148 sesuai dan sejalan dengan pernyataan Barber, Johnson dan Hafild 1999, bahwa
suatu masyarakat kecil yang memiliki sumberdaya dan lahan hutan setempat, mereka cenderung memelihara sumber daya tersebut dalam jangka panjang. Bagi
masyarakat yang tidak memiliki lahan, tetapi mempunyai kepentingan, seperti upah yang ditimbulkan oleh penebangan, taruhan mereka dalam keseluruhan
kesehatan hutan jangka panjang adalah kecil.
3. Pengembangan tetelan sebagai hutan kebun kedawung dan keanekaragam
hayati khas Meru Betiri
Penerapan konsep
tri-stimulus amar konservasi ini sebagai alternatif pemecahan masalah yang merupakan titik temu antara masyarakat sekitar hutan
dan kebijakan pemerintah untuk pengelolaan taman nasional di masa mendatang. Khusus untuk TNMB titik temu ini adalah meneruskan program rehabilitasi
hutan di zona rehabilitasi seluas sekitar 4023 ha. Kegiatan rehabilitasi ini dimulai sejak tahun 2000 dengan mengacu demplot 7 ha yang dibangun tahun 1994.
Masyarakat hutan menamakan lahan rehabilitasi ini dengan istilah tetelan.
Masyarakat yang terlibat dalam program ini sampai tahun 2005 sebanyak 3556 kepala keluarga, terdiri dari 108 kelompok petani tetelan yang berasal dari 5 desa
dengan luas kawasan yang direhabilitasi 2250 ha. Hendaknya program rehabilitasi ini merupakan pengembangan hutan kebun
keanekaragaman hayati menggunakan konsep tri-stimulus amar konservasi.
Tetelan dapat merupakan suatu model hutan sistem agroforesty khas masyarakat
Meru Betiri yang bercirikan keanekaragaman spesies tumbuhan obat. Keberhasilan konservasi melalui pengelolaan hutan oleh masyarakat dengan hak
kepemilikan yang jelas dapat kita ketahui dari beberapa contoh berikut. Seperti
yang sudah kita kenal dengan parak di Sumatera Barat, pelak di Kerinci Jambi, tembawang
di Kalimantan Barat, talun di Jawa Barat dan repong di Pesisir Krui
Lampung, masing-masing dengan ciri khasnya Foresta, Kusworo, Michon dan Djatmiko, 2000.
Hendaknya pengelola TNMB segera melakukan program evaluasi kebijakan
program rehabilitasi dengan melibatkan perguruan tinggi agar tetelan benar-benar secara bertahap tapi mantap merupakan titik temu antara masyarakat hutan
149 dengan kebijakan pengelolaan TNMB, sehingga tujuan ideal TNMB dapat
terwujud di dunia nyata. Kebijakan pengelolaan zona rehabilitasi TNMB yang mendesak untuk
dilakukan adalah : 1 Melakukan penjarangan tanaman pokok kedawung untuk sesama spesiesnya,
minimal dengan jarak 30 m, kalau ini tidak segera dilakukan akan terjadi kegagalan konservasi kedawung ex situ.
2 Melakukan domestikasi serta pengembangan budidaya dari berbagai spesies tumbuhan obat selain kedawung yang telah banyak berinteraksi dengan
masyarakat pendarung dan telah menjadi komoditi ekonomi masyarakat, yaitu kemiri Aleurites moluccana, pakem Pangium edule, kemukus Piper
cubeba, joho lawe Terminalia balerica, joho keling Vitex quinata, kapulaga Amomum cardonomum, cabe jawa Piper retrofractum, serawu
Piper canimum, bendoh Entada phaseoloides, kulit batang pule Alstonia scholaris, arjasa Agenandra javanica, suren Toona sureni, kayu selasih,
aren Arenga pinnata dan pinang Areca catechu, serta berbagai jenis bambu dan lain-lain.
3 Melakukan domestikasi dan budidaya berbagai spesies tumbuhan yang berasosiasi dengan kedawung di hutan alam tempat habitat alaminya. Adapun
daftar spesies tumbuhan yang dimaksud dapat dilihat pada Lampiran 11. Kegiatan ini perlu dilakukan untuk membangun habitat kedawung agar
mendekati habitat alaminya, sehingga proses-proses bioekologisnya seperti siklus hara dan proses penyerbukan dapat terjadi secara normal dan bahkan
kalau bisa lebih optimal. 4 Melakukan domestikasi dan budidaya jenis kayu komersial sebagai bahan
baku bangunan, perabot rumah tangga furniture, badan perahu, bahan baku minyak wangi parfum, dan lain-lain. Jenis kayu komersial yang sering
diambil masyarakat dari TNMB, antara lain : kayu garu Chicoheton divergen, kayu kembang rekisi Michelia velutina, kayu selasihan
Cinnamomum porrectum, kayu pacar gunung Cassine glauca, kayu bindung Tetrameles mudiflora, kayu suren Toona sureni, kayu sapen
Pometia tomentosa, kayu kepuh Sterculia foetida, kayu bendo Artocarpus
150 elasticus, kayu takir Duabanga moluccana, kayu putat Plachonella
elasticus dan kayu bungur Lagerstroemia speciosa. Program rehabilitasi dengan menanam tanaman pokok dari spesies pohon
asli dari taman nasional yang bermanfaat dan bernilai ekonomi yang sudah lama dikenal dan berinteraksi dengan masyarakat. Sehingga kedepan bisa memenuhi
kebutuhan hidup masyarakat secara berkelanjutan dan sekaligus terwujudnya konservasi keanekaragaman hayati taman nasional yang benar-benar langsung
dapat dilakukan aksi konservasinya oleh masyarakat dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Selama ini kita bicara konservasi plasma nutfah, namun sangat
kurang sekali menggali dan mengembangkan manfaat plasma nutfah tumbuhan hutan bagi kesejahteraan masyarakat sekitar.
Pihak pengelola bekerjasama dengan akademisi perguruan tinggi hendaknya melakukan kajian-kajian yang intensif dan sistematis untuk
menjadikan dan meningkatkan nilai tambah sumberdaya keanekaragaman hayati yang terdapat dalam kawasan konservasi agar menjadi komoditi yang dapat
bermanfaat secara langsung maupun tak langsung bagi meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat sekitar hutan, baik untuk pangan,
papan dan kesehatan. Jenis-jenis tumbuhan obat yang selama ini dikembangkan perlu diteruskan dengan konsep Agro-forestry sekaligus mengembangkan agro-
industry skala rumah tangga. Sekitar 16 jenis tumbuhan obat unggulan yang sudah lama dipanen dari hutan oleh masyarakat, seperti kedawung, cabe jawa,
kemiri, kluwek, joho lawe, pule pandak, kemukus, pule dan lain-lain. Begitu juga jenis-jenis penghasil kayu untuk perumahan rakyat seperti jenis suren, aromatik
untuk parfum, penyedap pangan dari tumbuhan hutan seperti kluwek. Pengembangan lebah madu dan termasuk kemampuan untuk proses paska panen
madu, peningkatan kualitas dan pengemasan harus sudah dimiliki kemampuan ini
oleh masyarakat. Masyarakat peserta rahabilitasi lahan tetelan dan ini dapat menjadikan hutan semi alami seperti wujud hutan kebun repong yang sudah
dibangun dan dikembangkan lebih 100 tahun yang lalu oleh masyarakat hutan di Pesisir Krui Lampung.
Komposisi spesies vegetasi yang tumbuh di sekitar pohon kedawung di hutan secara alami sangatlah penting untuk dijadikan acuan dalam pengembangan
151
penanaman pohon kedawung secara agroforestry di tetelan zona rehabilitasi.
Selama ini dalam pengembangan kedawung di zona rehabilitasi belum mengikut sertakan penanaman spesies-spesies seperti acuan di atas. Kedawung tidak
menyukai sesama spesiesnya hidup berdekatan, tetapi spesies lain yang beranekaragam seperti yang disebutkan di atas dia dapat hidup sehat, hal ini antara
lain sebagai suplai nutrisi melalui pembusukan dan pendauran serasah dari beranekaragam spesies, maupun fungsi-fungsi interaksi yang saling
menguntungkan yang belum banyak diketahui, seperti habitat hewan pelaku proses penyerbukan, dan lain-lain. Semua ini diduga akan sangat memberi
pengaruh terhadap berbuahnya pohon kedawung yang ditanam selama ini. Berikut dikemukan suatu pengalaman di hutan Amazona Brasilia yang
dikemukan oleh Mendes 1994 mengenai domestikasi sejenis pohon polong- polongan, yaitu kacang Brazil Bertholletia excelsa secara monokultur yang
gagal menghasilkan buah di suatu areal perkebunan.
Amerika Serikat setiap tahunnya mengimpor lebih dari 16 juta dolar polong- polongan Brasil yang dikumpulkan orang Indian dan masyarakat
pengumpul dari pohon-ohon yang bertebaran di hutan-hutan alam Amazona. Beberapa tahun yang lalu, seorang pengusaha memutuskan
untuk menanam pohon polong-polongan itu di sebuah perkebunan, karena dianggapnya lebih efisien. Pohon-pohon itupun ditanam dan tumbuh
dengan baik dan pada masanya pohon-pohon itupun berbunga. Tapi pohon-pohon itu tidak berbuah. Tak seorangpun tahu pasti bagaimana
pohon polong-polongan Brasil diserbuki. Tapi tampaknya itu bergantung pada kerja gabungan berbagai jenis lebah tertentu dan anggrek yang
kesemuanya tidak ada di perkebunan. Penyerbukan atau perkembangbiakan spesies ini bergantung pada suatu interaksi yang rumit
dengan lingkungannya, maka membersihkan lingkungannya secara efektif akan membunuh pohon itu.
Inilah juga yang dikhawatir bisa atau sedang terjadi di lahan tetelan zona
rehabilitasi, bahwa pohon kedawung yang sudah ditanam secara agroforestry sejak tahun 1994 dengan berbagai jenis tanaman semusim belum ada yang
berbuah, tidak seperti pohon kedawung yang terdapat di hutan alam. Perlu diwaspadai pengalaman di Brazil dengan penanaman pohon kacang Brazil secara
besar-besaran yang disebutkan di atas, yang gagal berbuah. Pengalaman masyarakat hutan Meru Betiri ada kesamaan dengan
pengalaman masyarakat hutan Amazona Brasil yang sama-sama merupakan ekosistem hutan hujan tropika. Peran perguruan tinggi dimasa global ini seperti
yang dimuat kerangka pemikiran dalam penelitian ini, sangatlah penting.
152 Terutama berhubungan dengan perkembangan pengetahuan dan tukar menukar
informasi dan pengalaman bagi masyarakat hutan dan pengelola untuk penyempurnakan pengelolaan hutan yang lestari pada masing-masing tempat.
Sehingga tidak membuat kesalahan yang sama yang menimbulkan pemborosan waktu, tenaga dan biaya, sehingga segera terwujudnya kesejahteraan masyarakat
hutan yang berkesinambungan dan sekaligus konservasi taman nasional tercapai. 4. Peningkatan kapasitas dan kinerja SDM pengelola
Kapasitas sumber
daya manusia pengelola TNMB perlu segera
ditingkatkan, terutama staf fungsional untuk 1 penyuluhan dan pendampingan kepada masyarakat di lapangan; 2 memahami dan mampu menyusun dan
menterjemahkan program sesuai dengan peraturan dan perundangan yang mendukung dan berkaitan dengan konservasi keanekaragaman hayati dan
pemanfaannya yang berkelanjutan. Peningkatan kapasitas SDM harus dapat meningkatkan kemampuan dan penguasaan karakteristik bioekologi potensi
sumberdaya keanekaragaman hayati TNMB. Sekaligus memahami sosio-budaya masyarakat, agar mampu memotivasi dan mendorong masyarakat untuk bersikap
dan berperilaku untuk aksi konservasi. Kapasitas SDM pengelola sangat akan berpengaruh terhadap kinerja pengelolaan taman nasional.
Namun sebagai salah satu prasyarat agar kinerja SDM pengelola TNMB dapat baik dan meningkat adalah cukupnya insentif dan reward yang diperoleh
secara legal oleh setiap individu pengelola untuk memenuhi kebutuhan hidup materilnya secara normal, wajar dan rasional.
Argumen pakar ekonomi UI Tarmidi 2005 yang dikemukakannya di harian Kompas tanggal 16 Mei 2005 tentang kinerja dan perlunya kenaikan gaji
pegawai negeri sangatlah ilmiah dan dapat diterima akal sehat. Menaikkan gaji pegawai negeri adalah yang utama lebih dahulu dilakukan. Bagaimana benang
bisa ditegakkan jika tidak digosok lilin dulu? Mengambil contoh negara-negara maju, di sana tingkat gaji pegawai negeri sudah setara dengan sektor swasta atau
harga pasar, sehingga orang bisa konsentrasi bekerja dengan tenang melaksanakan tugasnya masing-masing tanpa harus memikirkan akan makan apa, bagaimana
membiaya anak yang sakit atau sekolah. Sebaliknya, tidak mungkin bisa
m b
b c
c t
m d
T p
5
t p
h i
i B
m k
u
G
a mengharapk
baik, dan sa belum mem
condition in conditions y
terus dijalan menempatka
dan menjad Tindakan te
pegawai yan
5. Memban