Kegiatan pengelolaan tahun 1998 – 2004 Intervensi dari kebijakan pengelolaan

123 Stimulus manfaat kawasan taman nasional bagi masyarakat lokal terkendala dengan UU no. 5 tahun 1990 dan PP No. 68 tahun 1998, yaitu ditutupnya akses masyarakat untuk memanfaatkan secara lestari sumberdaya hayati yang ada dalam kawasan. Begitu juga mengenai stimulus religius belum secara jelas atau belum secara eksplisit dimuat di dalam peraturan perundangan yang ada, kecuali dalam UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan dan UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hasil analisis kandungan selengkapnya dimuat pada Lampiran 13. Dari hasil analisis kandungan peraturan perundangan yang berkaitan dengan pengelolaan taman nasional yang dibuat mulai tahun 1990 sampai tahun 2006 dapat diketahui tidak terjadi keberlanjutan berpikir yang sistematis. Tidak terjadi pendalaman substansi yang runut yang lebih operasional, lebih sesuai dan lebih mendukung kondisi sosio-bioekologi lapangan. 2. Kegiatan pengelolaan Konservasi TNMB sekarang ini dirasakan gagal, hal ini disebabkan adanya bias pemahaman stimulus yang berbeda antara masyarakat dan pengelola. Akibatnya program konservasi berlangsung dengan pondasi yang rapuh dan tidak berangkat dari upaya mengatasi akar permasalahan. Konsep sustainability itu sendiri belum pernah terjadi dan diterapkan sepenuhnya di lapangan. Berikut ini dikemukakan analisis kandungan kegiatan pengelolaan TNMB berdasarkan tri- stimulus amar konservasi pada periode kegiatan yang sudah dilakukan dan yang akan dilakukan.

a. Kegiatan pengelolaan tahun 1998 – 2004

Berdasarkan buku laporan Balai Taman Nasional Meru Betiri 2004c, dapat diketahui program kegiatan tahun 1998 sampai 2004. Substansi program kegiatan ini dianalisis keterkaitannya dengan stimulus amar, yaitu alamiah, manfaat dan religius dalam rangka mewujudkan peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal dan konservasi potensi keanekaragaman hayati TNMB, seperti Tabel 18 berikut : 124 Tabel 18. Kegiatan pengelolaan yang telah dilakukan tahun 1998-2004 dan keterkaitannya dengan tri- stimulus amar konservasi Aspek Judul kegiatan S.alamiah S. manfaat S. religius 1. Perlindungan dan pengamanan • Patroli thd pencurian hasil hutan • Penanganan kebakaran hutan Tak jelas tidak ada Tak ada 2. Pemantapan dan rehabilitasi kawasan • Rehabilitasi melalui penanaman • Pendampingan petani rehabilitasi kawasan • Pengadaan bibit tanaman untuk rehabilitasi, dll Ada Tak jelas Ada Ada Ada Tak jelas Tak ada Tak jelas Tak ada 3. Pengelolaan keanekaragaman hayati • Inventarisasi burung air • Survey potensi vegetasi • Identifikasi burung reptor • Pembinaan populasi penyu • Monitoring satwa dg fototrap • Inventarisasi banteng • Inventarisasi tumbuhan obat • Inventarisasi burung merak, dll Tak jelas idem Tak ada idem Tak jelas idem 4. Pengembangan pariwisata alam dan pemanfaatan jasa lingkungan • Pembinaan kader konservasi dan generasi muda pencinta alam, dll Tak jelas Tak jelas Tak jelas 5. Bantuan untuk peningkatan usaha ekonomi masyarakat • 5 ekor sapi ke masyarakat. • tungku untuk masyarakat • 1 perahu ke masyarakat • 2 mesin perahu • keramba kepiting • alat-alat pembuat jamu • modal grup TOGA • etelase utk pemasaran jamu Tak ada Idem Tak jelas Idem Tak ada Idem 6. Penyebaran informasi dan promosi • Pembuatan dan penyebaran leaflet, brosur, stiker dan buku • Pameran dan ekspose • Penyuluhan konservasi sumberdaya alam • Pengadaan peta-peta kawasan Ada Ada Ada Ada Tak jelas Tak jelas Ada Tak jelas Tak jelas Tak jelas Tak jelas Tak jelas Berdasarkan informasi pada Tabel 18 di atas dapat diketahui bahwa selama 7 tahun terakhir ada 55 judul kegiatan pengelolaan yang dilakukan, ternyata tidak satupun kegiatan yang dilakukan dengan lengkap sejalan dengan tri- stimulus amar konservasi alamiah, manfaat dan religius. Bahkan 65 dari kegiatan pengelolaan yang dilakukan sama sekali bias dengan tri-stimulus amar konservasi. Sasaran kegiatan tidak tepat, tidak ada yang fokus kepada pemecahan permasalahan utama lapangan, terutama yang berkaitan dengan kebutuhan dan manfaat bagi masyarakat lokal. Kegiatan yang berhubungan dengan peningkatan kapasitas masyarakat lokal, khususnya kepada masyarakat pendarung tumbuhan obat kedawung belum 125 pernah dilakukan. Hampir semua kegiatan yang dilakukan tidak berkaitan dengan kehidupan masyarakat sekitar hutan yang sehari-harinya banyak berinteraksi dengan sumberdaya hayati taman nasional, yang seharusnya sangat berkaitan dengan stimulus manfaat. Padahal sumber akar permasalahan konservasi saat ini berasal dari interaksi masyarakat lokal dengan sumberdaya taman nasional yang belum pernah secara tuntas dikaji dan direkayasa agar menjadi interaksi positif yang saling menguntungkan atau simbiosis mutualistis. Stimulus alamiah, manfaat dan religius kerelaan berkorban tidak menjadi pendorong utama dalam pelaksanaan kegiatan pengelolaan kawasan. Penyebaran informasi dan promosi selama ini ditujukan bukan kepada masyarakat lokal, apalagi khususnya kepada masyarakat pendarung kedawung. Substansi informasi dan promosi yang disebarkan sampai saat ini hanya terbatas pada materi objek wisata, dan ditujukan umumnya kepada masyarakat yang hidupnya jauh dari ekosistem taman nasional. Sedangkan hasil-hasil penelitian yang berhubungan dengan kedawung, terutama aspek budidaya dan konservasinya belum disosialisasikan oleh pengelola kepada masyarakat pendarung. Apalagi yang berkaitan dengan IPTEK yang dapat meningkatkan nilai tambah dari hasil sumberdaya hutan yang dipungut masyarakat, belum pernah dilakukan. Pengelola tidak memahami atau tidak merespon apa yang terjadi dengan kelangkaan kedawung di hutan, terlihat tidak ada satupun kegiatan selama 10 tahun terakhir yang berhubungan dengan penyuluhan dan pendampingan masyarakat untuk peningkatan sikap, perilaku dan kapasitas masyarakat bagi pelestarian pemanfaatan kedawung dari hutan alam, kecuali hanya kegiatan penanaman kedawung di kawasan rehabilitasi yang sampai hari ini belum berhasil berbuah. Padahal dengan memberikan penyuluhan dan pendampingan kepada masyarakat agar setelah memungut buah kedawung, mereka mau membantu menyebarkan segenggam bijinya yang terbaik ke areal-areal yang terbuka di kawasan hutan yang berjauhan dari pohon induknya. Ini merupakan kegiatan yang kecil, ringan, sederhana dan murah, tetapi sangat penting dan sangat besar artinya bagi keberlanjutan konservasi kedawung di hutan alam taman nasional. Untuk lebih jelasnya analisis kandungan selengkapnya dimuat pada Lampiran 14. 126

b. Kegiatan pengelolaan tahun 2005 -2009

Dokumen yang terkait

Beberapa Aspek Ekologi Kedawung (Parkia timoriana (DC.) Merr) di Taman Nasional Meru Betiri Jawa Timur

0 7 63

Status Rizobwm Dan Cendawan Mikoriza Arbuskula (Cma) Pada Kedawung (Parkia Timoriana (Dc.) Merr.) Di Taman Nasional Meru Betiri Jawa Timur

0 16 58

Sikap masyarakat dan konservasi suatu analisis kedawung sebagai stimulus tumbuhan obat bagi masyarakat, kasus di Taman Nasioal Meru Betiri

0 3 224

Pengetahuan Masyarakat Dan Konservasi Kedawung (Parkia timoriana (DC.) Merr.) Di Taman Nasional Meru Betiri

0 10 61

Bioecological of kedawung (Parkia timoriana (DC) Merr.) medicinal plant in natural forest Meru Betiri National Park

0 18 9

Sikap Masyarakat Dan Konservasi Suatu Analisis Kedawung (Parkia timoriana (DC) Merr.) Sebagai Stimulus Tumbuhan Obat Bagi Masyarakat, Kasus Di Taman Nasional Meru Betiri

1 53 458

Aplikasi Sistem Informasi Geografis Untuk Pemetaan Kesesuaian Habitat Kedawung (Parkia timoriana (D.C) merr) di Taman Nasional Meru Betiri Jawa Timur

0 14 87

Sikap masyarakat dan konservasi suatu analisis kedawung (Parkia timoriana (DC) Merr.) sebagai stimulus tumbuhan obat bagi masyarakat, kasus di Taman Nasioal Meru Betiri

0 9 385

Community’s Attitudes and Conservation: An Analysis of of Kedawung (Parkia timoriana (DC.) Merr.), Stimulus of Medicinal Plant for the Community, Case in Meru Betiri National Park

0 12 11

PEMANFAATAN TuMBuHAN OBAT OlEH MASYARAkAT DI SEkITAR TAMAN NASIONAl MERu BETIRI Utilization of medicinal plants by people around of Meru Betiri National Park

0 0 10