Hipotesis Penelitian Kerangka Pemikiran

21 sejauh mana peranan dari masyarakat sendiri turun temurun membentuk pengetahuan ataukah peranan datang dan berasal dari pengelola. Kedua-duanya patut diuji dalam penelitian ini. Bagi disertasi ini konservasi adalah ideal kalau pada akhirnya masyarakat pendarung sendiri yang lebih besar peranannya untuk melaksanakan konservasi kedawung. Keberlanjutan suatu konservasi merupakan harapan semua pihak, tetapi bagaimana pengendalian sikap masyarakat agar menjadi masyarakat yang konservasionis? Pertanyaan-pertanyaan seperti ini termasuk juga hendak dijawab dalam penelitian ini, yaitu stimulus apa saja yang seharusnya menjadi pendorong dan pengendali sikap masyarakat dan pengelola untuk aksi konservasi.

5. Hipotesis Penelitian

Untuk mengarahkan penelitian agar dapat menjawab tujuan penelitian dengan tepat dan fokus, maka hipotesis penelitian dirumuskan sebagai berikut : “Kegagalan konservasi kedawung terjadi karena stimulus kedawung yang telah dan sedang terjadi di ekosistem hutan alam TNMB tidak menjadi sikap masyarakat maupun pengelola taman nasional, serta tidak adanya kerelaan berkorban masyarakat maupun pengelola untuk melakukan aksi konservasi”. Hipotesis penelitian ini dapat dirinci sebagai berikut, bahwa kegagalan konservasi kedawung di TNMB terjadi karena : 1. Stimulus tidak sejalan dengan sikap masyarakat dan sikap pengelola. 2. Sikap masyarakat dan sikap pengelola tidak berkaitan erat dengan stimulus. 3. Keterkaitan stimulus dan aksi konservasi oleh masyarakat dan pengelola tidak berjalan simultan. 4. Terjadi bias pemahaman stimulus dengan aksi konservasi oleh masyarakat dan pengelola 5. Tidak ada kerelaan berkorban masyarakat dan pengelola untuk aksi konservasi. 6. Perbedaan pengalaman dalam sikap dan aksi konservasi antara masyarakat dengan pengelola. 7. Masyarakat dan atau maupun pengelola tidak memahami bahwa stimulus, sikap dan aksi konservasi itu dilaksanakan simultan. 22 Hipotesis penelitian ini dengan kata lain mendasarkan bahwa upaya-upaya konservasi kedawung tidak akan terwujud apabila tidak ada persamaan dan persepahaman sikap masyarakat dan sikap pengelola taman nasional terhadap stimulus kedawung yang menginformasikan tuntutan kebutuhan tumbuhan obat kedawung untuk konservasinya di hutan alam. Persepahaman akan terjadi apabila sikap masyarakat dan sikap pengelola taman nasional kedua-duanya sejalan dengan evolusi pengalaman masyarakat dalam konservasi, domestikasi dan budidaya sumberdaya tumbuhan hutan. Taman nasional belumlah berfungsi sebagai sumberdaya “bank genetik” sebagaimana diharapkan untuk pengembangan komoditi baru pertanian dan kehutanan. Sebaliknya apabila terjadi pemahaman yang utuh terhadap stimulus pada kedua belah pihak, baik masyarakat pendarung maupun pengelola taman nasional, terhadap tuntutan stimulus sumberdaya alam taman nasional itu sendiri, maka sikap konservasi semua pihak dapat terefleksi seutuhnya dalam aksi konservasi di lapangan, sehingga dengan demikian terjadi sustainability. Hipotesis disertasi ini mengarahkan bahwa konservasi kedawung dan hutan yang dikenal hari ini sepatutnyalah tak lain dari estafet tradisional and local knowledge dari sustainability “domestication of plant resources” yang prosesnya adalah evolusi tumbuhan dalam ekosistem atau habitat dimana terjadi interaksi masyarakat dengan tumbuhan itu. Tentu saja interaksi tersebut terjadi atas dasar kebutuhan dan upaya trial and error dari masyarakat terhadap tumbuhan tersebut sehingga sampai kepada domestikasi. Evolusi merupakan suatu proses pembelajaran masyarakat terhadap tumbuhan liar dalam suatu habitat hutan alam secara berkelanjutan dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Konservasi yang terjadi masa ini adalah hal yang tak dapat dipisahkan dari proses yang kemungkinan terputus sambungannya ke masa lalu Harris dan Hillman, 1989. Perilaku masyarakat pendarung kedawung diduga tidak ada yang dengan sengaja menyemaikan biji untuk regenerasi kedawung di hutan, sehingga dampaknya sangat kurang sekali atau tidak terjadi proses regenerasi. Konservasi mungkin juga tidak terjadi di lapangan karena pengalaman masyarakat pendarung kedawung kurang tergali oleh pengelola, sehingga pengelola tidak dapat membuat umpan balik feedback kepada masyarakat pendarung. 23 Hipotesis disertasi ini juga mengarahkan bahwa prasyarat keberlanjutan konservasi erat hubungan dengan kerelaan berbuat atau berkorban oleh masyarakat pendarung maupun pengelola. Misalnya mutlak adanya kerelaan untuk menyemaikan biji kedawung di hutan atau memindahkan anakan ke areal yang terbuka yang sesuai untuk kebutuhan hidup anakan kedawung. Hal ini harus dilakukan manusia, karena berdasarkan pengalaman dan hasil penelitian penyebar biji kedawung terutama dilakukan oleh manusia. Kerelaan berbuat dan berkorban ini menurut fakta sejarah dari berbagai masyarakat etnis maupun bangsa, sangat kuat kaitannya dengan nilai-nilai kepercayaan, nilai-nilai keyakinan, norma-norma atau nilai-nilai religius yang dianut seseorang atau kelompok Krech, Crutchfield Ballachey, 1962 dan Siagian, 2004 Penyelesaian masalah dalam penelitian ini adalah berpangkal dari hipotesis di atas diarahkan agar masyarakat, pengelola pemerintah dan perguruan tinggi sepatutnya bersama-sama melanjutkan proses pembelajaran dengan tidak melupakan pengalaman masyarakat pendarung yang telah terlebih dahulu bertungkus lumus berinteraksi dengan sumberdaya tumbuhan di habitat mereka. Keterlibatan upaya konservasi oleh “pengelola” dan “perguruan tinggi” perlu diupayakan terus menerus untuk membangun sikap masyarakat yang konservasi. Tanpa itu konservasi tak dapat berlanjut dengan memuaskan, karena pada kenyataannya sustainability itu secara aktual di lapangan sehari-hari sesungguhnya ada sepenuhnya ditangan masyarakat. Titik temu perlu dicari sehingga masyarakat kecil seperti masyarakat hutan dan kebijakan pemerintah patut bersambut dari dalam masyarakat hutan atau masyarakat tradisional manapun. Hal ini memerlukan satu kearifan bersama dari kedua belah pihak. Kemungkinan besar tidak adanya titik temu itulah kebijakan konservasi menjadi kurang atau tidak dapat berlanjut menjadi kenyataan di lapangan.

B. Metoda

Dokumen yang terkait

Beberapa Aspek Ekologi Kedawung (Parkia timoriana (DC.) Merr) di Taman Nasional Meru Betiri Jawa Timur

0 7 63

Status Rizobwm Dan Cendawan Mikoriza Arbuskula (Cma) Pada Kedawung (Parkia Timoriana (Dc.) Merr.) Di Taman Nasional Meru Betiri Jawa Timur

0 16 58

Sikap masyarakat dan konservasi suatu analisis kedawung sebagai stimulus tumbuhan obat bagi masyarakat, kasus di Taman Nasioal Meru Betiri

0 3 224

Pengetahuan Masyarakat Dan Konservasi Kedawung (Parkia timoriana (DC.) Merr.) Di Taman Nasional Meru Betiri

0 10 61

Bioecological of kedawung (Parkia timoriana (DC) Merr.) medicinal plant in natural forest Meru Betiri National Park

0 18 9

Sikap Masyarakat Dan Konservasi Suatu Analisis Kedawung (Parkia timoriana (DC) Merr.) Sebagai Stimulus Tumbuhan Obat Bagi Masyarakat, Kasus Di Taman Nasional Meru Betiri

1 53 458

Aplikasi Sistem Informasi Geografis Untuk Pemetaan Kesesuaian Habitat Kedawung (Parkia timoriana (D.C) merr) di Taman Nasional Meru Betiri Jawa Timur

0 14 87

Sikap masyarakat dan konservasi suatu analisis kedawung (Parkia timoriana (DC) Merr.) sebagai stimulus tumbuhan obat bagi masyarakat, kasus di Taman Nasioal Meru Betiri

0 9 385

Community’s Attitudes and Conservation: An Analysis of of Kedawung (Parkia timoriana (DC.) Merr.), Stimulus of Medicinal Plant for the Community, Case in Meru Betiri National Park

0 12 11

PEMANFAATAN TuMBuHAN OBAT OlEH MASYARAkAT DI SEkITAR TAMAN NASIONAl MERu BETIRI Utilization of medicinal plants by people around of Meru Betiri National Park

0 0 10