Metode pengumpulan data Metode Penelitian

digital diawali dengan memilih sampel pixel yang dianggap mewakili masing- masing kelas penutupan lahan yang dimaksud. Apabila pemilihan sampel ini dilakukan oleh peneliti maka disebut supervised classification, namun apabila pemilihan sampel pixel dilakukan oleh komputer dengan kaidah statistik maka disebut unsupervised classification. Pemilihan sampel ini menghasilkan selang kelas spektral yang digunakan untuk mengelompokkan semua pixel yang ada. Proses klasifikasi dan pemetaan penutup lahan dapat dilakukan secara visual, digital, atau kombinasi keduanya Mather, 2004 Hasil pengelompokan ini adalah kelas-kelas penutupan lahan yang harus diuji kesesuaiannya. Uji ini dapat dilakukan dengan mengecek hasil interpretasi dengan kondisi lapangan ground check, maupun mengecek dengan data sekunder yang lain, misalnya peta atau foto udara. Setelah melalui cek kesesuaian, citra dapat digunakan sebagai sumber informasi untuk menyusun peta tematik penutupan vegetasi. Selain data hasil interpretasi data citra satelit, data dan informasi yang berhubungan dengan jenis flora dan fauna, sejarah pulau, aktivitas- aktivitas yang berlangsung di pulau serta data lainnya diperoleh melalui wawancara mendalam dengan masyarakat serta penelusuran data sekunder berupa hasil-hasil penelitian sebelumnya. 2 Ekosistem mangrove Pengambilan data ekosistem mangrove dimaksudkan sebagai data dasar dalam menganalisis kondisi eksisting dan perencanaan peruntukan ruang serta kawasan konservasi. Adapun tujuannya adalah untuk mengetahui struktur dan komposisi dari vegetasi mangrovehutan pantai berdasarkan nilai penting, kerapatan, dan frekwensi kehadiran. Pengambilan data ekosistem mangrove dilakukan dengan menggunakan GPS Global Positioning System, alat tulis, tali, meteran dan kamera digital. Studi struktur dan komposisi mangrove dilakukan dengan menggunakan metode yang merupakan modifikasi dari cara yang digunakan oleh Mueller Dumbois dan Ellenberg 1974. Pada tiap lokasi ditetapkan 3 titik pengambilan sampel yang diharapkan dapat mewakili lokasi tersebut. Selanjutnya pada masing- masing titik sampling tersebut dibuat plot berukuran 10 m x 10 m untuk pengambilan data pohon dbh ≥ 4 cm, subplot 5 m x 5 m untuk data sapling 1 cm ≤ dbh 4 cm dan subplot 1 m x 1 m untuk seedling anakan dengan ketinggian 1 m Gambar 9. Gambar 9 Peletakan subplot 1 m x 1 m s eedling dan subplot 5 m x 5 m sapling dalam plot 10 m x 10 m pohon untuk sampling vegetasi mangrove. 3 Ekosistem lamun Metode pengukuran yang digunakan untuk mengetahui kondisi padang lamun adalah metode transek dan petak contoh transect plot. Metode transek dan petak contoh adalah metode pencuplikan contoh populasi suatu komunitas dengan pendekatan petak contoh yang berada pada garis yang ditarik melewati wilayah ekosistem tersebut melalui pentahapan sebagai berikut: 1 Lokasi yang ditentukan untuk pengamatan vegetasi padang lamun harus mewakili wilayah pada setiap pulau 7 pulau di kawasan, dan juga harus dapat mengindikasikan atau mewakili setiap zona padang lamun yang terdapat di wilayah kajian. 2 Pada setiap stasiun pengamatan, ditetapkan transek-transek garis dari arah darat ke arah laut tegak lurus garis pantai sepanjang zonasi padang lamun yang terjadi di daerah intertidal. 3 Pada setiap transek garis, diletakkan petak contoh plot berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 1 m x 1 m dengan interval 15 m untuk padang lamun kawasan tunggal homogenous dan interval 5 m untuk kawasan majemuk Gambar 10. 10 10 5 5 1 1 Gambar 10 Petak contoh untuk pengambilan contoh lamun 4 Pada setiap petak contoh plot yang telah ditentukan, determinasi setiap jenis tumbuhan lamun dan hitung jumlah individu setiap jenis. 5 Persen tutupan lamun juga diperoleh dari hasil tracking sumber daya dengan menggunakan peralatan Biosonic Gambar 11. Gambar 11 Contoh hasil rekaman biosonic untuk ekosistem lamun 4 Ekosistem terumbu karang Pengambilan data ekosistem terumbu karang dimaksudkan sebagai data dasar dalam menganalisis kondisi eksisting dan perencanaan peruntukan ruang serta kawasan konservasi. Adapun tujuannya adalah menentukan kondisi terumbu karang berdasarkan nilai persentase tutupan terumbu karang. Pengambilan data ekosistem terumbu karang dilakukan dengan menggunakan GPS Global Positioning System , alat tulis, meteran, alat selam dan kamera bawah air. Dalam pelaksanaannya dilakukan dengan metode Line Intercept Transect English, et al, 1997, dengan panjang garis sepanjang 50 meter. Digunakan Metoda Line Intercept transect untuk mengkaji komunitas benthik berdasarkan karakteristik lifeform terutama morfologi dari komunitas terumbu karang, sehingga dapat diketahui keanekaragaman jenis karang di daerah tersebut. Pengamatan LIT dilakukan dengan penyelaman pada kedalaman 3 m dan 10 m, Jarak antara dua transek yang berdekatan minimal adalah 10 meter. Apabila pada lokasi pengamatan terdapat bentuk karang yang datar, miring atau menonjol Gambar 12, maka transek pertama dapat ditempatkan pada daerah yang miring, kira-kira 3 meter di bawah tonjolan terumbu karang. Gambar 12 Potongan melintang bentuk terumbu karang dan cara pencatatan data Transek kedua yang lebih dalam diletakkan pada kira-kira 9 - 10 meter dibawah tonjolan terumbu karang. Jika pada kedalaman 3 dan 10 meter tidak ada karang, transek dapat digeser ke kedalaman 2 atau 6 - 8 meter. Namun jika pada tapak pengamatan tidak terdapat tonjolan terumbu karang, maka transek pengamatan dapat ditempatkan pada 2 dua kedalaman tersebut dengan hitungan nol meter dimulai dari rata-rata surut terendah. Pengamatan dilakukan dengan cara mencatat genus karang yang ditemukan sepanjang transek garis, dan menghitung persentase penutupannya. Koloni karang yang berada di bawah garis transek diukur dengan mengikuti pola pertumbuhan koloni karang dengan ketelitian mendekati sentimeter cm. 5 Ikan karang Pengambilan data ikan karang dilakukan pada area ekosistem terumbu karang. Metode yang digunakan pada pengambilan data ikan karang adalah dengan sensus visual English, et al, 1997, yakni mencatat jenis dan jumlah ikan yang berada di kolom air. Ikan karang yang berada di area terumbu karang diidentifikasi dan dihitung dengan mengikuti transek garis sepanjang 30 m. Pencatat berenang di atas garis transek dan populasi ikan yang disensus adalah pada luasan 2,5 m samping kiri-kanan dan atas-bawah sepanjang garis transek. 6 Ikan pelagis dan demersal Survei kepadatan ikan pelagis dan ikan demersal dengan metode hidroakustik Biosonic telah dilakukan di perairan Kecamatan Aru Tenggara pada bulan November 2010 Gambar 13. Gambar 13 Contoh hasil rekaman biosonic untuk ikan pelagis dan demersal Pengambilan data dilakukan pada kawasan perairan konservasi Aru Tenggara mencakup Pulau Enu, P. Karang, P. Kultubai Selatan, P. Jeh, P. Mar, P. Jeudin dan P. Marjinjin. Data hidroakustik diperoleh melalui teknik echo-integration dan pengukuran luas penampang tubuh ikan secara akustik dengan kecepatan pengambilan data 3 kali per detik di sepanjang track pelayaran cruise track.

4.2.2 Metode analisa data

1 Ekosistem mangrove Basal area merupakan penutupan areal hutan mangrove oleh batang pohon. Basal area didapatkan dari pengukuran batang pohon mangrove yang diukur secara melintang Cintron dan Novelli, 1984. Diameter batang tiap spesies tersebut kemudian diubah menjadi basal area dengan menggunakan rumus: BA = cm D 4 2  Keterangan: BA = Basal Area π = 3,14 D = Diameter batang Kerapatan Relatif merupakan persentase kerapatan masing-masing spesies dalam transek. Nilai kerapatan Relatif didapatkan dengan rumus English et al., 1997: KR = 100 Kind Ktot Keterangan : KR = Kerapatan relatif Kind = Kerapatan individu tiap spesies i Ktot = Kerapatan total individu Dominansi relatif merupakan persentase penutupan suatu spesies terhadap suatu areal mangrove yang didapatkan dari nilai basal area untuk spesies pohon dan sapling dengan menggunakan rumus English et al., 1997: DR = 100 BaiBA Keterangan: DR = Dominansi relatif Bai = Total basal area tiap spesies ke i BA = Basal area dari semua spesies 2 Ekosistem lamun Untuk mengetahui luas area penutupan jenis lamun tertentu dibandingkan dengan luas total area penutupan untuk seluruh jenis lamun, digunakan Metode Saito dan Adobe. Adapun metode penghitungannya adalah sebagai berikut: a Petak contoh yang digunakan untuk pengambilan contoh berukuran 50 cm x 50 cm yang masih dibagi-bagi lagi menjadi 25 sub petak, berukuran 10 cm x 10 cm. b Dicatat banyaknya masing-masing jenis pada tiap sub petak dan dimasukkan ke dalam kelas kehadiran berdasarkan hasil pengamatan. c Adapun penghitungan penutupan jenis lamun secara keseluruhan dilakukan dengan menggunakan rumus menurut Biosonic, 2010 yakni: Data kondisi ekosistem lamun yang diperoleh di lapangan, kemudian akan dianalisis menurut cara COX dalam Fachrul, 2007 sebagai berikut: 3 Ekosistem terumbu karang Identifikasi contoh karang akan dilakukan di laboratorium menurut petunjuk Suharsono, 1996 dan Veron 1986. Hasil pengukuran pada masing- masing transek garis, selanjutnya dihitung nilai penutupannya berdasarkan rumus berikut Gomez dan Yap, 1988: Keterangan: Li = persentase penutupan biota ke-i; Ni = panjang total kelompok biota karang ke-i; dan L = panjang total transek garis. Persen tutupan = 100 plant pings Total Pings-bad pings Tinggi kanopi m = Everage Battom – F65_5depth increment