71 terhadap pertumbuhan keempat bakteri uji pada waktu kontak 24 jam. Bakteri
Gram positif yang resisten terhadap senyawa antimikroba dari kulit batang adalah B. cereus sedangkan bakteri Gram negatif yang paling resisten adalah E. coli.
Bakteri S. aureus paling sensitif terhadap senyawa antimikroba dari kulit batang dibandingkan bakteri lainnya Sari, 2000.
Potensi yang sangat menarik dari biji kedawung adalah memiliki kadar protein dan lemak yang tinggi. Biji kedawung mengandung : protein sistein yang
cukup menonjol sebesar 42,3 , lemak 24,6 , karbohidrat 22,1 , serat 3,6 dan abu 7,2 Hall et al., 1997. Melihat besarnya kandungan protein dalam biji
kedawung, maka spesies ini merupakan spesies tumbuhan sumber penghasil protein nabati dari hutan yang potensial dan memiliki prospek baik di masa
datang, baik sebagai sumber nutrisi langsung yang bisa dikonsumsi manusia, maupun oleh hewan ternak.
3. Nilai ekonomi
Total pemanfaatan biji kedawung secara nasional selama tahun 1998 mencapai sebesar 75 ton, sedangkan pada tahun 1996 hanya mencapai 12 ton,
yang berarti selama 2 tahun terjadi peningkatan permintaan sebesar 525 Sandra dan Kemala, 1994. Sebagian besar kebutuhan dipenuhi dari pohon
kedawung yang tumbuh liar di hutan dimana spesies ini belum banyak dibudidayakan. Manfaat biji kedawung ini secara tradisional sudah sejak lama
diketahui masyarakat untuk mengobati gangguan pencernaan dan merupakan bahan baku jamu 10 terbesar yang dibutuhkan oleh industri jamu di Indonesia
Sandra dan Kemala, 1994 Kedawung yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sekarang ini adalah
bijinya. Biji kedawung ini diambil dari pohon kedawung yang berada di hutan alam tepatnya di kawasan Taman Nasional Meru Betiri.
Harga biji kedawung berkisar dari Rp 6.000 per kg pengepul tahap 1 sampai Rp 40.000 per kg pedagang toko. Berikut disajikan nilai jual biji
kedawung mulai dari masyarakat pendarung kedawung di desa sampai ketingkat pedagang eceran di Jember:
72 Tabel 14. Harga jual biji kedawung berdasarkan mata rantai perdagangannya
Mata rantai perdagangan Jumlah
produk kg Harga jualkg
Rp Nilai total
Rp Selisih
margin Rp
Pendarung kedawung ke pengepul 1, di tingkat desa
8.953 6.000 53.718.000
53.718.000 Pengepul 1 ke pengepul 2,
di tingkat kecamatan 8.953 10.000
89.530.000 35.812.000
Pengepul 2 ke pengepul 3, di tingkat kabupaten
8.953 15.000 134.295.000
44.765.000 Pengepul 3 ke pengepul 4,
di tingkat propinsi 8.953 20.000
179.060.000 44.765.000
Pengepul 4 ke pedagang eceranindustri
8.953 26.000 232.778.000
53.718.000 Pedagang ecerantoko ke
masyarakat 8.953 40.000
358.120.000 125.342.000
Sumber : Dewi 2007
Data di atas mengungkapkan, bahwa masyarakat pendarung kedawung berada pada posisi lemah, nilai tambah yang diperoleh pihak pedagang, mulai
pengepul 1, pengepul 2, pengepul 3, pengepul 4 dan pedagang eceran secara komulatif mencapai Rp.304.402.000,- Margin yang diterima pedagang sangat
besar dibanding yang diperoleh masyarakat pendarung kedawung, yaitu sebesar 567 dari total nilai penjualan. Distribusi hasil penjualan terhadap total
pendapatan masyarakat pendarung kedawung setiap tahunnya hanya berkisar 13- 15 . Ini merupakan salah satu faktor kendala tidak terwujudnya konservasi
kedawung oleh masyarakat, karena masyarakat selama ini belum mendapat insentif yang memadai yang bisa menjadi stimulus bagi aksi konservasi.
Berdasarkan data di atas pendapatan pendarung dapat ditingkatkan, asal pengelola dan pemerintah melakukan penguatan dan peningkatan kapasitas masyarakat
pendarung dan kelembagaannya, terutama dalam aspek pemasarannya. Menurut Purwandari 2001, perkiraan kebutuhan kedawung untuk industri
jamu mencapai 100 ton per tahun. Jika harga rata-rata biji kedawung saat ini sekitar 25.000 RpKg, maka nilai ekonomi pohon kedawung yang ada di kawasan
hutan alam diasumsikan produksi totalnya 10 ton per tahun adalah sebesar 250 juta rupiah. Kalau diasumsikan 70 pohon kedawung yang ditanam di lahan
rehabilitasi 1994 berhasil berbuah 15 tahun lagi, maka nilai kedawung yang ditanam seluas 3000 ha dengan jumlah 8 pohon per ha akan mencapai 21 milyar
rupiah. Nilai jual produksi kedawung per tahun ini tanpa memasukkan faktor inflasi dan biaya produksi selama 15 tahun.
VI. PERMASALAHAN KONSERVASI
Akar permasalahan konservasi ditinjau dari sikap masyarakat yang menjadi fokus dari penelitian ini dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: a sikap dan
aksi konservasi oleh masyarakat maupun pengelola; b ketidak-berlanjutan pengetahuan lokal; dan c masalah kebijakan pengelolaan. Hal ini dijelaskan
secara rinci sebagai berikut :
A. Sikap dan Aksi Konservasi
Berdasarkan hasil penelitian tentang sikap masyarakat pendarung dan sikap pengelola yang berkaitan erat dengan 22 pernyataan stimulus kedawung, ternyata
hanya sebanyak 10 pernyataan stimulus atau 45 saja yang berkaitan stimulus kedawung yang menjadi sikap masyarakat dan sikap pengelola hanya berupa
stimulus manfaat ekonomi dan stimulus alamiah tentang fungsi ekologis. Stimulus alamiah tentang informasi kelangkaan, kondisi populasi dan
regenerasi ternyata tidak menjadi stimulus sikap masyarakat pendarung maupun pengelola untuk aksi konservasi kedawung. Masyarakat pendarung dan pengelola
tidak memahami atau tidak menangkap sinyal yang memberi informasi tentang “kelangkaan”. Hal ini ditunjukkan oleh kondisi populasi dan regenerasi pohon
kedawung di hutan alam yang tidak memiliki anakan dan individu remaja. Stimulus religius yang ditunjukkan atau direfleksikan dengan sikap kerelaan
berkorban masyarakat pendarung maupun pengelola untuk aksi konservasi kedawung tidak nampak terefleksi secara nyata di lapangan.
Berdasarkan pernyataan stimulus kedawung yang telah dirumuskan melalui penelitian tahap 1 sampai 7, seperti yang dimuat pada Bab II tentang metoda,
maka ringkasan hasil uji stimulus kedawung terhadap sikap masyarakat, sikap pengelola dan aksi konservasi kedawung secara keseluruhan, seperti ditunjukkan
pada Tabel 15. Sedangkan data hasil pengujian sikap secara terinci dimuat pada Lampiran 1 dan 2.
Pada tabel ini menunjukkan bahwa aksi konservasi tidak terwujud di lapangan. Hal ini sangat berhubungan dengan sikap masyarakat pendarung
maupun sikap pengelola. Stimulus alamiah tentang informasi kelangkaan kedawung dan stimulus religius tentang kerelaan berkorban, tidak menjadi sikap,