37 e.
Bermain mengembangkan kemampuan sosial Bermain dapat membimbing anak untuk dapat melakukan interaksi
dengan teman sepermainan mereka. Pada penelitian ini, bentuk interaksi yang ada yakni interaksi anak tunanetra dengan guru pendamping.
Menurut Suyanto 2005: 126, “interaksi mengajarkan anak bagaimana merespon, memberi, dan menerima, menolak atau setuju ide dan perilaku
anak yang lain. Hal itu sedikit demi sedikit akan mengurangi rasa egosentrisme pada anak dan mengembangkan kemampuan sosialnya.”
Dari penjelasan tersebut, dapat ditegaskan bahwa dengan bermain, anak dapat memberikan aksi dan respon terhadap kegiatan bermain yang
dilakukan, serta mengungkapkan pendapat mereka terhadap permainan yang dilakukan.
6. Prinsip-Prinsip Metode Bermain
Prinsip-prinsip metode bermain menurut Hadfield dalam Saniyati, dkk, 2013: 4, adalah sebagai berikut:
a. Bermain yang dikembangkan hendaknya yang terkait langsung
dengan konteks keseharian peserta didik. b.
Bermain diterapkan untuk merangsang daya pikir, mengakses informasi dan menciptakan makna-makna baru.
c. Bermain yang dikembangkan harusnya menyenangkan dan
mengasyikkan bagi peserta didik. d.
Bermain dilaksanakan dengan landasan kebebasan menjalin kerja sama dengan peserta didik lain.
e. Bermain hendaknya menantang dan mengandung unsur kompetisi
yang memungkinkan peserta didik semakin termotivasi menjalani proses tersebut.
f. Penekanan permainan linguistik pada akurasi isinya, sedangkan
permainan komunikatif lebih menekankan pada kelancaran dan suksesnya komunikasi.
g. Bermain dapat dipergunakan untuk semua tingkatan dan berbagai
keterampilan berbahasa sekaligus.
38 Pendapat lain menyatakan bahwa, prinsip bermain ada tiga, yaitu:
a. Disesuaikan dengan usia, minat, kemampuan, bakat, dan tingkat
perkembangan yang berbeda-beda pada setiap anak. b.
Bermain dapat memberikan pengalaman nyata bagi masing-masing anak sehingga anak termotivasi untuk memperoleh pengalaman
belajar yang bermakna, misalnya anak secara langsung menyentuh benda yang memiliki perbedaan tekstur kasar-halus.
c. Proses bermain dilakukan dalam suasana gembira, bebas dari rasa
takut akan salah, tidak ada paksaan, boleh berbeda pendapat dan keinginan antara anak-anak dengan temannya atau anak dengan
pendampingnya Fatimaningrum, 2013: 3. Dari kedua pendapat tersebut, dapat ditegaskan bahwa kegiatan
bermain yang diterapkan untuk pembelajaran tidak boleh dilakukan tanpa pertimbangan. Prinsip-prinsip tersebut di atas harus diperhatikan agar
kegiatan bermain yang dilakukan dapat memberikan manfaat yang positif dan dapat berjalan sesuai tujuan awal yang telah ditetapkan.
7. Prosedur Pelaksanaan Metode Bermain
Salah satu bentuk kegiatan bermain yang dapat diterapkan untuk anak tunanetra, menurut Harrison and Crow 1993: 160, yakni permainan
Scavenger Hunt atau perburuan. Permainan ini dapat dilakukan sebagai
berikut. Children are usually paired and given a list of items to find in their
environment. When they have all the items, they bring them back to the adult. A time limit is set. The winning pair has the most correct
items. This can be adapted for a younger visually impaired child, and can be played indoors or outdoors. The adult ask for one item. The
child searches for it and takes it to the adult. The adult then asks for
another item. What’s the objects are and how many are requested will depend on the child’s interest and ability. At the end of the games, the
adult guesses where the items were found and player and adult share the responsibility of replacing them. The adult can ask the child to
pick out the items from a particular room and put only those away. This game help a child learn the specific location of items in the home.
When the child if proficient at this game, a kitchen timer can be used