111 hutan Meru Betiri adalah untuk kesejahteraan masyarakat yang perlu dilestarikan
agar manfaatnya berkesinambungan. Pandangan image bahwa alas iku duwe’e pemerintah harus dihilangkan dari pola pikir masyarakat, dan diganti dengan
hutan ini modal dasar dan utama untuk terwujudnya kesejahteraan masyarakat yang harus dikonservasi dan dikembangkan nilai tambahnya oleh masyarakat
untuk masyarakat bersama-sama dengan pengelola.
10. Ketidak-sejalanan stimulus terhadap sikap dan aksi konservasi
masyarakat dan pengelola Berdasarkan hasil penelitian ternyata, bahwa perilaku masyarakat dan
pengelola tidak sejalan dengan kebutuhan konservasi kedawung yang seharusnya dilaksanakan simultan sesuai dengan kaedah keterkaitan dan kesejalanan stimulus,
sikap dan aksi konservasi. Berdasarkan hasil penelitian yang ditunjukkan pada Gambar 35 diketahui
bahwa terjadi bias pemahaman stimulus kedawung oleh masyarakat maupun oleh pengelola. Sebanyak 9 aksi konservasi dan kerelaan berkorban yang diharapkan
kedawung untuk dilakukan, yang direfleksikan terutama dari stimulus alamiah tentang kelangkaan, kondisi populasi dan regenerasi, ternyata masyarakat maupun
pengelola tidak dilakukan. Artinya bahwa informasi yang dikeluarkan kedawung yang sedang terjadi di kawasan hutan alam, belum menjadi stimulus pendorong
bagi sikap maupun aksi konservasi oleh masyarakat maupun oleh pengelola. Masyarakat hanya memahami informasi dan menyukai pernyataan 16 bahwa,
“Anakan kedawung hanya hidup di tempat terbuka terkena sinar matahari” tetapi stimulus ini tidak secara simultan mendorong aksi konservasi oleh masyarakat.
Padahal sesuai dengan harapan kedawung dari sinyal atau informasi yang ditunjukkannya terutama melalui kondisi populasinya seharusnya masyarakat
pendarung ataupun pengelola rela berkorban untuk memindahkan anakan kedawung yang tumbuh di bawah pohon induknya atau menyemaikan bijinya di
areal-areal yang terbuka terkena langsung sinar matahari dan yang berjauhan dari pohon induknya.
Ada tiga pernyataan penting yaitu nomor 14, 15 dan 17 tentang kondisi populasi dan regenerasi kedawung yang dipahami bias oleh masyarakat maupun
pengelola, sehingga sikap dan aksi konservasi kedawung tidak berjalan.
112 Perbedaan stimulus kedawung dengan sikap dan aksi masyarakat dan
pengelola dapat digambarkan sebagai berikut.
Keterangan
No Pernyataan stimulus kelangkaan k
ondisi populasi dan regenerasi Masyarakat Pengelola
14 Anakan kedawung sangat jarang menjadi besar di sekitar pohon induknya.
- -
15 Pohon kedawung muda sangat jarang ditemukan di kawasan hutan alam.
- -
16 Anakan kedawung hanya hidup di tempat terbuka terkena sinar matahari.
+ -
17 Kedawung dewasa jauh lebih banyak dibanding pohon mudanya di hutan
- -
Pernyataan Aksi Konservasi Kedawung
18 Menyemaikan atau menyebarkan biji kedawung di areal hutan alam.
- -
19 Buah kedawung yg tergantung di pinggir tajuk tidak semuanya dipungut
-
20 Biji kedawung yang dipanen sendiri selalu ada yang dijadikan bibit.
-
21 Kedawung saat ini perlu pengayaan atau penanaman di hutan alam.
- -
22 Ada biji kedawung yang tercecer diperjalanan di hutan sehabis memanen
-
23 Biji direndam air panas 5 menit dan air biasa 1 malam, lalu disemaikan.
- -
24 Biji kedawung untuk mudah tumbuh dipotong sedikit ujung kulit bijinya.
- -
25 Jarak tanam
kedawung di lahan rehabilitasi baiknya diperlebar min. 30 m.
+ -
27 Kedawung untuk penyebaran bijinya di hutan alam perlu bantuan manusia.
- -
Keterangan : 0 = tidak relevan untuk diujikan ; + = sangat suka atau sukasetuju; - = tidak suka atau kurang sukasetuju
Gambar 35. Bias pemahaman stimulus kedawung, sikap dan aksi pendarung atau pengelola untuk konservasi tidak berjalan simultan
Kegiatan penjarangan pohon kedawung di lahan rehabilitasi adalah sekaligus merupakan kegiatan pemuliaan kedawung dengan melakukan seleksi
pohon-pohon yang berkualitas. Penampakan morfologi pohon kedawung yang unggul dapat didekati dari tinggi, percabangan dan luas tajuknya. Pohon unggul
diharapkan dapat menghasilkan buah yang lebih banyak. Hal ini juga sesuai dengan teori yang dikemukakan Etherington 1975 dalam bukunya “Environment
and Plant Ecology dan hasil penelitian Rinekso 2000 di TNMB.
Sikap dan Aksi masyarakat yg
terkait erat harapan konservasi
kedawung : 16, 22
Terjadi bias pemahaman stimulus kedawung, sehingga
sikap dan aksi masyarakat atau pengelola untuk
konservasi tidak berjalan : 14, 15, 17, 18, 19, 20, 21, 23, 24,
26
Sikap dan aksi pengelola
Harapan aksi
konservasi kedawung
113 Masyarakat dan atau pengelola tidak menjalankan ke-13 aksi dari 14 aksi
konservasi penting yang dibutuhkan kedawung. Pada Gambar 36 dikemukakan bagan alir stimulus kedawung, sikap dan aksi konservasi kedawung yang
seharusnya simultan terjadi. Akan tetapi hal itu tidak terjadi, padahal itu sebagai prasyarat terwujudnya konservasi kedawung di hutan alam.
Gambar 36. Bagan ketidak-sejalanan stimulus dengan sikap dan aksi pendarung dan pengelola untuk konservasi kedawung yang digaris bawah.
Pernyataan yang digaris bawah, artinya pernyataan yang disikapi positif dan dilakukan oleh masyarakat pendarung maupun oleh pengelola.
Aksi dan Kerelaan berkorban untuk konservasi kedawung
18 Menyemaikan atau menyebarkan biji kedawung di areal hutan alam,
19 Buah kedawung yang tergantung di pinggir tajuk terluar tidak semuanya
dipungut, 20 Biji kedawung yang dipanen sendiri ada
yang dijadikan bibit, 21 Pohon kedawung saat ini perlu
penanaman di hutan alam, 22 Ada biji yang tercecer diperjalanan
pulang di hutan sehabis memanen, 23 Biji kedawung direndam air
panas 5 menit dan air biasa 1 malam, kemudian disemaikan,
24 Biji kedawung untuk mudah tumbuh dipotong sedikit ujung kulit bijinya.
25 Jarak tanam kedawung di lahan rehabilitasi diperlebar minimal 30 m.
26 Patroli dan larangan masyarakat masuk hutan, bukan kegiatan penting untuk
dilakukan 27 Pohon Kedawung untuk penyebaran
bijinya di hutan alam perlu bantuan manusia.
28Pohon kedawung ditanam di lahan rehabilitasi tanpa imbalan menanam
palawija. 29 Pohon kedawung ditanam di lahan
pertanian hak milik masyarakat. 30Permudaan kedawung di hutan alam tidak
bisa diserahkan kepada alam saja. 31 Biji kedawung yang dipanen selama
ini, ada yang ditinggalkan sengaja di hutan untuk sumber bibit
Stimulus Alamiah
Kelangkaan, kondisi populasi dan regenerasi : 14 Anakan Kedawung sangat jarang tumbuh menjadi
besar di sekitar pohon induknya, 15 Pohon Kedawung yang masih kecil muda
sangat jarang ada di kawasan hutan alam, 16 Anakan Kedawung hanya hidup dan tumbuh di tempat
terbuka terkena sinar matahari, 17 Pohon Kedawung dewasa jauh lebih banyak dibanding
pohon mudanya di hutan alam;
Fungsi ekologis: 9 Pohon Kedawung banyak tumbuh di lereng bukit terjal,
10 Kedawung merupakan pohon besar dan tinggi pengayom berbagai jenis tumbuhan hutan lain,
11 Pohon Kedawung yang sedang berbunga banyak didatangi lebah madu,
12 Pohon Kedawung gugurkan daunnya sebanyak 1 atau 2 kali setiap tahun;
13 Buah Kedawung yang muda menjadi bahan makanan satwa budeng;
Stimulus Manfaat
Manfaat ekonomi 1 Hati berbunga-bunga melihat pohon kedawung
berbuah lebat yang telah menghitam, 2 Saat pohon Kedawung berbuah, banyak masyarakat
masuk hutan memanen buahnya; 3 Pohon Kedawung di hutan sudah sejak lama menjadi
sumber penghasilan masyarakat; 4 Biji kedawung banyak dibutuhkan untuk bahan baku
industri jamu
Manfaat obat 5 Biji Kedawung disangrai berkhasiat untuk mengobati
sakit perut kembung ; 6 Biji kedawung disimpan di rumah untuk obat
7 Pohon Kedawung adalah tumbuhan obat yang banyak khasiatnya;
8 Biji Kedawung disangrai suka dipakai sendiri untuk obat sakit perut kembung,
Variabel tak bebas
Stimulus Religius
termasuk nilai sosio-budaya
Stimulus ini berpengaruh atau tidak kepada sikap, dinilai dari pendekatan dan refleksi dari kerelaan berkorban untuk
konservasi
pernyataan no. : 18, 19, 27, 28, 31
Sikap Variabel bebas
114
B. Ketidak-berlanjutan Pengetahuan Lokal
Salah satu hipotesis penelitian ini adalah bahwa konservasi kedawung dan hutan yang dikenal hari ini adalah merupakan suatu estafet local and traditional
knowledge dari sustainability “domestication of plant resources” yang merupakan suatu proses evolusi tumbuhan dengan masyarakat dalam ekosistem atau
habitatnya Harris dan Hillman, 1989. Dalam hal ini evolusi merupakan suatu proses pembelajaran bagi masyarakat terhadap tumbuhan liar dan suatu habitat
hutan alam yang secara berkelanjutan dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Pada masyarakat hutan Meru Betiri, ini sukarnya proses konservasi yang terjadi
masa ini adalah tidak lain karena proses pembelajaran dari masa lalu tidak bersambung ke masa kini. Daya kreativitas dan kemandirian masyarakat untuk
berinovasi dalam konservasi kedawung atau dalam peningkatan nilai tambah produknya selama ini tidak berkembang atau stagnant. Mereka hanya sebagai
pengumpul biji gather dan menjualnya kepada tengkulak yang datang ke rumah mereka. Proses ini telah berlangsung secara turun temurun selama lebih dari 50
tahun tanpa ada perubahan atau kemajuan dari kearifan masyarakatnya. Sebelum konsorsium IPB dan LATIN pada tahun 1994 melakukan
pendampingan terhadap masyarakat pendarung, ternyata mereka belum pernah melakukan pembibitan dan budidaya kedawung.
Masyarakat pendarung dari kelompok umur di bawah 40 tahun dibanding dengan umur di atas 40 tahun, ternyata memiliki perbedaan sikap yang nyata,
dimana masarakat yang berumur di atas 40 tahun memiliki sikap dan perilaku untuk aksi konservasi yang lebih baik. Ini menunjukkan bahwa komponen
cognition yaitu pengetahuan lokal dan pengalaman tentang kedawung kurang memadai di dalam diri individu pendarung, terutama kelompok yang berumur di
bawah 40 tahun. Hasil analisis data juga menunjukkan bahwa pendidikan dasar formal bagi
masyarakat pendarung kedawung tidak berpengaruh nyata terhadap sikap, aksi maupun kerelaan berkorban untuk konservasi kedawung. Berdasarkan analisis ini
terlihat pendidikan sekolah dasar belum berperan sebagai agen untuk memelihara keberlanjutan pengetahuan lokal bagi anak-anak generasi mudanya. Ini diperkuat
dengan hasil wawancara dengan anak-anak SD Curahnongko, bahwa ternyata