Kemampuan Orientasi dan Mobilitas Anak Tunanetra

13 kind of magnification; using the legalmedical system, low vision is acuity between 2070 and 20200 in the better eye with correction. Pendapat di atas menjelaskan bahwa, low vision merupakan terminologi yang digunakan oleh pendidik yang merujuk pada individu yang mengalami kesulitan dalam membaca huruf cetak dengan ukuran yang normal, namun memungkinkan untuk membaca huruf cetak dengan ukuran font yang diperbesar. Low vision memiliki rentang pandang antara 2070 sampai 20200 pada kondisi mata yang baik dan sudah dikoreksi. Pengertian tersebut sependapat dengan Smith dan Tylor 2010: 376, yang menyatakan bahwa low vision merupakan ”The degree of visual loss; vision is still useful for learning or the execution of a task”, sedangkan blindness merupakan “The degree of visual loss; not having a functional use of sight. Pendapat tersebut menjelaskan bahwa, low vision merupakan tingkat kehilangan penglihatan yang memungkinkan fungsi penglihatan masih dapat digunakan untuk belajar atau menyelesaikan tugas, sedangkan kebutaan merupakan tingkat kehilangan penglihatan dengan kondisi penglihatan yang sudah tidak mempunyai kegunaan fungsional. Widdjajantin dan Hitipeuw 1996: 6 juga menyatakan bahwa anak tunanetra merupakan “...anak yang tidak dapat menggunakan penglihatan dan bergantung pada indra lain seperti pendengaran, perabaan, dan penciuman”. Dari beberapa pendapat tersebut, dapat ditegaskan bahwa anak tunanetra adalah seseorang anak yang mengalami hambatan penglihatan 14 baik total maupun sebagian, sehingga mereka hanya bergantung pada indra- indra lain yang masih berfungsi untuk melakukan kegiatan sehari-hari.

2. Karakteristik Anak Tunanetra

Anak tunanetra memiliki karakteristik yang berbeda dengan anak normal yang mengakibatkan mereka membutuhkan layanan khusus. Beberapa karakteristik tersebut dapat dilihat dari beberapa aspek, yakni aspek bahasa, intelektual, orientasi dan mobilitas, akademik, dan sosial Hallahan, dkk, 2009: 388-391. Lebih lanjut dapat dikaji sebagai berikut. a. Perkembangan Bahasa Hallahan, dkk 2009: 388 menyampaikan bahwa “... auditory more than visual perception is the sensory modality through which we learn language, it’s not surprising that studies have found that people who are blind are not impaired in language functioning ”. Dari pendapat tersebut dapat ditegaskan bahwa, auditori memberikan modalitas sensori yang lebih banyak dibandingkan dengan persepsi visual melalui bahasa yang kita pelajari. Hal tersebut tidak mengejutkan bahwa hasil penelitian menemukan bahwa seseorang dengan hambatan penglihatan tidak mengalami gangguan pada fungsi bahasanya. Maksud dari pendapat tersebut yakni pada umumnya anak tunanetra tidak mengalami hambatan dalam kemampuan bahasa. Hal ini disebabkan karena faktor utama yang mempengaruhi kemampuan bahasa berasal dari informasi auditoris. 15 b. Kemampuan Intelektual Kemampuan intelektual anak tunanetra, menurut Hallahan, dkk 2009: 388, yakni “Most authorities now believe that such comparisons are virtually impossible because finding comparable test is so difficult. From what is known, there is no reason to believe that blindness result in lower intelligence ”. Dari pendapat tersebut dapat dimaknai bahwa, banyak ahli yang sekarang percaya bahwa perbandingan yang sebenarnya kemampuan IQ antara anak tunanetra dan anak normal itu mustahil karena sulit untuk menemukan tes pembanding tes IQ, sehingga tidak ada alasan untuk percaya bahwa kebutaan berakibat pada kemampuan intelegensi yang rendah. Pendapat tersebut dapat ditegaskan bahwa kemampuan intelektual anak tunanetra tidak selalu berada di bawah rata-rata. Mereka dapat memiliki kemampuan intelektual di garis rata-rata, di atas rata-rata, maupun di bawah rata- rata. c. Kemampuan Orientasi dan Mobilitas Kemampuan orientasi dan mobilitas pada anak tunanetra merupakan kemampuan dasar yang perlu dikuasai untuk mempermudah mereka dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Hallahan, dkk 2009: 389 menyampaikan kemampuan orientasi dan mobilitas anak tunanetra sebagai berikut. Mobility skills vary greatly among people with visual impairment. It is surprisingly difficult to predict which individuals will be the best travelers. For example, common sense seems to tell us that mobility would be better among those who have more residual vision and those

Dokumen yang terkait

PELAKSANAAN PEMBELAJARAN KESEHATAN REPRODUKSI UNTUK SISWA TUNANETRA KELAS VI DI SLB A YAKETUNIS YOGYAKARTA.

1 16 173

PENINGKATAN KEMAMPUAN PENGEMBANGAN DIRI DENGAN MENGGUNAKAN METODE PRAKTIK SISWA TUNANETRA KELAS III SLB A YAKETUNIS YOGYAKARTA.

0 1 212

KEEFEKTIFAN METODE PERMAINAN DOMINO BRAILLE TERHADAP KEMAMPUAN PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA SISWA TUNANETRA KELAS 1 DI SLB A YAKETUNIS YOGYAKARTA.

7 32 165

i EFEKTIVITAS PENERAPAN METODE MULTISENSORI TERHADAP KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN TULISAN AWAS PADA ANAK TUNANETRA LOW VISION KELAS I SDLB DI SLB A YAKETUNIS YOGYAKARTA.

0 16 267

MENINGKATKAN KEMAMPUAN ORIENTASI DAN MOBILITAS MELALUI METODE DEMONSTRASI PADA SISWA TUNANETRA KELAS 2 SLB A YAKETUNIS YOGYAKARTA.

1 4 159

PENERAPAN METODE BAGIAN DAN METODE KESELURUHAN (PART METHOD AND WHOLE METHOD) DALAM PEMBELAJARAN PENJAS UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONSEP GERAK ANAK TUNANETRA KELAS IV DI SLB-A YAKETUNIS YOGYAKARTA.

2 4 287

EFEKTIVITAS PENERAPAN DIKTAT BRAILLE TENTANG TEKNIK MELAWAT DENGAN TONGKAT TERHADAP KEMAMPUAN ORIENTASI DAN MOBILITAS SISWA TUNANETRA KELAS V DI SLB-A YAKETUNIS YOGYAKARTA.

0 4 235

PENINGKATAN KEMAMPUAN OPERASI HITUNG PERKALIAN MELALUI METODE JARIMATIKA PADA ANAK TUNANETRA KELAS VI AKSELERASI DI SLB A YAKETUNIS YOGYAKARTA.

9 134 241

PENINGKATAN KEMAMPUAN ORIENTASI DAN MOBILITAS ANAK TUNANETRA KELAS V DI SLB A YAKETUNIS YOGYAKARTA MELALUI KEGIATAN PRAMUKA.

0 2 221

Pencapaian Kompetensi Guru Anak Tunanetra di SLb/A Yaketunis Yogyakarta

0 0 3