ini

153 Pendapat Kirkpatrick, 1994 dapat ditemukan dalam Angela Baron & Michael Arsmtrong, 2013, Human capital Management, Jakarta: Penerbit PPM, p. 93

mengevaluasi besarnya perubahan perilaku setelah seseorang mengikuti pelatihan. Pengukurannya adalah sejauh mana pengetahuan, keahlian, sikap yang diperoleh di pelatihan diterapkan di tempat kerja. Idealnya, evaluasi dilangsungkan sebelum dan sesudah pelatihan, sehingga besarnya perubahan perilaku sebagai hasil dari pelatihan. Evaluasi ini harus mengukur seberapa jauh tujuan pembelajaran tertentu yang berkaitan dengan perilaku sudah diperoleh. Tingkat empat, evaluasi hasil. Evaluasi hasil berarti menilai besarnya manfaat pelatihan dibanding dengan biaya yang dikeluarkan. Evaluasi harus didasarkan pada ukuran sebelum dan sesudah pelatihan. Untuk itu, perlu menentukan seberapa jauh tujuan dasar pelatihan telah diperoleh dalam bidang seperti kenaikan penjualan, kenaikan produktivitas, penurunan kecelakaan atau kenaikan kepuasan konsumen. Mengevaluasi hasil dapat lebih mudah jika hasilnya dapat dihitung. Namun, tidak selalu mudah untuk membuktikan kontribusi terhadap perbaikan hasil yang diperoleh dari pelatihan. Faktor lain di luar pelatihan juga berperan. Kirkpatrick menyatakan, „puaslah dengan fakta yang ada, karena bukti biasanya tidak mungkin diperoleh‟.

Pengukuran kompetensi dapat dilakukan dengan metode evaluasi yang lain, yaitu mengukur kenaikan tingkat kompetensi seperti ditetapkan oleh manajemen kinerja. Hal ini, dapat didukung oleh kebijakan dan realisasi program SDM berdasarkan data kuantitatif yang menunjukkan tingkat aktivitas pengembangan karyawan. Data sekunder tersebut mencakup: a) persentase karyawan yang dikembangkan dari keseluruhan karyawan, b) jam pelatihan per karyawan, c) persentase manajer yang ikut berpartisipasi dalam program pengembangan fomal. Akan tetapi ukuran ini tidak memberi indikasi mengenai kualitas dan dampaknya terhadap kinerja dan hasil.

Efektivitas kompetensi MSDM selama ini dilakukan dengan menerapkan sistem manajemen kinerja modern yang menilai kinerja dari dua sisi, yakni pencapaian Key Performance Indicator (KPI) dan pencapaian kompetensi. Hal ini, ditujukan agar evaluasi kinerja SDM mengukur secara berimbang antara yang harus dicapai pekerja dan bagaimana cara mencapainya. Masalahnya tidak sekadar goal, tujuan, sasaran, atau goal yang dicapai. Jauh lebih penting adalah kesesuaian (sasaran, budaya, proses) pemegang pekerjaan dengan organisasi.

Tahap-tahap sistem manajemen kinerja yang dirancang secara sistematis, Tahap-tahap sistem manajemen kinerja yang dirancang secara sistematis,

Penggunaan “Sistem Kompetensi Modal Manusia” mendukung manajemen kinerja SDM dapat dikelola melalui sistem manajemen kinerja yang terintegrasi secara online atau sistem manajemen kinerja (SMK online). Hasil penilaian kinerja (individu, kelompok, dan organisasi) terkait secara sistemik menjadi kebijakan strategis. Proses tersebut bertujuan memberikan apresiasi atas

pencapaian kinerja manusia (human sigma) 154 yang optimal. Komunikasi dalam proses dialog, mendorong prestasi kerja yang lebih baik di masa yang akan

datang. Implementasi “Sistem Kompetensi Modal Manusia” pada aktivitas orgaisasi yang berkelanjutan bisa menjadi bukti ditemukannya pengetahuan berbasis pengalaman (expericed-based knowledge).

154 Alec M Gallup, 2010, The Gallup Poll Public Opinion, New York: Rowman & Littlefield Publishers. Inc