Menyambungkan dan mengembangkan pengetahuan tradisional menjadi pengetahuan moderen

141 Gambar 41. Sistem bagan keempat komponen dari religius Sejak dahulu, terutama diawal konsep konservasi dikembangkan para peneliti masalah konservasi dan lingkungan di Indonesia banyak dipengaruhi dengan konsep dari Barat, yang menganggap bahwa hubungan antara manusia dan lingkungan adalah hubungan materi semata. Konsep pengetahuan dari pengikut peradaban Barat yang materialistik terhadap hubungannya dengan lingkungan sampai saat ini terbukti belum bisa memberikan solusi yang berarti, bahkan sebaliknya permasalahan lingkungan bertambah besar dan kompleks. Scientist yang berkaitan dengan bidang konservasi sumberdaya alam dari Indonesia berpeluang besar untuk mengembangkan konsep tri-stimulus amar konservasi, khususnya stimulus religius sebagai penggerak utama aksi konservasi di Indonesia dan bahkan dunia, karena Indonesia negara satu-satunya di dunia yang memiliki falsafah negara PANCASILA yang bersifat universal dan konsep ini dapat diterima oleh semua religius.

3. Menyambungkan dan mengembangkan pengetahuan tradisional menjadi pengetahuan moderen

Pengetahuan masyarakat Afrika Barat seharusnya dapat dikembangkan bagi penyempurnaan dan melengkapi pengetahuan masyarakat TNMB. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan Harris dan Hillman 1989, bahwa hendaknya “lintas persepahaman budaya” atau “cross-cultural understanding” tentang nilai-nilai kehidupan masyarakat hutan dunia masa lalu, juga sepatutnya berkelanjutan hingga masyarakat hutan masa kini, walaupun dipastikan ada Kelom- pok religius Sistem upacara religius Sistem Keper- cayaan bilief Emosi religius 142 perbedaan budaya maupun lingkungan alam antar masyarakat hutan dari kedua tempat ini. Hal ini amat penting karena proses pembelajaran terhadap kehidupan tumbuhan dengan segala sifatnya yang dipandang dari sisi ekologi dan perilaku di habitat hutan, dialami oleh seluruh hidup generasi tua hingga kepada generasi berikutnya secara estafet. Nilai-nilai kehidupan “masyarakat kecil” masa lalu, sepatutnya berkelanjutan hingga “masyarakat kecil” masa kini, melalui tukar- menukar informasi, pengalaman atau sharing knowledge and experience Sebenarnya masyarakat global yang hidup jauh di luar TNMB, bahkan sampai luar negeri saat ini telah menikmati produk jamu dari bahan baku kedawung, dari produksi perusahaan industri jamu yang moderen di Jawa Tengah. Hal ini menunjukkan bahwa produk tumbuhan obat kedawung dari masyarakat pendarung TNMB ikut mendukung pemeliharaan kesehatan saluran pencernaan masyarakat global, walaupun masyarakat pendarung tidak mengetahuinya atau tidak menyadarinya. Ini sebagai bukti bahwa sebenarnya telah terjadi persambungan masyarakat kecil dari hutan, yaitu masyarakat pendarung ke masyarakat global. Namun persambungan ini tidak terjadi feed back kepada masyarakat, terutama dalam informasi IPTEK yang dapat meningkatkan kapasitas masyarakat untuk aksi konservasi dan kesejahteraan masyarakat pendarung. Peran pengelola dan perguruan tinggi sangat penting sebagai pelaku yang dapat menyambungkan pengetahuan lokal masyarakat yang sudah terputus saat ini kepada pengetahuan moderen dan sekaligus mengembangkannya dengan tetap berbasis kepada karakteristik sumberdaya keanekaragaman alam hayati lokal. Sehingga tri-stimulus amar konservasi dan sikap merupakan gabungan dari komponen cognitive, affective dan overt actions dalam setiap individu masyarakat dapat terpelihara, berlanjut dan berkembang-seimbang menjadi perilaku konservasi sumberdaya alam hayati. Akhirnya sekaligus tuntutan kebutuhan hidup dan kesejahteraan masyarakat dapat terpenuhi secara berkelanjutan. Peran dan fungsi para scientist perguruan tinggi, terutama yang mendukung untuk konservasi di masa sekarang dan ke depan sangatlah diharapkan dan sangat menentukan keberhasilan untuk meminimalkan dampak negatif dan mengoptimalkan dampak positif dari arus globalisasi dunia. Terutama berkaitan dengan : 143 1 penyambungan keberlanjutan pengetahuan masyarakat tradisional semua tingkat evolusi sosiobudaya dengan ilmu pengetahuan modern, atas dasar kearifan dan perpaduan saling menguatkan antara keduanya; 2 terpeliharanya keberlanjutan asli genetik dalam bentuk dinamika sistem bagi kesejahteraan manusia; 3 sebagai kesatuan utuh dalam keseimbangan sistem ekologi; 4 untuk kesejahteraan dan perdamaian manusia dan masyarakat seutuhnya dan seluruhnya. Masyarakat dan Perguruan Tinggi sepatutnya bersama-sama melanjutkan proses pembelajaran dengan tidak melupakan pengalaman masyarakat yang telah bertungkus lumut dengan sumberdaya tumbuhan di habitat mereka. Kemitraan upaya konservasi antara perguruan tinggi dan masyarakat perlu, tanpa itu konservasi sulit dapat berlanjut dengan memuaskan. Pada akhirnya bahwa kelestarian atau sustainability tumbuhan itu sepenuhnya diserahkan dan ada pada tangan masyarakat. Setiap laboratorium di perguruan tinggi dituntut proaktif mendidik dirinya sendiri dan berkecimpung dengan permasalahan lapangan yang berkaitan dengan pengembangan bidang keilmuan yang dimandati. Setiap laboratorium hendaknya berperan maksimal mendarma baktikan peranan “tri dharma perguruan tinggi” kepada masyarakat. Rachman 2000 juga mengemukakan bahwa laboratorium bersifat persekoncoan yang hendaknya lebih memihak kepada kepentingan jangka pendek dan jangka panjang masyarakat banyak yang merupakan kumpulan dari “masyarakat kecil-masyarakat kecil”. Kegiatan laboratorium hendaknya mencari titik temu perbedaan kepentingan antara kepentingan masyarakat banyak dan kepentingan sekelompok kecil masyarakat yang lebih profesional, berpunya dan berkemampuan, seperti kelompok pengelola taman nasional. Cabang ilmu yang relevan, berguna bagi “masyarakat kecil” sekitar taman nasional patut dikembangkan oleh laboratorium dan oleh karena itu laboratorium harus memiliki kemampuan profesional. Sepatutnyalah laboratorium menjadi handalan perguruan tinggi atau universitas untuk membuka pengetahuan baru kepada anak didik sebagai kader sumberdaya manusia masa depan untuk konservasi sumberdaya hayati hutan tropika Indonesia. 144

B. Kebijakan Pengelolaan

Dokumen yang terkait

Beberapa Aspek Ekologi Kedawung (Parkia timoriana (DC.) Merr) di Taman Nasional Meru Betiri Jawa Timur

0 7 63

Status Rizobwm Dan Cendawan Mikoriza Arbuskula (Cma) Pada Kedawung (Parkia Timoriana (Dc.) Merr.) Di Taman Nasional Meru Betiri Jawa Timur

0 16 58

Sikap masyarakat dan konservasi suatu analisis kedawung sebagai stimulus tumbuhan obat bagi masyarakat, kasus di Taman Nasioal Meru Betiri

0 3 224

Pengetahuan Masyarakat Dan Konservasi Kedawung (Parkia timoriana (DC.) Merr.) Di Taman Nasional Meru Betiri

0 10 61

Bioecological of kedawung (Parkia timoriana (DC) Merr.) medicinal plant in natural forest Meru Betiri National Park

0 18 9

Sikap Masyarakat Dan Konservasi Suatu Analisis Kedawung (Parkia timoriana (DC) Merr.) Sebagai Stimulus Tumbuhan Obat Bagi Masyarakat, Kasus Di Taman Nasional Meru Betiri

1 53 458

Aplikasi Sistem Informasi Geografis Untuk Pemetaan Kesesuaian Habitat Kedawung (Parkia timoriana (D.C) merr) di Taman Nasional Meru Betiri Jawa Timur

0 14 87

Sikap masyarakat dan konservasi suatu analisis kedawung (Parkia timoriana (DC) Merr.) sebagai stimulus tumbuhan obat bagi masyarakat, kasus di Taman Nasioal Meru Betiri

0 9 385

Community’s Attitudes and Conservation: An Analysis of of Kedawung (Parkia timoriana (DC.) Merr.), Stimulus of Medicinal Plant for the Community, Case in Meru Betiri National Park

0 12 11

PEMANFAATAN TuMBuHAN OBAT OlEH MASYARAkAT DI SEkITAR TAMAN NASIONAl MERu BETIRI Utilization of medicinal plants by people around of Meru Betiri National Park

0 0 10