107
Keterangan
No
Pernyataan kerelaan berkorban pengelola untuk konservasi
Skor rata- rata
Sikap
2 Saat kedawung berbuah, banyak masyarakat masuk hutan untuk memanennya.
2,0
-
3 Kkedawung sudah sejak lama menjadi sumber penghasilan masyarakat.
3,5
-
27 Kedawung untuk penyebaran bijinya di hutan alam perlu bantuan manusia.
2,6
-
28 Kedawung yg ditanam di lahan rehabilitasi dapat imbalan menanam palawija.
3,9
+
30 Permudaan kedawung di hutan alam tidak bisa diserahkan kepada alam saja.
2,6
-
Rata-rata 2,9
-
+ = sangat suka atau sukasetuju 3,9 ;
-
= tidak suka atau kurang sukatak setuju 3,8
Gambar 34. Kerelaan berkorban pengelola untuk konservasi kedawung belum terjadi.
Hanya sebagian kecil pengelola yang suka dengan masyarakat yang menanam kedawung di lahan rehabilitasi dengan mendapat imbalan menanam
palawija. Artinya dalam jangka panjang pengelola sangat khawatir lahan hutan dikuasai oleh masyarakat dan belum rela berkorban untuk membina masyarakat
agar resiko yang dkhawatirkan tidak terjadi atau sekecil mungkin terjadi. Ini juga terlihat dalam surat DITJEN PKA 16 Des’ 1999 no. 1354DJ-VKK1999 kepada
Kepala Balai TNMB tentang kegiatan rehabilitasi kawasan butir 3 c alinea 3 Areal rehabilitasi dapat digarap oleh peserta rehabilitasi dalam jangka waktu 3
tahun dan setelah itu peserta harus dengan sukarela meninggalkan kawasan tanpa kompensasi.
Begitu juga pernyataan 27, 28 dan 30 yang direspon negatif oleh sebagian besar pengelola menunjukkan bahwa pengelola belum mempunyai kerelaan
berkorban untuk aksi konservasi kedawung, yaitu pengelola belum rela berkorban untuk melakukan penyemaian bibit kedawung di hutan alam. Nilai-nilai religius
tidak menjadi stimulus bagi kinerja pengelola untuk rela berkorban terhadap aksi konservasi. Hal ini juga dipengaruhi karena rendahnya insentif dan reward yang
diberikan negara kepada pengelola selama ini.
Kerelaan berkorban pengelola
tidak ada untuk konservasi :
2, 3, 23, 27dan 30
Kerelaan berkorban
pengelola
108
9. Perbedaan pengalaman masyarakat dengan pengelola
Berdasarkan hasil penelitian terbukti, bahwa ada perbedaan pengalaman antara masyarakat dengan pengelola, seperti ditunjukkan pada Tabel 16 berikut :
Tabel 16. Perbedaan pengalaman masyarakat dengan pengelola tentang kedawung
No Pernyataan stimulus dan aksi konservasi kedawung terhadap sikap
masyarakat dan sikap pengelola
Masya- rakat
Penge -lola
Nilai manfaat ekonomi stimulus manfaat
1 Hati berbunga-bunga melihat pohon kedawung berbuah lebat yang telah menghitam
+ +
2 Saat pohon kedawung berbuah, masyarakat masuk hutan untuk memanen buahnya.
+ -
3 Pohon kedawung sudah sejak lama menjadi sumber penghasilan masyarakat.
+ -
4 Biji kedawung banyak dibutuhkan untuk bahan baku industri jamu
+ +
Nilai manfaat obat stimulus manfaat
5 Biji kedawung dipakai sendiri untuk obat sakit perut kembung.
- -
6 Biji kedawung selalu ada disimpan di rumah untuk obat.
- -
7 Biji kedawung berkhasiat untuk obat sakit perut kembung.
+ +
8 Pohon kedawung adalah tumbuhan obat yang banyak khasiatnya.
- -
Nilai fungsi ekologis stimulus alamiah
9 Kedawung banyak tumbuh di lereng bukit yang terjal
+ +
10 Kedawung adalah pohon raksasa pengayom tumbuhan lainnya di hutan
+ -
11 Kedawung yang sedang berbunga banyak didatangi lebah madu.
+ -
12 Kedawung menggugurkan daunnya sebanyak 1 atau 2 kali setahun.
+ -
13 Buah kedawung yang muda dimakan satwa budeng
- +
Kondisi populasi dan regenerasi stimulus alamiah
14 Anakan kedawung sangat jarang menjadi besar di sekitar pohon induknya.
- -
15 Pohon kedawung muda sangat jarang ditemukan di kawasan hutan alam.
- -
16 Anakan kedawung hanya hidup di tempat terbuka terkena sinar matahari.
+ -
17 Kedawung dewasa jauh lebih banyak dibanding pohon mudanya di hutan
- -
Aksi konservasi kedawung dan kerelaan berkorban
18 Menyemaikan atau menyebarkan biji kedawung di areal hutan alam.
-
-
19 Buah kedawung yg tergantung di pinggir tajuk terluar tidak semuanya dipungut
-
+
20 Biji kedawung yang dipanen sendiri selalu ada yang dijadikan bibit.
-
-
21 Kedawung saat ini perlu pengayaan atau penanaman di hutan alam.
-
-
22 Ada biji kedawung yang tercecer diperjalanan pulang di hutan sehabis memanen
-
-
23 Biji direndam air panas 5 menit dan air biasa 1 malam, lalu disemaikan.
-
-
24 Biji kedawung untuk mudah tumbuh dipotong sedikit ujung kulit bijinya.
-
-
25 Jarak tanam Kedawung di lahan rehabilitasi baiknya diperlebar min. 30 m.
+
-
26 Patroli dan larangan masuk hutan, bukan kegiatan penting untuk dilakukan
+ -
27 Pohon kedawung untuk penyebaran bijinya di hutan alam perlu bantuan manusia.
- -
28 Pohon kedawung ditanam di lahan rehabilitasi tanpa imbalan menanam palawija.
- -
29 Pohon kedawung ditanam di lahan pertanian hak milik pribadi masyarakat.
- -
30 Permudaan kedawung di hutan alam tidak bisa diserahkan kepada alam saja.
- -
31 Biji kedawung yang dipanen selama ini, ada yang ditinggalkan di hutan
- -
+ = sangat suka atau sukasetuju
-
= tidak suka atau kurang sukasetujutak tahu
Berdasarkan Tabel 16 di atas dapat diketahui bahwa ternyata masyarakat lebih berpengalaman dengan kedawung, masyarakat lebih memahami potensi
109 stimulus kedawung, terutama stimulus tentang nilai manfaat ekonomi dan nilai
fungsi ekologis. Sebagian masyarakat berpengalaman dalam menyebarkan biji di hutan alam, walaupun mereka melakukannya tidak sengaja atau tidak dengan
sadar, yaitu melalui cara tercecernya biji waktu proses pengangkutan di dalam hutan. Hal ini terjadi karena masyarakatlah yang lebih banyak berinteraksi
dengan kedawung dan interaksi ini terjadi berulang-ulang setiap tahun, terutama pada saat panen buah kedawung atau saat mereka masuk hutan mengambil
tumbuhan obat lainnya. Adanya perbedaan pengalaman antara masyarakat dan pengelola ini, akan
menyebabkan perbedaan sikap dan perilaku untuk konservasi kedawung. Pengelola sampai saat ini masih menganggap masyarakat yang masuk hutan
memanen buah kedawung adalah pelaku utama yang menyebabkan kedawung menjadi langka. Padahal berdasarkan pengalaman masyarakat malahan
sebaliknya, tanpa disadari sebenarnya mereka membantu untuk konservasi kedawung dengan ikut menyebarkan biji di hutan.
Oleh karena itu seharusnya pengelola menjadikan kelompok masyarakat pendarung kedawung sebagai pelaku utama dalam konservasi kedawung. Cara ini
bisa dilakukan secara sadar, mudah dan murah serta melakukan terlebih dahulu peningkatan kapasitas masyarakat pendarung tersebut.
Hubungan sikap-stimulus, erat keterkaitannya dengan keberlanjutan
konservasi atau memungkinkan pula putusnya keberlanjutan konservasi tersebut.
Sebagai contoh adalah stimulus manfaat ekonomi dari kedawung yang telah membuat sikap masyarakat pada periode Agustus-Oktober secara turun temurun
untuk masuk hutan dan memanen buah masak dari tumbuhan obat ini. Semua biji habis mereka jual tanpa ada yang dijadikan bibit pernyataan stimulus 2 dan 3.
Masyarakat pendarung kedawung belum secara sadar untuk menyemaikan biji kedawung di areal hutan yang terbuka dan terkena sinar matahari. Keadaan seperti
ini telah berlangsung berpuluh-puluh tahun. Pengalaman dan perilaku masyarakat pendarung ini kurang tergali oleh pengelola, sehingga pengelola tidak dapat
membuat umpan balik feedback kepada masyarakat. Misalnya, pengelola belum pernah memberikan penyuluhan kepada masyarakat pendarung agar mau dengan
sadar menyemaikan biji kedawung di tempat-tempat terbuka di hutan yang
110 berjauhan dari pohon induknya. Hal ini sangat berguna bagi masyarakat
pendarung dan generasi penerusnya agar dapat memanen buah kedawung secara berkelanjutan, bahkan dapat meningkatkan hasilnya, karena mereka melakukan
intervensi untuk regenerasinya. Berdasarkan hasil analisis data diketahui adanya perbedaan yang nyata
pada sikap nilai manfaat obat, sikap terhadap kondisi populasi dan regenerasi, serta sikap dan aksi terhadap kebutuhan konservasi kedawung. Hal ini terjadi
pada masyarakat dengan pengalaman lebih dari 10 tahun yang memiliki sikap lebih konservasi. Keadaan ini wajar dalam masyarakat yang normal, karena
semakin banyak dan lama pengalaman mendarung kedawung, maka mereka akan semakin memiliki sikap dan aksi konservasi kedawung yang lebih baik.
Sikap terhadap nilai manfaat ekonomi, sikap nilai manfaat ekologis dan kerelaan berkorban tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antara masyarakat
yang sudah lama berpengalaman lebih dari 10 tahun dengan masyarakat yang berpengalaman kurang dari 10 tahun. Hal ini menunjukkan sangat lambatnya
perkembangan pengetahuan tentang kedawung dalam masyarakat serta sangat kurangnya informasi tentang kedawung yang sampai kepada masyarakat. Ini
dibuktikan dari hasil penelitian bahwa tidak ada penyuluhan maupun program upaya peningkatan pengetahuan kedawung yang dilakukan oleh pengelola kepada
masyarakat. Berdasarkan uji Pearson Correlation ditemukan korelasi yang nyata antara
umur dan lama pengalaman terhadap sikap konservasi. Semakin tua umur dan semakin lama pengalaman, ternyata sikap, aksi dan kerelaan berkorban untuk
konservasi kedawung semakin besar. Hubungan atau korelasi yang nyata dan positif terjadi antara sikap manfaat obat dengan aksi konservasi kedawung,
Hubungan nyata yang positif terjadi pula antara kerelaan berkorban dengan sikap dan aksi konservasi kedawung.
Hasil analisis ini menunjukkan bahwa ada kecenderungan masyarakat untuk bersikap dan beraksi untuk konservasi kedawung, walaupun hal ini belum
cukup memadai untuk mewujudkan tercapainya konsevasi kedawung yang diharapkan. Untuk meningkatkan atau menghilangkan perbedaan ini perlu
dilakukan pendampingan kepada mayarakat serta perlu dibangun image bahwa
111 hutan Meru Betiri adalah untuk kesejahteraan masyarakat yang perlu dilestarikan
agar manfaatnya berkesinambungan. Pandangan image bahwa alas iku duwe’e pemerintah harus dihilangkan dari pola pikir masyarakat, dan diganti dengan
hutan ini modal dasar dan utama untuk terwujudnya kesejahteraan masyarakat yang harus dikonservasi dan dikembangkan nilai tambahnya oleh masyarakat
untuk masyarakat bersama-sama dengan pengelola.
10. Ketidak-sejalanan stimulus terhadap sikap dan aksi konservasi