144
B. Kebijakan Pengelolaan
1. Peraturan perundangan
Untuk mendukung paradigma pengelolaan taman nasional yang bertujuan untuk keberlanjutan konservasi dan kesejahteraan masyarakat, maka perlu
dilakukan revisi dan penyempurnaan perundang-undangan yang berlaku. Hak-hak masyarakat kecil di sekitar hutan untuk dapat akses ke pemanfaatan secara lestari
sumberdaya taman nasional belum tegas diakomodir dalam UU Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, UU Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya Nomor 5 tahun 1990 dan PP Nomor 68 tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam.
Akses masyarakat kecil misalnya pendarung sangat dibatasi atau bahkan ditutup untuk memanfaatkan secara lestari sumberdaya taman nasional Pedoman
operasionalnya di lapangan perlu rasionalitas, ketegasan dan kongkrit bagi kepentingan hidup mayarakat dan bagi kebutuhan konkrit pengelolaan
keberlanjutan taman nasional di lapangan. Wewenang operasional yang kreatif, fleksibel, tetapi tetap dalam koridor konservasi yang bertanggung jawab perlu
diberikan kepada pengelola lapangan taman nasional secara penuh. Ini yang belum banyak diakomodir dalam Undang-Undang maupun Peraturan Pemerintah
yang berhubungan dengan Taman Nasional. Hal ini perlu karena setiap taman nasional memiliki kekhasan sumberdaya keanekaragam hayati dan sosio-budaya
yang khas pula. Hendaknya peraturan perundangan direvisi dan disempurnakan dengan
memperhatikan kandungan substansi tri-stimulus amar konservasi. Peraturan perundangan yang perlu direvisi dan disempurnakan segera adalah :
1 UU Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya Nomor 5 tahun 1990. Pasal 31 ayat 1 Di dalam taman nasional, …….. dapat dilakukan
kegiatan untuk kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, dan wisata alam. Saran penyempurnaan,
ditambahkan dengan : pemanfaatan secara tradisional oleh masyarakat lokal yang diketahui secara pasti sudah lama hidup berinteraksi positif dengan
sumberdaya hutan. Pasal 36 ayat 1 ditambahkan butir i. pemanenan secara lestari hasil hutan non-kayu, khusus untuk masyarakat lokal yang unik
145 diketahui secara pasti sudah lama hidup berinteraksi positif dengan
sumberdaya hutan. 2 PP Nomor 68 tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan
Pelestarian Alam. Pasal 49, Pasal 50 dan Pasal 51, yaitu masing-masing pada
ayat 1 butir d. kegiatan penunjang budidaya ditambahkan dengan kata-kata : pemanenan secara lestari hasil hutan non-kayu, khusus untuk masyarakat
lokal yang unik diketahui secara pasti sudah lama hidup berinteraksi positif dengan sumberdaya hutan.
3 Peraturan Menhut No. : P.19Menhut-II2004 tentang Kolaborasi Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam. Substansi peraturan
menteri kehutanan ini perlu direvisi secara menyeluruh, terutama yang berkaitan stimulus manfaat yang berkaitan langsung bagi masyarakat kecil
yang hidup di habitat sekitar kawasan hutan taman nasional. 4 Peraturan Menhut No.: P.56Menhut-II2006 tentang Pedoman Zonasi Taman
Nasional . Sebaiknya kegiatan pemanfaatan tradisional sumberdaya alam hayati oleh masyarakat kecil dan unik yang telah hidup turun temurun di
dalam atau di sekitar taman nasional, tidak dibatasi dalam bentuk wilayah atau zona tradisional. Tetapi yang perlu dibuat batasan dan definisi yang jelas
adalah terhadap spesies, bentuk, sifat dan intensitas kegiatan pemanfaatan tradisional apa saja yang boleh dilakukan. Hal ini perlu dipertimbangkan
mengingat bukti-bukti empiris di lapangan, seperti contoh kasus kedawung bahwa ada hubungan yang bersifat positif antara masyarakat dengan
konservasi potensi sumberdaya hayati kedawung. Sehingga kurang relevan kalau pemanfaatan tradisional di batasi oleh wilayah atau areal tradisional
saja, karena ada kemungkinan penyebaran spesies yang menjadi kebutuhan masyarakat ada di berbagai zona taman nasional.
2. Aspek legalitas pendarung sebagai kelompok masyarakat “pelestari”