II. METODOLOGI PENELITIAN
A. Kerangka Pemikiran
1. Teori hubungan stimulus dan sikap
Menurut Rosenberg dan Hovland 1960, sikap merupakan kecenderungan bertindak tend to act, kesediaan bereaksi atau berbuat terhadap sesuatu hal
dalam masyarakat, menunjukkan bentuk, arah, dan sifat yang merupakan dorongan, respon dan refleksi dari stimulus. Sikap berisikan komponen berupa
cognitive pengalaman, pengetahuan, pandangan, dan lain-lain, affective emosi, senang, benci, cinta, dendam, marah, masa bodoh, dan lain-lain dan behavioral
overt actions perilaku, kecenderungan bertindak. Berikut ini dikemukakan skema konsep sikap menurut Rosenberg dan
Hovland 1960 dalam bukunya berjudul “ Attitude Organization and Change” :
Gambar 1. Skema konsep stimulus dan sikap Menurut Rosenberg 1960 dan Krech, Crutchfield Ballachey 1962,
pembentukan sikap dipengaruhi oleh faktor dari luar berupa stimulus. Individu menanggapi lingkungan luarnya bersifat selektif, ini berarti bahwa apa yang
datang dari luar tidak semuanya begitu saja diterima, tetapi individu mengadakan seleksi mana yang akan diterima, mana yang akan ditolak atau tidak direspon,
yaitu tidak menjadi stimulus. Hal ini berkaitan erat dengan apa yang telah ada dalam komponen cognitive dan affective pada diri individu dalam menanggapi
stimulus dari luar. Hal ini akan menentukan apakah sesuatu stimulus dapat diterima atau tidak, karena itu faktor individu justru merupakan faktor penentu.
Stimulus
individuals, situations, social issues,
social groups, and other “attitude objects”
Attitudes
Affective: Sympathetic nervous responses
Verbal statement of affective
Cognitive: Perceptual responses
Verbal statement of beliefs
Behavior: Overt actions tand to act
Verbal statement concerning behavior Measurable Independent
variables Intervening
variables Measurable dependent variables
11 Rosenberg 1960 mengemukakan teori “affetive-cognitive consistency”
dalam hal sikap attitudes, teori ini kadang disebut dengan teori “dua faktor”. Teori ini memusatkan perhatian pada hubungan komponen cognitive dan
komponen affective. Komponen affective berhubungan dengan bagaimana perasaan yang timbul pada seseorang yang menyertai sikapnya, dapat positif tetapi
juga dapat negatif terhadap stimulus. Bila seseorang mempunyai sikap yang positif terhadap stimulus, maka ini berarti adanya hubungan pula dengan nilai-
nilai positif yang lain yang berhubungan dengan stimulus tersebut, demikian juga dengan sikap yang negatif. Ini berarti menurut Rosenberg 1960, bahwa
komponen affective akan selalu berhubungan dengan komponen cognitive dan hubungan tersebut dalam keadaan konsisten. Ini berarti pula bahwa bila
seseorang mempunyai sikap yang positif terhadap sesuatu stimulus, maka indeks cognitive-nya juga akan tinggi, demikian sebaliknya.
Suatu hal yang penting dalam penerapan teori Rosenberg 1960 ialah dalam kaitannya dengan perubahan sikap. Karena hubungan komponen affective
dengan komponen cognitive konsisten, maka bila komponen affective berubah maka komponen cognitive-nya juga akan berubah. Pada umumnya dalam rangka
pengubahan sikap, orang akan mengubah dahulu komponen cognitive-nya, hingga akhirnya komponen affective-nya akan berubah. Dalam rangka pengubahan sikap,
Rosenberg 1960 mencoba mengubah komponen affective terlebih dahulu dan dengan berubahnya komponen affective akan berubah pula komponen cognitive-
nya, yang akhirnya akan berubah pula sikapnya. Jadi pada dasarnya komponen sikap cognitive objektif adalah berupa
rasionalitas yang didasarkan pada pengalaman sendiri atau pengetahuan yang menjadikan seseorang anggota masyarakat membentuk perilakunya. Komponen
sikap affective subjektif cenderung membangkitkan emosional baik suka maupun sedih atau tidak suka terhadap suatu stimulus yang merangsang untuk
berbuat atau bertindak. Komponen sikap yang ketiga behavioralovert action adalah kecenderungan bertindak nyata yang merupakan operasional dan
kristalisasi komponen cognitive dan affective.
12
2. Hubungan sistem nilai dengan stimulus