Kerelaan berkorban pengelola untuk aksi konservasi

106 Ungkapan kekecewaan dan benci yang direfleksikan oleh tetua masyarakat, seperti diungkapkan Mbah Setomi. Petugas PA sejak tahun 1972 mulai melarang dan menyita hasil hutan yang masyarakat bawa dari hutan. Mereka dituduh sebagai tukang ngerusak hutan, tukang membakar hutan, apa saja yang dihasilkan dibawa dari hutan akan dirampas semua. Tetapi kalau sudah berwujud uang, petugas juga meminta bagian. Pada tahun 1988 boreg-boreg cukong-cukong pencuri kayu kayu jati mulai ada, mereka mendatangi penduduk agar mau ngempleng mencuri jati dengan diiming-imingi pendapatan tinggi. Sejak itu pencurian kayu jati mulai marak dan terang-terangan, bahkan sampai ada yang memakai gergaji senso chain saw. Masyarakat menjadi sangat kecewa, karena pelaku tidak ada yang ditangkap, bahkan mereka kerjasama dengan petugas PA, polisi dan tentara. Akhirnya masyarakat berpikir untuk apa menjaga kelestarian hutan.

8. Kerelaan berkorban pengelola untuk aksi konservasi

Berdasarkan hasil penelitian dengan menguji 5 pernyataan tentang kerelaan berkorban dapat diketahui, bahwa sikap dan aksi pengelola tidak dilandasi kerelaan berkorban untuk konservasi kedawung, maupun kerelaan berkorban untuk masyarakat, seperti ditunjukkan pada Gambar 34. Pernyataan stimulus 2 yaitu : Saat pohon kedawung berbuah, masyarakat masuk hutan untuk memanen buahnya”. Sebagaimana telah disebutkan di bagian awal dari bab ini, bahwa pengelola tidak suka masyarakat masuk kawasan hutan, pengelola beranggapan dan memandang masyarakat masuk hutan adalah pelanggaran peraturan perundangan yang berlaku dan masyarakat masih dianggap aktor perusak kawasan hutan taman nasional. Dari pernyataan sikap pengelola ini menunjukkan bahwa pengelola belum rela berkorban dan menyisihkan waktu, tenaga serta pikirannya untuk berpikir dan melakukan penyuluhan, bimbingan dan pendampingan kepada masyarakat. Masyarakat dengan cara demikian dapat tetap melakukan pemungutan buah kedawung secara lestari. Bahkan sekiranya pengelola meminta masyarakat untuk menyebarkan biji kedawung di hutan, maka masyarakat pendarung secara sukarela akan melakukan penyebaran biji kedawung ke tempat terbuka yang jauh dari pohon induknya dan sesuai bagi persyaratan kedawung untuk hidup. 107 Keterangan No Pernyataan kerelaan berkorban pengelola untuk konservasi Skor rata- rata Sikap 2 Saat kedawung berbuah, banyak masyarakat masuk hutan untuk memanennya. 2,0 - 3 Kkedawung sudah sejak lama menjadi sumber penghasilan masyarakat. 3,5 - 27 Kedawung untuk penyebaran bijinya di hutan alam perlu bantuan manusia. 2,6 - 28 Kedawung yg ditanam di lahan rehabilitasi dapat imbalan menanam palawija. 3,9 + 30 Permudaan kedawung di hutan alam tidak bisa diserahkan kepada alam saja. 2,6 - Rata-rata 2,9 - + = sangat suka atau sukasetuju 3,9 ; - = tidak suka atau kurang sukatak setuju 3,8 Gambar 34. Kerelaan berkorban pengelola untuk konservasi kedawung belum terjadi. Hanya sebagian kecil pengelola yang suka dengan masyarakat yang menanam kedawung di lahan rehabilitasi dengan mendapat imbalan menanam palawija. Artinya dalam jangka panjang pengelola sangat khawatir lahan hutan dikuasai oleh masyarakat dan belum rela berkorban untuk membina masyarakat agar resiko yang dkhawatirkan tidak terjadi atau sekecil mungkin terjadi. Ini juga terlihat dalam surat DITJEN PKA 16 Des’ 1999 no. 1354DJ-VKK1999 kepada Kepala Balai TNMB tentang kegiatan rehabilitasi kawasan butir 3 c alinea 3 Areal rehabilitasi dapat digarap oleh peserta rehabilitasi dalam jangka waktu 3 tahun dan setelah itu peserta harus dengan sukarela meninggalkan kawasan tanpa kompensasi. Begitu juga pernyataan 27, 28 dan 30 yang direspon negatif oleh sebagian besar pengelola menunjukkan bahwa pengelola belum mempunyai kerelaan berkorban untuk aksi konservasi kedawung, yaitu pengelola belum rela berkorban untuk melakukan penyemaian bibit kedawung di hutan alam. Nilai-nilai religius tidak menjadi stimulus bagi kinerja pengelola untuk rela berkorban terhadap aksi konservasi. Hal ini juga dipengaruhi karena rendahnya insentif dan reward yang diberikan negara kepada pengelola selama ini. Kerelaan berkorban pengelola tidak ada untuk konservasi :

2, 3, 23, 27dan 30

Dokumen yang terkait

Beberapa Aspek Ekologi Kedawung (Parkia timoriana (DC.) Merr) di Taman Nasional Meru Betiri Jawa Timur

0 7 63

Status Rizobwm Dan Cendawan Mikoriza Arbuskula (Cma) Pada Kedawung (Parkia Timoriana (Dc.) Merr.) Di Taman Nasional Meru Betiri Jawa Timur

0 16 58

Sikap masyarakat dan konservasi suatu analisis kedawung sebagai stimulus tumbuhan obat bagi masyarakat, kasus di Taman Nasioal Meru Betiri

0 3 224

Pengetahuan Masyarakat Dan Konservasi Kedawung (Parkia timoriana (DC.) Merr.) Di Taman Nasional Meru Betiri

0 10 61

Bioecological of kedawung (Parkia timoriana (DC) Merr.) medicinal plant in natural forest Meru Betiri National Park

0 18 9

Sikap Masyarakat Dan Konservasi Suatu Analisis Kedawung (Parkia timoriana (DC) Merr.) Sebagai Stimulus Tumbuhan Obat Bagi Masyarakat, Kasus Di Taman Nasional Meru Betiri

1 53 458

Aplikasi Sistem Informasi Geografis Untuk Pemetaan Kesesuaian Habitat Kedawung (Parkia timoriana (D.C) merr) di Taman Nasional Meru Betiri Jawa Timur

0 14 87

Sikap masyarakat dan konservasi suatu analisis kedawung (Parkia timoriana (DC) Merr.) sebagai stimulus tumbuhan obat bagi masyarakat, kasus di Taman Nasioal Meru Betiri

0 9 385

Community’s Attitudes and Conservation: An Analysis of of Kedawung (Parkia timoriana (DC.) Merr.), Stimulus of Medicinal Plant for the Community, Case in Meru Betiri National Park

0 12 11

PEMANFAATAN TuMBuHAN OBAT OlEH MASYARAkAT DI SEkITAR TAMAN NASIONAl MERu BETIRI Utilization of medicinal plants by people around of Meru Betiri National Park

0 0 10