49 yang diperlukan bahan baku kerajinan sendiri ataupun dijual dalam bentuk
rotan asalan ke industri-industri kerajinan. 5. Perburuan satwa; untuk dijual dalam keadaan hidup sebagai binatang
peliharaan ataupun berupa daging, tanduk, bulu, kulit, telur dan lain-lain. 6. Pengambilan tumbuhan obat ada sekitar 15 spesies yang banyak diambil,
antara lain kedawung. Hasil tumbuhan obat ini umumnya sebagai bahan baku pembuatan obat-obatan tradisional yang dijual kepada tengkulak.
Umumnya masyarakat pendarung ini terbagi kedalam kelompok-kelompok pendarung berdasarkan spesifik kelompok komoditi. Khusus kelompok
masyarakat pendarung kedawung umumnya adalah juga pendarung komoditi tumbuhan obat lainnya dan termasuk madu. Tetapi umumnya mereka tidak
mendarung komoditi lainnya selain tumbuhan obat dan madu.
C. Karakteristik Masyarakat Pendarung Kedawung
Masyarakat pendarung kedawung berdasarkan penelusuran kembali dengan menggunakan acuan hasil penelitian Mujenah 1993, dapat
dikelompokkan menjadi suatu kelompok masyarakat kecil yang terdiri dari sekitar 80 individu, yang berada di tengah-tengah masyarakat sekitar TNMB yang
berjumlah sekitar 94.900 jiwa penduduk yang terdiri dari 29.911 kepala keluarga Balai Taman Nasional Meru Betiri, 2004c. Masyarakat kecil pendarung yang
diteliti ini tinggal di desa Andongrejo dan Desa Curahnongko. Diasumsikan masyarakat pendarung dari desa Sanenrejo, Curahtakir dan Wonoasri telah dapat
diwakili oleh masyarakat pendarung dari dua desa ini. Desa Andongrejo dan Curahnongko adalah desa-desa yang langsung
berbatasan dengan kawasan TNMB dan luas lahan pertaniannya dibawah rata- rata, sehingga ketergantungan masyarakat kepada hutan, seperti pengambilan
sumberdaya hutan sangat tinggi dibandingkan desa lainnya. Karakteristik masyarakat pemanen kedawung yang berjumlah 80 orang
dikelompokkan berdasarkan : kelas umur, pendidikan, asal etnis, anak dari pemanen kedawung atau tidak, lama pengalaman memanen kedawung dan umur
mulai mengenal kedawung, seperti data pada Tabel 7 berikut ini.
50 Tabel 7. Karakteristik masyarakat pendarung kedawung
No. Karakteristik Klasifikasi
Jumlah orang
1. Kelas umur
40 tahun 37
40 tahun 43
2. Pendidikan
Tidak pernah sekolah 29
Tidak tamat SD 15
Tamat SD 36
3. Etnis
Jawa 22
Madura 58 4.
Anak dari pemanen kedawung Ya
26 Bukan 54
5. Pengalaman memanen kedawung
10 tahun 26
10 tahun 54
6. Umur mulai mengenal kedawung
Sejak kecil 43
Sejak masuk hutan 37
Sejak masuknya TV di desa sejak tahun 1973 mulailah dirasakan oleh Mbah Setomi, Mbah Naam dan beberapa tokoh sepuh lainnya, bahwa mulai
terjadi pergeseran-pergeseran persepsi, budaya, pola pikir dan pola hidup masyarakat generasi muda. Tentunya ada yang berpengaruh negatif terhadap
keberlanjutan pengetahuan lokal akibat intervensi informasi global, termasuk penggunaan obat-obatan tradisional seperti biji kedawung mulai ditinggalkan
masyarakat. Selain tumbuhan obat kedawung, masyarakat pendarung juga mengambil
tumbuhan obat berupa : buah kemiri Aleurites moluccana, buah pakem Pangium edule, buah kemukus Piper cubeba, buah joho lawe Terminalia
balerica, buah joho keling Vitex quinata, buah kapulaga Amomum cardonomum, buah cabe jawa Piper retrofractum, buah serawu Piper
canimum, buah bendoh Entada phaseoloides, sambung otot, iles-iles Amorphophallus sp., kulit batang pule Alstonia scholaris, buah arjasa
Agenandra javanica, buah pinang Areca catechu dan madu. Nilai jual tumbuhan obat dan madu hasil pemungutan masyarakat pendarung pada tahun
2005 mencapai sekita 336,6 juta rupiah Dewi, 2007.
V. PROFIL KEDAWUNG
Kedawung sebagai objek penelitian ini memiliki profil dan karakteristik yang dapat ditinjau dari berbagai aspek, yaitu meliputi aspek botani, status
konservasi di alam, status tumbuhan obat dan nilai manfaat ekonomi bagi masyarakat. Hal ini dikemukan sebagai berikut :
A. Botani
1. Morfologi
Sinonim dari tumbuhan obat Parkia timoriana DC. Merr adalah : Parkia biglobosa Auct. Non Benth; Parkia javanica Lamk. Merr; dan Parkia
roxburghii G. Don. Nama Indonesia antara lain: Alai, kedahung. Sedangkan di Sunda namanya peundeuy, cipetir dan masyarakat Jawa dikenal dengan nama
kedawung. Kedawung merupakan pohon raksasa hutan dengan tinggi bisa mencapai
50 m dengan tinggi bebas cabang 5 – 28 m dan diameternya bisa mencapai 143 cm 1,5 m. Pada spesies-spesies yang merupakan sinonim kedawung diatas,
terdapat ciri unik yaitu jumlah daun akan semakin sedikit tetapi ukurannya akan semakin besar seiring dengan perubahan habitatnya dari daerah kering savana ke
daerah tropika basah Heyne, 1987. Batang berkayu, tegak, batang muda berwarna coklat dan setelah tua
berwarna putih kotor, kasar dan lunak serta tidak mengandung kayu teras, tidak begitu awet, bercabang di atas, jumlah cabang utama bisa mencapai 7 buah,
membentuk tajuk yang lebar, diameter tajuk berkisar antara 6 – 35 m, dengan kelas rata-rata 10-20 m, posisi tajuk pohon kedawung umumnya berada diatas
tajuk pohon lain dengan derajat kesempurnaan tajuk pada umumnya sempurnabulat membentuk payung, kedalaman tajuk berkisar antara 4 – 24 m.
Daun majemuk menyirip ganda, tangkai daun berkelenjar, permukaan atas hijau mengkilat, beranak daun banyak, daun 20-80 pasang. Bunga majemuk, umumnya
berbunga pada setiap bulan April, karangan bunganya berbentuk bongkol dengan kelompok bunga jantan di bagian pangkalnya, tangkai bunga panjang dan terkulai,
polong panjang dan gepeng, warna coklat tua dan berkayu, kulit keras. Pohon