Pengertian Anak Tunanetra Kajian tentang Anak Tunanetra
15 b.
Kemampuan Intelektual Kemampuan intelektual anak tunanetra, menurut Hallahan, dkk 2009:
388, yakni “Most authorities now believe that such comparisons are virtually impossible because finding comparable test is so difficult.
From what is known, there is no reason to believe that blindness result in lower intelligence
”. Dari pendapat tersebut dapat dimaknai bahwa, banyak ahli yang sekarang percaya bahwa perbandingan yang
sebenarnya kemampuan IQ antara anak tunanetra dan anak normal itu mustahil karena sulit untuk menemukan tes pembanding tes IQ,
sehingga tidak ada alasan untuk percaya bahwa kebutaan berakibat pada kemampuan intelegensi yang rendah. Pendapat tersebut dapat
ditegaskan bahwa kemampuan intelektual anak tunanetra tidak selalu berada di bawah rata-rata. Mereka dapat memiliki kemampuan
intelektual di garis rata-rata, di atas rata-rata, maupun di bawah rata- rata.
c. Kemampuan Orientasi dan Mobilitas
Kemampuan orientasi dan mobilitas pada anak tunanetra merupakan kemampuan dasar yang perlu dikuasai untuk mempermudah mereka
dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Hallahan, dkk 2009: 389 menyampaikan kemampuan orientasi dan mobilitas anak tunanetra
sebagai berikut. Mobility skills vary greatly among people with visual impairment. It is
surprisingly difficult to predict which individuals will be the best travelers. For example, common sense seems to tell us that mobility
would be better among those who have more residual vision and those
16 who lose their vision later in life, but this is not always the case. How
much motivation and how much proper instruction one receives are critical to becoming a proficient traveler.
Pendapat tersebut menjelaskan bahwa, keterampilan mobilitas seorang tunanetra berbeda-beda, sehingga sulit untuk memprediksi individu-
individu mana yang akan menjadi pejalan terbaik. Sebagai contoh, biasanya kemampuan mobilitas akan lebih baik pada seseorang yang
masih memiliki sisa penglihatan lebih banyak dibandingkan dengan seseorang yang kehilangan penglihatan mereka sejak lahir, tetapi ini
tidak selalu benar. Seberapa besar motivasi dan berapa banyak latihan yang diterima oleh seorang tunanetra sangat mempengaruhi
kemampuan mereka untuk menjadi traveler yang handal. Dengan demikian karakteristik orientasi dan mobilitas anak tunanetra
dipengaruhi oleh latihan yang diberikan. Pemberian latihan yang baik dapat meningkatkan kemampuan orientasi dan mobilitas pada anak
tunanetra. d.
Kemampuan Akademik Kemampuan akademik pada anak tunanetra dipengaruhi oleh beberapa
aspek. Berdasarkan pendapat Rapp and Rapp dalam Hallahan, dkk, 2009: 391, “The few studies that have been done suggest that both
children eith low vision and those who are blind are sometimes behind their sighted peers.
Hallahan, dkk 2009: 391 juga menyampaikan bahwa, “Most authorities believe that when low achievement does
occur, it is due not to the blindness itself, but to such things as low
17 expectations or lack of exposure to B
raille.” Dari pendapat Rapp and Rapp dapat ditegaskan bahwa sebagian penelitian menyatakan bahwa
low vision dan blind, keduanya kadang-kadang memiliki kemampuan
akademik di bawah teman-teman sebaya mereka. Dari pendapat Hallahan, dapat ditegaskan bahwa banyak ahli yang percaya bahwa
ketika terdapat tingkat ketercapaian di bawah kriteria yang diharapkan, hal itu tidak disebabkan oleh kebutaan itu sendiri, tetapi juga karena
harapan yang rendah atau kurangnya pemahaman atau keterampilan pada Braille tata tulis Braille. Dengan demikian karakteristik
kemampuan akademik anak tunanetra tidak selalu di bawah rata-rata kemampuan anak normal, namun hal tersebut dapat dipengaruhi oleh
banyak faktor, seperti kurangnya keterampilan dalam membaca dan menulis Braille.
e. Penyesuaian Sosial
Kemampuan anak tunanetra dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial mereka berbeda-beda, hal ini dapat dipengaruhi oleh
beberapa aspek. Menurut Erin dalam Hallahan, dkk 2009: 391, kemampuan penyesuaian sosial anak tunanetra yakni sebagai berikut.
Most people with visual impairment are socially well adjusted. However, the road to social adjustment for people with visual
impairment may be a bit more difficult for two reaons. First, social interactions among the sighted are often based on subtle cues, many
of which are visual. Second, sighted society is often uncomfortable in its interactions with those who are visually impaired.
Pendapat tersebut menjelaskan bahwa, sebagian besar individu dengan gangguan penglihatan memiliki kemampuan yang cukup baik dalam