Pembelajaran Orientasi dan Mobilitas

50 biasanya dilakukan dengan pengamatan dan tes kinerja pada kemampuan orientasi dan mobilitas berdasarkan pada tujuan awal yang sudah ditetapkan. Evaluasi menurut Djamarah 2005: 245, adalah “...memberikan pertimbangan atau harga nilai berdasarkan kriteria tertentu untuk mendapatkan evaluasi yang meyakinkan dan objektif dimulai dari informasi-informa si kuantitatif dan kualitatif”. Evaluasi atau penilaian merupakan “...proses memberikan atau menentukan terhadap hasil belajar tertentu berdasarkan suatu kriteria tertentu...” Jihad dan Haris, 2010: 55. Menurut Hosni 1995: 86, pelaksanaan evaluasi harus berdasarkan kriteria yang jelas. Kriteria tersebut digunakan sebagai syarat untuk menentukan tingkat keberhasilan dari aktivitas yang dilakukan. Evaluasi kemampuan orientasi dan mobilitas ditekankan dalam bentuk evaluasi kinerja. Dari penjelasan tersebut, maka dapat ditegaskan bahwa pelaksanaan evaluasi pada kemampuan orientasi dan mobilitas anak tunanetra dilakukan dengan melihat langsung pada saat anak melakukan aktivitas kegiatan. Keberhasilan dapat ditetapkan apabila anak dapat mempraktikkan keterampilan orientasi dan mobilitas dalam kondisi yang sebenarnya. Ada beberapa teknik evaluasi yang dapat digunakan dalam menilai kemampuan sesorang. Menurut Arikunto 2005: 26, ada dua teknik evaluasi yang dapat digunakan yakni teknik nontes dan teknik tes. 51 Teknik nontes terdiri dari observasi dengan skala bertingkat dan checklist kuesioner, daftar cocok, wawancara, dan riwayat hidup. Menurut Mardapi 2012: 117-125 teknik tes terdiri dari tes lisan, tes bentuk benar salah, tes menjodohkan, bentuk pilihan ganda, tes uraian objektif, tes uraian non-objektif, tes jawaban singkat, tesunjuk kerja dan portofolio. Teknik evaluasi yang digunakan dalam penelitian ini, yakni dengan menggunakan tes kinerja atau tes unjuk kerja dan pengamatanobservasi. Tes kinerja dilakukan untuk menilai kemampuan seseorang pada ranah psikomotor. Mardapi 2012: 15, menyampaikan penilaian ranah psikomotorik sebagai berikut: “Penilaian pada ranah psikomotor, penilaian yang dilakukan guru terletak pada ketepatan gerakan yang dilakukan peserta didik”. Mardapi 2012: 15, juga menyampaikan, “Kemampuan psikomotor peserta didik dilihat dari penampilan peserta didik dalam melakukan praktik. Oleh karenanya, penilaian pada aspek psikomotor dilakukan pada kegiatan praktik. Fokus penilaian terletak pada kebenaran gerakan dan waktu yang diperlukan.” Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat ditegaskan bahwa, tes unjuk kerja lebih menekankan pada penilaian keterampilan yang dimiliki oleh seseorang. Penilaian dilihat pada kebenaran gerakan yang dilakukan dan waktu yang diperlukan. Bentuk tes yang digunakan dalam penelitian ini difokuskan pada kemampuan anak tunanetra dalam menggunakan teknik menelusur 52 trailing dan teknik menentukan arah direction taking. Kemampuan tersebut diukur dari jumlah skor yang diperoleh dari pelaksanaan tes. Menurut Purwanto 2008: 187, skor merupakan, “...bilangan yang diterapkan atas jawaban yang diberikan oleh siswa yang memberi petunjuk mengenai per olehan hasil belajar siswa tersebut.” Purwanto 2008: 188 juga menyampaikan, bahwa dalam pemberian skor, perlu ditentukan skor maksimum yang diberikan untuk setiap indikator. Penentuan skor ditentukan dengan menggunakan rubrik skor yang disesuaikan dengan kriteria penilaian yang sudah ditetapkan. Pada penelitian ini, skor maksimum yang diberikan pada evaluasi tes yakni skor 4. Rumus yang digunakan untuk menentukan nilai akhir dari hasil tes yakni sebagai berikut Purwanto, 2008: 207. Pada penelitian ini, skala yang digunakan yakni 100, sehingga rumus yang digunakan yakni. Tes juga didukung dengan penghitungan durasi waktu yang ditempuh oleh anak tunanetra untuk mencapai lokasi objek yang hendak �� �� � ℎ� � � � ℎ � � � � �� �� � ℎ� � � � ℎ � � 53 dituju. Cara pelaksanaan tes ini yakni dengan cara menggunakan stopwatch : tekan tombol start pada saat anak tunanetra mulai melangkah dan tekan tombol stop saat anak tunanetra sudah mencapai tempat tujuannya. Teknik evaluasi yang kedua yakni teknik observasi. Menurut Sudjana 2012: 84, “Observasi atau pengamatan digunakan sebagai alat penilaian yang banyak digunakan untuk mengukur tingkah laku individu ataupun proses terjadinya suatu kegiatan yang dapat diamati, baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan”. Dalam penelitian ini, teknik observasi digunakan untuk mendukung teknik evaluasi tes. Teknik observasi terdiri dari 3 macam, yakni observasi langsung, observasi tidak langsung, dan observasi partisispasi Sudjana, 2012: 85. Penelitian ini menggunakan teknik observasi partisipasi yang berarti bahwa observer melibatkan diri atau ikut serta dalam kegiatan yang dilaksanakan oleh subjek. Butir kompetensi pada pedoman observasi berdasarkan pada Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang tercantum pada Panduan Pelaksanaan Kurikulum Pendidikan Khusus Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa, 2006: 4, sebagai berikut. Tabel 1. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Memahami penggunaan teknik pratongkat dalam bepergian di lingkungan terbatas Menggunakan teknik melindungi diri di lingkungan sekolah 54 Lebih lanjut, Kompetensi Dasar tersebut dijabarkan oleh Hosni 2010: 7 sebagai berikut. Tabel 2. Kompetensi Dasar dan Indikator Kompetensi Dasar Indikator Bepergian dengan teknik melindungi diri di lingkungan sekolah Siswa dapat menggunakan: 1. Teknik menyilang di atas 2. Teknik menyilang ke bawah 3. Teknik merambat 4. Teknik kombinasi

5. Teknik tegak lurus dengan benda

6. Teknik mencari benda jatuh Pada penelitian ini, memfokuskan pada penggunaan teknik merambat trailing , teknik tegak lurus dengan benda direction taking, dan teknik pendukung teknik upper hand dan lower hand. Penilaian hasil observasi dalam pedoman observasi mengenai perilaku atau gejala yang tampak pada subjek dapat diberikan dengan memberikan checklist ѵ dan disertai dengan uraian pada kolom jawaban hasil observasi Sudjana, 2012: 85. Dalam penelitian ini, pengisian hasil observasi dilakukan dengan memberi check list ѵ dengan pilihan jawaban “Ya” dan “Tidak” serta uraian singkat pada kolom hasil observasi yang telah tersedia dalam pedoman observasi. Indikator keberhasilan pada penelitian ini menggunakan batas lulus purposif. Sudjana 2012: 107 juga menyampaikan tentang batas lulus purposif sebagai berikut: “Batas lulus purposif mengacu kepada penilaian acuan patokan sehingga tidak perlu menghitung nilai rata-rata dan simpangan baku. Dalam hal ini ditentukan kriterianya, misalnya 55 70. Artinya skor yang dinyatakan lulus adalah skor di atas 70 dari skor masksimum ”. Kriteria ketuntasan yang digunakan pada penelitian ini yakni 70. Pada penelitian ini, pilihan ”Ya” dan “Tidak” merupakan penentuan kebenaran yang bersifat mutlak pasti Purwanto, 2008: 188, maka pilihan “Ya” diberi skor 1 sedangkan pilihan “Tidak” diberi skor 0. Dari penjelasan tersebut, dapat ditegaskan bahwa subjek dikatakan berhasil jika jumlah jawaban “Ya” lebih dari 70 dari jumlah maksimal. Rumus yang digunakan untuk menentukan kriteria ketuntasan sama dengan yang digunakan dalam menentukan nilai akhir, namun skalanya diubah menjadi 100 Purwanto, 2008: 207.

4. Tahap-Tahap Pembelajaran Orientasi dan Mobilitas

Pembelajaran orientasi dan mobilitas pada anak tunanetra, menurut Munawar dan Suwandi 2013: 22 terbagi menjadi 4 tahap berdasarkan usia anak. Tahapan tersebut terdiri dari Drill latihan, Teach diajar, Guide dibimbing, dan Cooperation kerja sama. Tahapan yang pertama yakni Drill 0-10 tahun merupakan “Tahap melatih klien, setiap melakukan sesuatu harus bicara sehingga anak akan mengikuti apa yang orang tua lakukan dimulai dari bayi, dan permulaan pendidikan tidak mengenal hukuman” Munawar dan Suwandi, 2013: 22. � � �� � � � �� � � ℎ � � � 56 Pada tahap ini, klien dilatih dengan bimbingan penuh, sehingga pelatih orang tua yang berperan utama dalam setiap aktivitas latihan yang diberikan. Tahapan yang kedua yakni Teach 10-15 tahun , “Tahap ini diberikan pengarahan dan jika ada kesalahan, diberikan hukuman yang bersifat mendidik. Tahap ini tahap pembentukan pribadi dan keterampilan dasar” Munawar dan Suwandi , 2013: 22. Pada tahap ini guru memberikan pengarahan kepada anak dan apabila terjadi kesalahan, guru memberikan hukuman yang bersifat mendidik. Dengan begitu anak diharapkan dapat berkomitmen terhadap program latihan yang diberikan. Tahapan yang ketiga, yakni Guide 15- 18 tahun, “Tahap diarahkan pada hal yang bersifat positif sambil dilepaskan intruksinya namun jangan sampai lepas dari pengawasan. Tahap ini klien tidak perlu dihukum dipaksa, namun secara kesadaran dia mengikuti pembimbing” Munawar dan Suwandi, 2013: 22. Penjelasan tersebut dapat ditegaskan bahwa, pada tahap ini anak tunanetra tidak perlu dipaksa untuk mematuhi perintah, namun secara sadar anak sudah mampu mengikuti arahan dari guru. Arahan yang diberikan oleh guru bersifat positif sampai anak mampu dilepas tanpa pengawasan dari guru. Tahap yang keempat Cooperation dewasa , yakni “Tahap penuntutan dan kewajiban yang sama, dalam hal ini klien dan pembimbing memutuskan suatu hal bersama untuk mereka” Munawar dan Suwandi, 2013: 22. Pada tahap ini, guru dan tunanetra memutuskan suatu hal secara 57 bersama-bersama. Guru berperan sebagai rekan yang dapat membantu tunanetra dalam melakukan orientasi dan mobilitas. Berdasarkan aspek yang dikembangkan dalam pembelajaran orientasi dan mobilitas terbagi menjadi 5, yakni latihan sensorimotorik, pengembangan konsep, keterampilan orientasi formal, dan keterampilan mobilitas formal. Latihan sensori mencakup aktivitas-aktivitas yang dilakukan untuk melatih anak tunanetra dalam menggunakan indra-indra mereka. Menurut Sunanto 2005: 118, “Latihan sensori mencakup membantu anak-anak agar dapat menggunakan indra penglihatan, pendengaran, perabaan, dan pembau ”. Dari pendapat tersebut, dapat ditegaskan bahwa pemberian latihan sensori pada anak tunanetra bermanfaat untuk melatih mereka dalam memanfaatkan semaksimal mungkin fungsi indra-indra mereka yang masih berfungsi. Indra-indra tersebut meliputi indra penglihatan bagi anak tunanetra yang masih memiliki sisa penglihatan dan indra pendengaran, perabaan, pembau, pencecap, kinestetik gerak, serta keseimbangan bagi anak tunanetra yang sudah tidak memiliki sisa penglihatan. Pengembangan konsep mencakup beberapa kegiatan Sunanto, 2005: 118, yakni “...belajar tentang ukuran, bentuk, fungsi, dan posisi objek di suatu lingkungan”. Sunanto 2005: 118 juga menyampaikan bahwa, “Dalam latihan OM, konsep tentang suatu obyek seringkali dieksplorasi dalam hal tujuan, properties, dan fungsi”. Dari pendapat tersebut, dapat dipahami bahwa pembelajaran orientasi dan mobilitas juga mencakup

Dokumen yang terkait

PELAKSANAAN PEMBELAJARAN KESEHATAN REPRODUKSI UNTUK SISWA TUNANETRA KELAS VI DI SLB A YAKETUNIS YOGYAKARTA.

1 16 173

PENINGKATAN KEMAMPUAN PENGEMBANGAN DIRI DENGAN MENGGUNAKAN METODE PRAKTIK SISWA TUNANETRA KELAS III SLB A YAKETUNIS YOGYAKARTA.

0 1 212

KEEFEKTIFAN METODE PERMAINAN DOMINO BRAILLE TERHADAP KEMAMPUAN PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA SISWA TUNANETRA KELAS 1 DI SLB A YAKETUNIS YOGYAKARTA.

7 32 165

i EFEKTIVITAS PENERAPAN METODE MULTISENSORI TERHADAP KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN TULISAN AWAS PADA ANAK TUNANETRA LOW VISION KELAS I SDLB DI SLB A YAKETUNIS YOGYAKARTA.

0 16 267

MENINGKATKAN KEMAMPUAN ORIENTASI DAN MOBILITAS MELALUI METODE DEMONSTRASI PADA SISWA TUNANETRA KELAS 2 SLB A YAKETUNIS YOGYAKARTA.

1 4 159

PENERAPAN METODE BAGIAN DAN METODE KESELURUHAN (PART METHOD AND WHOLE METHOD) DALAM PEMBELAJARAN PENJAS UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONSEP GERAK ANAK TUNANETRA KELAS IV DI SLB-A YAKETUNIS YOGYAKARTA.

2 4 287

EFEKTIVITAS PENERAPAN DIKTAT BRAILLE TENTANG TEKNIK MELAWAT DENGAN TONGKAT TERHADAP KEMAMPUAN ORIENTASI DAN MOBILITAS SISWA TUNANETRA KELAS V DI SLB-A YAKETUNIS YOGYAKARTA.

0 4 235

PENINGKATAN KEMAMPUAN OPERASI HITUNG PERKALIAN MELALUI METODE JARIMATIKA PADA ANAK TUNANETRA KELAS VI AKSELERASI DI SLB A YAKETUNIS YOGYAKARTA.

9 134 241

PENINGKATAN KEMAMPUAN ORIENTASI DAN MOBILITAS ANAK TUNANETRA KELAS V DI SLB A YAKETUNIS YOGYAKARTA MELALUI KEGIATAN PRAMUKA.

0 2 221

Pencapaian Kompetensi Guru Anak Tunanetra di SLb/A Yaketunis Yogyakarta

0 0 3