Teknik tegak lurus dengan benda
57 bersama-bersama. Guru berperan sebagai rekan yang dapat membantu
tunanetra dalam melakukan orientasi dan mobilitas. Berdasarkan aspek yang dikembangkan dalam pembelajaran orientasi
dan mobilitas terbagi menjadi 5, yakni latihan sensorimotorik, pengembangan konsep, keterampilan orientasi formal, dan keterampilan
mobilitas formal. Latihan sensori mencakup aktivitas-aktivitas yang dilakukan untuk
melatih anak tunanetra dalam menggunakan indra-indra mereka. Menurut Sunanto 2005: 118, “Latihan sensori mencakup membantu anak-anak
agar dapat menggunakan indra penglihatan, pendengaran, perabaan, dan pembau
”. Dari pendapat tersebut, dapat ditegaskan bahwa pemberian latihan sensori pada anak tunanetra bermanfaat untuk melatih mereka
dalam memanfaatkan semaksimal mungkin fungsi indra-indra mereka yang masih berfungsi. Indra-indra tersebut meliputi indra penglihatan bagi anak
tunanetra yang masih memiliki sisa penglihatan dan indra pendengaran, perabaan, pembau, pencecap, kinestetik gerak, serta keseimbangan bagi
anak tunanetra yang sudah tidak memiliki sisa penglihatan. Pengembangan konsep mencakup beberapa kegiatan Sunanto, 2005:
118, yakni “...belajar tentang ukuran, bentuk, fungsi, dan posisi objek di suatu lingkungan”. Sunanto 2005: 118 juga menyampaikan bahwa,
“Dalam latihan OM, konsep tentang suatu obyek seringkali dieksplorasi dalam hal tujuan, properties, dan fungsi”. Dari pendapat tersebut, dapat
dipahami bahwa pembelajaran orientasi dan mobilitas juga mencakup
58 pembelajaran tentang konsep-konsep dasar berkaitan tentang ukuran,
bentuk, fungsi dan posisi objek yang ada di lingkungannya. Pengembangan kemampuan motorik mencakup motorik kasar dan
halus. Sunanto 2005: 119, menjelaskan pengembangan kemampuan motorik sebagai berikut.
Motorik kasar mencakup keseimbangan dan gerakan otot besar yang digunakan dalam berguling, naik turun tangga, lari dan sebagainya,
sedangkan motorik halus mencakup penggunaan otot pergelangan dan tangan yang digunakan dalam memegang benda yang kecil, menekan
benda yang lunak, menekan tombol, dan lain-lain. Setelah pemahaman tentang konsep-konsep dasar, anak tunanetra
diajarkan pula pada keterampilan motorik kasar dan halus. Motorik kasar berkaitan dengan aktivitas yang cenderung menggunakan tenaga yang
cukup besar, sedangkan motorik halus mencakup aktivitas yang menggunakan otot-otot pergelangan tangan.
Keterampilan orientasi
merupakan keterampilan
yang perlu
dikembangkan agar anak tunanetra dapat menggunakan informasi sensori, landmark,
dan clue untuk membantu mereka agar dapat berorientasi dengan lingkungannya. Landmark
merupakan “suatu objek yang mudah dikenal, lokasinya mudah dikenali, dan permanen”, sedangkan “Clue adalah objek
yang dapat dijadikan sebagai petunjuk untuk berorientasi yang bersifat sementara”Sunanto, 2005: 120. Dari pendapat tersebut dapat ditegaskan
bahwa, keterampilan orientasi formal mencakup keterampilan anak tunanetra dalam menangkap dan menggunakan informasi-informasi yang