58 pembelajaran tentang konsep-konsep dasar berkaitan tentang ukuran,
bentuk, fungsi dan posisi objek yang ada di lingkungannya. Pengembangan kemampuan motorik mencakup motorik kasar dan
halus. Sunanto 2005: 119, menjelaskan pengembangan kemampuan motorik sebagai berikut.
Motorik kasar mencakup keseimbangan dan gerakan otot besar yang digunakan dalam berguling, naik turun tangga, lari dan sebagainya,
sedangkan motorik halus mencakup penggunaan otot pergelangan dan tangan yang digunakan dalam memegang benda yang kecil, menekan
benda yang lunak, menekan tombol, dan lain-lain. Setelah pemahaman tentang konsep-konsep dasar, anak tunanetra
diajarkan pula pada keterampilan motorik kasar dan halus. Motorik kasar berkaitan dengan aktivitas yang cenderung menggunakan tenaga yang
cukup besar, sedangkan motorik halus mencakup aktivitas yang menggunakan otot-otot pergelangan tangan.
Keterampilan orientasi
merupakan keterampilan
yang perlu
dikembangkan agar anak tunanetra dapat menggunakan informasi sensori, landmark,
dan clue untuk membantu mereka agar dapat berorientasi dengan lingkungannya. Landmark
merupakan “suatu objek yang mudah dikenal, lokasinya mudah dikenali, dan permanen”, sedangkan “Clue adalah objek
yang dapat dijadikan sebagai petunjuk untuk berorientasi yang bersifat sementara”Sunanto, 2005: 120. Dari pendapat tersebut dapat ditegaskan
bahwa, keterampilan orientasi formal mencakup keterampilan anak tunanetra dalam menangkap dan menggunakan informasi-informasi yang
59 diperoleh baik dari sensori, landmark, dan clue. Informasi sensori meliputi
informasi-informasi yang diperoleh dari indra-indra yang masih berfungsi. Keterampilan mobilitas merupakan keterampilan yang perlu
dikembangkan pada anak tunanetra dalam bergerak berpindah tempat dengan aman.
Aktivitas dalam keterampilan mobilitas meliputi “...teknik berjalan dengan bantuan pendamping awas, menggunakan tongkat, atau
menggunakan anjing pendamping guide dog untuk melakukan perjalanan mandiri” Sunanto, 2005: 121. Dari pendapat tersebut, dapat ditegaskan
bahwa keterampilan mobilitas bertujuan untuk memberikan pelatihan kepada anak tunanetra untuk dapat berpindah tempat dengan aman, baik
menggunakan bantuan orang lain sebagai pendamping awas, dengan tongkat, alat elektronik, ataupun menggunakan anjing penuntun.
5. Faktor-faktor yang Dapat Mempengaruhi Kemampuan Orientasi dan
Mobilitas
Faktor-faktor yang memperngaruhi kemampuan orientasi dan mobilitas adalah postur tubuh yang baik, kelenturan tubuh, dan kekuatan
tubuh. Faktor-faktor tersebut perlu dipertimbangkan dalam pembelajaran orientasi dan mobilitas, karena dengan mengetahui hal tersebut, guru dapat
mengatasi atau mengurangi faktor-faktor tersebut terlebih dahulu sebelum melakukan pembelajaran orientasi dan mobilitas.
Menurut Nawawi 2010: 4, “Postur tubuh yang baik merupakan
kondisi keseimbangan otot dan kerangka yang melindungi struktur penopang tubuh dari hambatan, tanpa mempertimbangkan posisi sikap
berbaring, duduk, berdiri, jongkok, membungkuk... ”. Dari pendapat
60 tersebut dapat ditegaskan bahwa postur tubuh yang baik dapat
mempengaruhi kemampuan orientasi dan mobilitas pada anak tunanetra. Hal ini dikarenakan, apabila postur tubuh mengalami masalah, maka
sebelum pelaksanaan pembelajaran, guru perlu memberikan layanan untuk membenahi postur tubuh agar kemampuan orientasi dan mobilitas dapat
dikembangkan secara maksimal. Subjek pada penelitian ini sudah diberikan terapi fisik dan penggunaan sepatu khusus untuk mengatasi postur tubuh
yang masih mengalami masalah. Kelenturan tubuh dapat mendukung tubuh untuk bergerak dengan
mudah dan lincah. Menurut Nawawi 2010: 5, “Kelenturan tubuh
merupakan kondisi otot yang lentur tidak kaku sehingga mudah bergerak dengan lincah, luwes, dan serasi harmonis”. Kondisi ini mempengaruhi
kemampuan orientasi dan mobilitas, karena dengan kondisi otot tubuh yang kaku, seseorang akan kesulitan untuk menggerakkan tubuh dan
berpindah dari tempat satu ke tempat yang lain. Kelenturan yang dimiliki oleh anak tunanetra pada penelitian ini yakni masih bermasalah pada
kelenturan kedua kaki dan tidak mengalami masalah pada anggota gerak yang lain.
“Kekuatan tubuh yakni gerakan yang didukung oleh kekuatan otot yang seimbang, sehingga tubuh dapat bergerak dengan baik dan seimbang”
Nawawi, 2010: 5. Dari pendapat tersebut dapat ditegaskan bahwa, kekuatan tubuh merupakan kekuatan yang dimiliki oleh seseorang dalam
menopang tubuh agar dapat tegak dan seimbang dalam posisinya. Dengan
61 kekuatan tubuh yang baik, maka seseorang dapat menopang tubuh mereka
dengan baik, sehingga pada saat melakukan aktivitas mobilitas, tubuh akan tetap dalam keadaan seimbang. Kekuatan tubuh yang dimiliki anak
tunanetra pada penelitian ini tidak mengalami masalah, kecuali kekuatan pada kedua kaki yang masih membutuhkan bantuan, sehingga anak
tunanetra masih belum mampu menopang tubuh secara seimbang. Hallahan, dkk dalam Sunanto, 2005: 63 juga mengemukakan bahwa,
“...motivasi untuk mau bergerak merupakan faktor terpenting yang menentukan kemampuan mobilitas individu tunanetra”. Pendapat tersebut
menjelaskan bahwa motivasi merupakan faktor terpenting yang dapat mempengaruhi seseorang tunanetra dalam melakukan mobilitas. Dengan
motivasi diri dan dukungan yang baik, maka anak tunanetra dapat memperoleh kepercayaan diri untuk terus berlatih dan mengembangkan
kemampuan mobilitas mereka. Oeh karena itu, dalam penelitian ini digunakan metode bermain untuk melatih kemampuan orientasi dan
mobilitas untuk memberikan motivasi kepada anak tunanetra untuk melakukan orientasi dan mobilitas.
Sunanto 2005: 48 juga menyampaikan bahwa, kemampuan orientasi dan mobilitas dapat dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman yang
dimiliki oleh anak tunanetra. Anak tunanetra yang mengalami ketunanetraan tidak sejak lahir biasanya memiliki pengalaman visual
tentang konsep-konsep dasar dalam mobilitas.
62 Ada 2 aspek penting yang mempengaruhi kemampuan orientasi dan
mobilitas pada anak tunanetra, yakni kesiapan mental dan kesiapan fisik. Menurut Suwandi dan Munawar 2013: 8, “Apabila mental anak baik,
maka ia akan cepat menerima informasi yang dapat digunakan dalam orientasi”. Semakin baik mental anak, maka anak tersebut dapat dengan
cepat menangkap informasi yang dapat digunakan dalam berorientasi. Demikian juga dengan kesiapan fisik, Suwandi dan Munawar 2013: 8
juga menyampaikan b ahwa, “Fisik anak sangat diperlukan dalam
melakukan mobilitas. Anak yang mengalami kecacatan lain selain cacat netra akan mengalami kesulitan dalam bergerak di lingkungannya”. Dari
penjelasan tersebut dapat ditegaskan bahwa, kesiapan fisik sangat penting dalam meningkatkan kemampuan mobilitas anak tunanetra. Anak tunanetra
tanpa disertai kecacatan lain cenderung memiliki potensi yang tinggi dalam peningkatan kemampuan orientasi dan mobilitas dibandingkan dengan anak
tunanetra yang disertai dengan kecacatan yang lain. Dari kajian tersebut dapat ditegaskan bahwa faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi kemampuan orientasi dan mobilitas pada anak tunanetra yakni motivasi yang diberikan, postur tubuh yang baik, kelenturan tubuh,
kekuatan tubuh, kesiapan mental, kesiapan fisik, waktu terjadi ketunanetraan, dan, sensitivitas indra-indra yang masih berfungsi. Faktor
lain yang dapat mempengaruhi kemampuan orientasi dan mobilitas yakni tingkat ketunanetraan yang dimiliki dan layanan yang diberikan. Faktor-