38 Pendapat lain menyatakan bahwa, prinsip bermain ada tiga, yaitu:
a. Disesuaikan dengan usia, minat, kemampuan, bakat, dan tingkat
perkembangan yang berbeda-beda pada setiap anak. b.
Bermain dapat memberikan pengalaman nyata bagi masing-masing anak sehingga anak termotivasi untuk memperoleh pengalaman
belajar yang bermakna, misalnya anak secara langsung menyentuh benda yang memiliki perbedaan tekstur kasar-halus.
c. Proses bermain dilakukan dalam suasana gembira, bebas dari rasa
takut akan salah, tidak ada paksaan, boleh berbeda pendapat dan keinginan antara anak-anak dengan temannya atau anak dengan
pendampingnya Fatimaningrum, 2013: 3. Dari kedua pendapat tersebut, dapat ditegaskan bahwa kegiatan
bermain yang diterapkan untuk pembelajaran tidak boleh dilakukan tanpa pertimbangan. Prinsip-prinsip tersebut di atas harus diperhatikan agar
kegiatan bermain yang dilakukan dapat memberikan manfaat yang positif dan dapat berjalan sesuai tujuan awal yang telah ditetapkan.
7. Prosedur Pelaksanaan Metode Bermain
Salah satu bentuk kegiatan bermain yang dapat diterapkan untuk anak tunanetra, menurut Harrison and Crow 1993: 160, yakni permainan
Scavenger Hunt atau perburuan. Permainan ini dapat dilakukan sebagai
berikut. Children are usually paired and given a list of items to find in their
environment. When they have all the items, they bring them back to the adult. A time limit is set. The winning pair has the most correct
items. This can be adapted for a younger visually impaired child, and can be played indoors or outdoors. The adult ask for one item. The
child searches for it and takes it to the adult. The adult then asks for
another item. What’s the objects are and how many are requested will depend on the child’s interest and ability. At the end of the games, the
adult guesses where the items were found and player and adult share the responsibility of replacing them. The adult can ask the child to
pick out the items from a particular room and put only those away. This game help a child learn the specific location of items in the home.
When the child if proficient at this game, a kitchen timer can be used
39 to provide competition. If a sighted child is also included in the game,
the children can be paired or each can search for different items.
Secara garis besar, pendapat tersebut dapat dimaknai sebagai berikut. Permainan ini dimulai dengan mengelompokkan secara berpasang-
pasangan, kemudian guru memberikan daftar item yang perlu ditemukan di lingkungan mereka. Ketika mereka memiliki semua item, mereka
membawa item tersebut kembali kepada guru. Pelaksanaan permainan ini diberi batas waktu tertentu. Pasangan yang menjadi pemenang yakni
pasangan yang memiliki item yang paling benar. Hal ini dapat diadaptasi untuk anak tunanetra dan dapat dimainkan di dalam ruangan atau di luar
ruangan. Permainan dimulai dengan guru meminta satu item dan anak mencari
dan membawanya ke guru mereka. Kemudian guru meminta untuk item yang lain. Macam benda dan banyaknya benda yang diminta tergantung
pada minat dan kemampuan anak. Pada akhir permainan, guru bertanya kepada anak, berkaitan dengan letak benda yang telah ditemukan,
kemudian bersama dengan siswa guru melakukan diskusi berkaitan dengan permainan yang telah dilakukan. Guru dapat meminta anak untuk memilih
item dari ruang tertentu. Permainan ini dapat membantu anak belajar tentang lokasi benda-benda yang ada di rumah secara spesifik.
Penerapan permainan ini dalam penelitian yakni disesuaikan dengan tipe bermain soliter. Inti permainan tetap dapat diambil dari permainan
Scavenger Hunt oleh Harrison and Crow, namun dalam penerapannya
disesuaikan dengan kemampuan anak tunanetra dan variabel penelitian.
40 Pemain merupakan pemain tunggal dan hanya berkompetisi dengan waktu.
Item atau benda yang perlu ditemukan juga disesuaikan dengan pengetahuan anak, sehingga anak tidak kebingunan saat mencari barang-
barang tersebut. Permainan ini juga dapat dikombinasikan dengan permainan lain agar permainan lebih menarik.
C. Kajian tentang Orientasi dan Mobilitas
1. Pengertian Orientasi dan Mobilitas
Pengertian orientasi dan mobilitas menurut Smith dan Tyler 2010: 378, yakni: “Orientation is the metal map people use to move through
environments...”, sedangkan “Mobility is the ability to travel safely and efficiently from one place to
another...”. Pendapat tersebut di atas menyatakan bahwa orientasi merupakan gambaran peta mental yang
digunakan oleh seseorang untuk berpindah dalam lingkungannya. Mobilitas diartikan sebagai kemampuan untuk melakukan perjalanan dengan aman
dan efisien dari satu tempat ke tempat yang lain. Hosni 1995: 5 juga menyampaikan bahwa “orientasi merupakan
proses penggunaan semua indra yang masih berfungsi untuk menetapkan posisi
diri hubungannya
dengan objek-objek
penting dalam
lingkungannya”, sedangkan “mobilitas merupakan suatu kemampuan untuk bergerak dalam lingkungannya dengan selamat dan semandiri mungkin”
Hosni, 1995: 14.