Ekosistem padang lamun Hasil dan Pembahasan
Berdasarkan kehadirannya pada setiap pulau, maka tingkat kehadiraan tertinggi spesies lamun dijumpai pada Pulau Karang yakni 11 jenis 100,
selanjutnya Pulau Jeh dan Pulau Marjinjin menempati urutan kedua yakni sebanyak 10 jenis 90,91, sedangkan kehadiran jumlah jenis lamun paling
sedikit ditemukan di pulau Jeudin sebanyak 5 jenis 45,45.
Ada 4 jenis lamun yang dijumpai pada seluruh pulau yakni Enhalus acoroides, Halophila ovalis, Cymodocea serrulata
dan Thalassia hemprichii, dengan frekwensi kehadiran 100, sedangkan jenis dengan frekwensi
kehadirannya sangat rendah ditemukan sebanyak 3 jenis, diantaranya adalah Halophila minor
, Halophila spinulosa dan Thalassodendrom ciliatum dengan nilai frekwensi kehadiran relatifnya sebesar 57,14 Tabel 14 dan Gambar 37.
Keberadaan jenis-jenis lamun ini di kawasan konservasi Aru Tenggara, memberikan peluang besar bagi tumbuh dan berkembangnya hewan-hewan
endemik seperti penyu dan dugong yang memanfaatkan jenis-jenis tertentu dari lamun sebagai sumber makanannya. Itulah sebabnya kawasan konservasi ini sejak
ditetapkan pada tahun 1993 sebagai Cagar Alam Laut, adalah dengan maksud untuk dijadikan sebagai daerah perlindungan jenis hewan langkah penyu dan
dugong beserta ekosistemnya.
Tabel 14 Jensi-jenis lamun yang ditemukan pada setiap pulau di kawasan konservasi Aru Tenggara
Keterangan :
1 = P. Enu
3 = P. K. Selatan
5 = P. Mar
7 = P. Marjinjin
2 = P. Karang
4 = P. Jeh
6 = P. Jeudin
1 2
3 4
5 6
7 1
Enhalus acoroides
7 100,00
2 Halodule uninervis
5
71,43 3
Halodule pinifolia
6
85,71 4
Halophila ovalis
7 100,00
5 Halophila minor
4 57,14
6 Halophila spinulosa
4 57,14
7 Syringodium isoetifolium
6 85,71
8 Thalassodendrom ciliatum
4 57,14
9 Cymodocea serrulata
7
100,00 10 Cymodocea rotundata
6 85,71
11 Thalassia hemprichii
7 100,00
Total 9
11 8
10 10
5 10
7 Presentase
81,82 100,00
72,73 90,91
90,91 45,45
90,91 11
No Jenis Lamun
Pulau Total
Gambar 37 Luas, jumlah jenis, genus, famili, persen tutupan dan
kerapatan ekosistem lamun di kawasan konservasi Aru Tenggara
Dari sekian banyak hewan laut, penyu hijau Chelonia mydas dan ikan duyung atau dugong Dugong dugon adalah dua hewan yang menyukai padang
lamun. Boleh dikatakan, dua hewan ini sangat bergantung pada lamun. Hal ini karena tumbuhan tersebut merupakan sumber makanan penyu hijau dan dugong.
Penyu hijau biasanya menyantap jenis lamun Cymodoceae spp, Thalassia spp, dan
Halophila spp, begitu pula penyu yang memakan lamun jenis Syriungodium
isoetifolium dan Thalassia hemprichii, sedangkan dugong senang memakan jenis
Poisidonia spp dan Halophila spp, begitu pula Dugong mengkonsumsi lamun
terutama bagian daun dan akar rimpangnya rhizoma karena dua bagian ini memiliki kandungan nitrogen cukup tinggi Bittaker, 1986; Iverson and Bittaker,
1986; Nonjti 1987; Jupp at al., 1996; Valentine F. J and K. L. Heck, 2000; Sebastian at al, 2004; Pinna et al., 2009.
Secara keseluruhan, dapat dikatakan bahwa kerapatan lamun di perairan kawasan konservasi Aru Tenggara tergolong tinggi, terutama pada Pulau Jeudin
dengan kerapatan tertinggi sebesar 99 individum
2
, sedangkan terendah pada Pulau Jeudin yakni sebesar 20 individum
2
, walaupun masih terdapat ruang di dasar perairan yang kosong dan ditempati oleh komponen pasir.
Kisaran persen tutupan lamun di kawasan ini antara 60,02 - 72,06, dengan rata-rata persen tutupan dalah 65. Hal ini berarti keberadaan ekosistem
lamun di kawasan konservasi Aru Tenggara dapat dikatakan dalam kondisi baik. Namun demikian berbagai aktivitas pemanfaatan di areal ini perlu dijaga, agar
tidak dapat menimbulkan dampak bagi kerusakan ekosistem beserta sumber daya yang ada, terutama bagi spesies-spesies langkah seperti penyu dan dugong.
Aktivitas pemanfaatan sumber daya pada ekosistem lamun tergolong lebih tinggi dibandingkan dengan ekosistem lainnya. Hasil identifikasi memperlihatkan
sebanyak 12 aktivitas pemanfaatan dengan jumlah aktivitas pada masing-masing pulau bervariasi antara satu dengan lainnya Tabel 15.
Sebanyak 7 aktivitas yang paling banyak 100 dilakukan pada ekosistem lamun di seluruh pulau, sedangkan ada 5 pulau yang mengalami tekanan terbanyak
100, kecuali Pulau Enu dan Pulau karang yang kawasan lamunnya kurang mendapatkan tekanan 66,67. Secara keseluruhan rata-rata tingkat pemnfaatan
masyarakat pada ekosistem lamun berdasarkan aktivitas adalah sebesar 88,10.
Dari Tabel 15, juga memperlihatkan bahwa aktivitas pemanfaatan didominasi oleh
aktivitas perikanan tangkap dan selebihnya adalah aktivitas perikanan budidaya. Tabel 15 Aktivitas pemanfaatan pada ekosistem lamun di kawasan
konservasi Aru Tenggara.
1 2
3 4
5 6
7 1
Bameti
5 71,43
2 Bubu
7
100,00 3
jaring insang hanyut
5 71,43
4 jaring insang dasar
7
100,00 5
Panah
7 100,00
6 Selam mutiara
7
100,00 7
Selam teripang
7 100,00
8 Pancing permukaan
7
100,00 9
Pancing dasar
7 100,00
10 Budidaya rumput laut
5 71,43
11 Budidaya teripang
5 71,43
12 Budidaya ikan KJA
5 71,43
Total 8
8 11
11 11
11 11
12 Persentase
66,67 66,67
91,67 91,67
91,67 91,67
91,67 7
88,10 No
Aktivitas Pemanfaatan Pulau
Total
Keterangan : 1 =
P. Enu 3 =
P. K. Selatan 5 =
P. Mar 7 =
P. Marjinjin 2 =
P. Karang 4 =
P. Jeh 6 =
P. Jeudin
Sumbangsi ekosistem lamun untuk pemenuhan konsumsi protein hewani adalah 16 orang per hektar per tahun Kirsch et al., 2002, Pogoreutz et al., 2012;
Vonk, at al., 2008; Vonk, at al., 2010. Dengan demikian berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka dengan kondisi ekosistem lamun yang ada di kawasan
konservasi Aru Tenggara seluas 73,34 km
2
7.334 ha, maka jumlah masyarakat yang dipenuhi konsumsi protein hewaninya sebanyak 117.114 orangtahun.
Dengan melihat besarnya kontribusi ekosistem lamun bagi kehidupan masyarakat, maka diharapkan agar pemanfaatan sumber daya dengan penggunan
teknologi penangkapan yang ada, tidak diperuntukan bagi penangkapan spesies yang dilindungi seperti penyu maupun dugong. Hal ini perlu dijaga, karena
mengingat keberadaan ekosistem lamun sebagai tempat makan potensial bagi penyu hijau dan dugong, sehingga kebaradaan spesies ini tidak terus mengalami
penurunan bahkan ditakutkan akan hilang dari kawasan konservasi Aru Tenggara sebagai akibat dari pemanfaatan yang terus-menerus terhadap spesies-spesies
dimaksud. Penyu hijau berdasarkan hasil penelitian telah mengalami penurunan
populasi sejak tahun 1950, karena kegiatan perikanan Marquez 1990 dan pemanenan telur Nichols, 2003, perburuan dan perikanan insidental bycatch
Seminoff, 2004; Koch et al, 2006, 2007. Telah diperkirakan penangkapan penyu
di dunia sebanyak 35.000 penyu per tahun, termasuk 7.500 penyu hijau tewas per tahun Nichols et al, 2002, Hays et al, 2003; Nichols dan Safina, 2004; Koch et al,
2006; Peckham et al, 2007, 2008; Mancini dan Koch, 2009; Mancini, 2009. 2 Kompleksitas permasalahan sumber daya perikanan pada ekosistem lamun
Ekosistem lamun di kawasan konservasi Aru Tenggara merupakan kawasan yang paling banyak bertumpu harapan dan penghidupan masyarakat
kawasan yang ditandai dengan teridentifikasinya 12 aktivitas pemanfaatan, di bandingkan dengan aktivitas pemanfaatan pada ekosistem lainnya. Pada ekosistem
ini selain kegiatan perikanan tangkap juga merupakan kawasan yang potensial untuk pengembangan perikanan budidaya. Berdasarkan pengamatan lapangan
dijumpai 3 aktivitas perikanan budidaya diantaranya budidaya teripang, rumput laut dan budidaya ikan sistem keramba jaring apung.
Hamparan ekosistem lamun yang luas baik di dalam maupun di luar areal konservasi memberikan dukungan yang kuat bagi berkembangnya organisme laut
baik berupa ikan, moluska, krustasea, ekinodermata dan sumber daya lainnya. Hadir di dalamnya spesies endemik seperti penyu dan dugong yang memanfaatkan
ekosistem ini sebagai tempat makan yang potensial. Jenis-jenis lamun yang disukai oleh penyu dan dugong banyak dijumpai pada kawasan ekosistem ini.
Itulah sebabnya jika dilihat dari pola migrasi penyu, maka kawasan ini menjadi kawasan lintasan yang potensial bagi penyu-penyu baik untuk kepentingan
mencari makan maupun untuk tujuan bertelur atau berkembang biak. Kegiatan penangkapan yang dilakukan di dalam ekosistem lamun
umumnya masih bersifat tradisional karena menggunakan alat tangkap yang sangat sederhana seperti pancing, panah, bubu, selam serta kegiatan koleksi kerang-
kerangan Gambar 38. Namun demikian bukan berarti kegiatan tersebut tidak memberikan dampak bagi kerusakan ekosistem dan keberlangsungan sumber daya
penting yang ada, karena beberapa aktivitas seperti jaring, panah selain ditujukan untuk kepentingan penangkapan ikan, juga dilakukan untuk menangkap hewan
langka seperti penyu yang memiliki harga yang relatif tinggi. Untuk itulah maka dalam merancang dan menetapkan rencana pengelolaan di kawasan, hendaknya
memperhatikan jenis-jenis alat tangkap yang selektif untuk tidak menangkap spesies-spesies lindung.
Gambar 38 Kerangka masalah sumberdaya perikanan pada ekosistem lamun
Kegiatan atau aktivitas penangkapan yang sifatnya ilegal ini dapat terjadi di kawasan, menunjukan bahwa efektivitas pengelolaan kawasan sebagai kawasan
konservasi belum sepenuhnya dilakukan dengan benar. Efektivitas pengelolaan kawasan konservasi laut adalah suatu upaya pengukuran terhadap tingkat
pengelolaan kawasan telah mencapai tujuan yang dinyatakan oleh suatu Kawasan Konservasi Laut Hockings et al., 2006. Pada setiap kawasan konservasi laut, ada
beragam hal, seperti faktor-faktor biofisik, tata-kelola dan sosio-ekonomi, yang dapat secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi kinerja pengelolaan
secara menyeluruh. Bila dirancang dengan benar dan dikelola secara efektif, kawasan konservasi akan memainkan peranan dalam melindungi ekosistem.
Kondisi eksisting lamun HubunganPengaruh
Upaya pengelolaan yang efektif sudah seharusnya dimulai pada kawasan konservasi Aru Tenggara, mengingat tingkat pemanfaatan yang cenderung
meningkat serta kegiatan-kegiatan ilegal yang terus-menerus dilakukan oleh individu, kelompok atau organisasi yang hanya mencari keuntungan tanpa
memperhatikan keberlanjutan sumber daya dan ekosistemnya. Diharapkan kedepan akan terjadi terjadi peningkatan atau perbaikan perikanan pesisir dan laut
IUCN-WCPA, 2008, sehingga akan memulihkan fungsi-fungsi ekosistem dan keanekaragaman hayati laut, disamping untuk meningkatkan kondisi sosio-
ekonomi sebagai hasil dari peningkatan produksi perikanan yang meningkatkan pendapatan dan ketahanan pangan Parks et al., 2006.
4.3.6
Ekosistem terumbu karang
1 Keragaan sumber daya Terumbu karang adalah salah satu ekosistem yang paling produktif dan
memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi di bumi Odum, 1955; Connell, 1978. Memiliki fungsi sebagai penyedia barang dan jasa manusia seperti sumber
makanan laut, kemungkinan rekreasi, perlindungan pantai serta manfaat estetika dan budaya Finish et al, 1996;. Peterson dan Lubchenco, 1997. Namun
demikian, hampir sepertiga dari spesies ikan dunia ditemukan di terumbu karang McAllister, 1991 dan hasil tangkapan dari daerah terumbu karang merupakan
10 dari jumlah ikan yang dikonsumsi oleh manusia Smith, 1978. Jutaan orang bergantung pada terumbu karang untuk bagian dari kehidupan mereka atau untuk
bagian dari asupan protein mereka Salvat, 1992. Jennings dan Polunin 1996 menghitung bahwa 1 km
2
terumbu karang yang tumbuh secara aktif dapat mendukung pemenuhan kebutuhan protein hewani lebih dari 300 orang.
Kawasan konservasi Aru Tenggara memilki ekosistem terumbu karang seluas 28,92 km
2
. Jika luasan ini merujuk pada hasil penelitian Jennings dan Polunin 1996, maka dapat dikatakan bahwa dengan luasan ekosistem terumbu
karang yang ada dapat memberikan manfaat pemenuhan kebutuhan protein hewani bagi 8.700 jiwa dari masyarakat di kawasan konservasi Aru Tenggara. Hal ini
berarti hampir 85 masyarakat di 2 Kecamatan baik Kecamatan Aru Tengah
Selatan maupun Aru Selatan Timur dapat terpenuhi kebutuhan protein hewaninya hanya melalui ekosistem terumbu karang.
Berdasarkan hasil analisis interpretasi data citra maka luasan ekosistem terumbu karang ditemukan di Pulau Jeudin yaitu 6,53 km
2
, dan luasan terkecil pada Pulau Jeh yakni sebesar 1,99 km
2
. Jumlah jenis terbanyak ditemukan pada terumbu karang P. Karang sebanyak 65 jenis, diikuti oleh P. Enu 60 jenis, P. Jeh
51 jenis, P. Mar 49 jenis, P. Kultubai Selatan 46 jenis, P. Marjinjin 44 jenis dan P. Jeudin 43 Jenis Gambar 39.
Kondisi ini berbanding terbalik dengan luasan ekosistem, dimana P. Jeudin memiliki ekosistem terumbu karang terluas tetapi memiliki jumlah jenis terendah.
Jumlah genus pada ekosistem terumbu karang di kawasan konservasi Aru Tenggara berkisar antara 20 - 29 genus, sedangkan kisaran jumlah famili antara 8 -
12 famili. Dari hasil analisis juga diperoleh persen tutupan biotik pada ekosistem
terumbu karang di kawasan ini berkisar antara 54,60 - 80,24 sedangkan komponen biotiknya memiliki persen tutupan yang berkisar antara 19,76 -
45,40. Dengan data ini memperlihatkan bahwa komponen biotik masih di atas 50 sehingga boleh dikatakan bahwa persen tutupan karang dikawasan masih
tergolong cukup baik dan sangat baik. Potensi terumbu karang di kawasan ini memberikan kontribusi yang cukup
penting bagi kehidupan masyarakat maupun lingkungan sekitarnya. Kontribusi yang dimaksudkan secara ekologi dalam bentuk barang dan jasa Moberg dan
Folk., 1999. Kontribusi pelayanan ekologi terumbu karang di kawasan dalam bentuk barang diantaranya pemberi sumber terbarukan yakni menghasilkan
berbagai produk makanan laut seperti ikan, kerang, krustasea, teripang dan rumput laut bagi masyarakat kawasan Craik et al, 1990;. Birkeland, 1997.
Gambar 39 Luas, jumlah jenis, genus, famili, persen tutupan biotik
maupun abiotik ekosistem terumbu karang di kawasan konservasi Aru Tenggara
Perikanan karang memberikan kontribusi terbesar bagi penyedia ikan sekitar 9 - 12 dari total perikanan dunia Smith, 1978 dan di beberapa bagian
wilayah Indo-Pasifik, perikanan terumbu karang memberikan sumbangsi hingga mencapai 25 dari total hasil tangkapan Cesar, 1996. Selain itu berbagai hasil
penelitian juga menemukan kontribusi ekologi karang dalam mengatasi masalah kesehatan Sorokin, 1993; Carte, 1996; Birkeland, 1997a, bahan makanan dan
kerajinan Birkeland, 1997a, perhiasan dan souvenir Craik et al., 1990. Selain penyediaan barang sumber terbarukan, terumbu karang juga
memberikan kontribusi barang tambang bagi kepentingan pembangunan rumah masyarakat pesisir kawasan konservasi Aru Tenggara. Hampir semua tempat di
kawasan konservasi mengambil batu untuk pembangunan dari terumbu karang di laut, karena potensi batu tidak tersedia pada wilayah daratan yang didominasi oleh
lahan gambut. Namun kegiatan inilah yang banyak sekali merusak ekosistem terumbu karang di kawasan. Di antara penggunaan karang yang paling merusak
karang adalah eksploitasi karang keras untuk pembangunan dan untuk produksi kapur dan semen Dulvy et al., 1995. Di Maladewa, sekitar 20.000 karang m
3
, ditambang setiap tahun untuk kepentingan bahan bangunan Cesar, 1996.
Kawasan konservasi Aru Tenggara memiliki pulau-pulau yang sangat kecil dan rentan terhadap abrasi pantai, sehingga kontribusi barang sebagai struktur
fisik penahan abrasi garis pantai cukup penting pada kawasan ini. Di Indonesia, Cesar 1996 memperkirakan bahwa antara US 820
– 1.000 per km garis pantai hilang, karena penambangan karang yang menyebabkan hilangnya perlindungan
pantai. Terumbu karang juga menghasilkan pasir halus yang putih dan bersih yang banyak dimanfaatkan oleh penyu sebagai tempat bertelur, dan daerah ini dapat
dikembangkan kegiatan ekowisata pantai di pulau-pulau kecil di kawasan. Secara ekologi terumbu karang di kawasan ini juga memberikan pelayanan
jasa bagi sumberdaya hayati yang ada disekitarnya, yakni sebagai tempat pemijahan, tempat berkembangbiak, pemeliharaan maupun tempat makan bagi
biota yang hidup disekitarnya, sehingga keanekaragaman pada ekosistem ini tergolong tinggi Hughes, 1994; McClanahan et al, 1994. Pelayanan jasa juga
diberikan kepada ekosistem lamun, mangrove dan perairan terbuka, terutama bagi spesies-spesies yang melakukan migrasi lintas ekosistem seperti penyu, ikan dan
udang yang memanfaatkan ekosistem yang ada di kawasan. Pelayanan lain yang diberikan adalah pelayanan jasa informasi kepada pengelola kawasan tentang
status ekologi kawasan karena berfungsi sebagai salah satu ekosistem indikator
kunci dalam menentukan baik atau buruk suatu kawasan Wilkinson, 1993; Eakin et al
, 1997. Aktivitas pemanfaatan sumber daya perikanan oleh masyarakat kawasan
pada ekosistem terumbu karang teridentifikasi sebanyak 10 aktivitas, dimana 6 diantaranya dijumpai pada seluruh pulau sedangkan 4 aktivitas lainnya hanya
dijumpai pada 5 pulau Tabel 16. Keseluruhan aktivitas pemanfaatan pada ekosistem terumbu karang dapat dijumpai pada P. Kultubai Selatan, P. Jeh,
P. Mar, P. Jeudin dan P. Marjinjin, sedangkan P. Enu dan P. Karang hanya dapat teridentifikasi sebanyak 5 aktivitas pemanfaatan yang berlangsung di ke-2 pulau.
Tabel 16 Aktivitas pemanfaatan pada ekosistem terumbu karang di
kawasan konservasi Aru Tenggara.
1 2
3 4
5 6
7 1
Bameti kima
5 71,43
2 Pengambilan karang laut
5
71,43 3
Bubu
5 71,43
4 jaring insang hanyut
7
100,00 5
jaring insang dasar
7 100,00
6 Panah
5
71,43 7
Selam mutiara
7 100,00
8 Selam teripang
7
100,00 9
Pancing tonda
7 100,00
10 Pancing Dasar
7 100,00
Total 6
6 10
10 10
10 10
10 Persentase
60,00 60,00
100,00 100,00
100,00 100,00
100,00 7
88,57 No
Aktivitas Pemanfaatan Pulau
Total
Keterangan :
1 = P. Enu
3 = P. K. Selatan
5 = P. Mar
7 = P. Marjinjin
2 = P. Karang
4 = P. Jeh
6 = P. Jeudin
Masyarakat kawasan memanfaatkan sumber daya pada ekosistem terumbu karang sebagai pemenuhan kebutuhan protein hewani, juga sebagai peningkatan
ekonomi masyarakat kawasan. Dengan demikian pelayan secara sosial, ekonomi dan budaya juga diberikan ekosistem ini kepada masyarakat kawasan Dixon et al,
1993; Pendleton, 1995; Cesar, 1996. Untuk itu maka terumbu karang di kawasan ini perlu dijaga keberadaannya agar tetap memberikan dukungan barang dan jasa
baik bagi masyarakat kawasan, sumber daya perikanan maupun lingkungannya. 2 Sumber daya ikan karang
Ikan karang yang menempati areal terumbu karang pada 7 pulau di kawasan konservasi Aru Tenggara mencapai 60 - 77 spesies yang tergolong dalam
30 - 47 genera dan 19 - 24 famili Gambar 40. Kekayaan spesies ikan karang ini tergolong sedang dengan dimensi areal terumbu yang cukup luas dibanding areal
terumbu lainnya di luar kawasan konservasi laut Aru Tenggara.
Gambar 40 Jumlah jenis, genus, famili, dan kepadatan ikan karang di
kawasan konservasi Aru Tenggara
Famili ikan karang dengan variasi jenis yang tinggi di perairan karang adalah Pomacentridae, Chaetodontidae, Lutjanidae dan Labridae. Selain itu, famili
ikan karang dengan variasi jenis terendah adalah Blenidae, Haemulidae, Pomacanthidae, Siganidae, Synodontidae dan Zanclidae. Ikan karang dari genus
Chaetodon , Lutjanus dan Pomacentrus memiliki variasi jenis tergolong tinggi di
perairan karang ini. Tingginya kekayaan jenis ikan karang famili Chatodontidae yang juga termasuk kategori spesies indikator memberikan indikasi bahwa
kualitas terumbu karang P. Enu relatif masih baik. Didasari pengelompokkannya untuk tujuan monitoring, maka kekayaan
jenis ikan karang kategori major categories species perairan karang lebih tinggi dibanding kategori target species dan indicator species. Sementara berdasarkan
kriteria pemanfaatannya, ternyata kekayaan jenis ikan hias relatif lebih tinggi dibanding ikan konsumsi.
Data yang disajikan pada gambar 40, memperlihatkan bahwa kepadatan ikan karang di areal terumbu karang termasuk tinggi berkisar antara 1-3
individum
3
, bila dikaitkan dengan kondisi terumbu karangnya. Sesuai kategori monitoring, ternyata kelompok ikan karang target species memiliki kepadatan dan
kelimpahan individu tertinggi dibandingkan dengan kelompok ikan karang major categories species
dan indicator species. Berdasarkan kriteria pemanfaatannya, maka ikan karang yang termasuk kelompok ikan konsumsi memiliki kepadatan
dan kelimpahan individu tertinggi dibanding ikan hias. Hasil estimasi menunjukkan ikan karang kategori target species dan kriteria pemanfaatan sebagai
ikan konsumsi memiliki biomassa cukup tinggi. 3 Kompleksitas permasalahan sumber daya perikanan pada ekosistem terumbu
karang Ekosistem terumbu karang di kawasan konservasi Aru Tenggara
merupakan kawasan yang paling banyak mengalami kerusakan akibat pemanfaatan oleh masyarakat kawasan. Aktivitas yang memberikan dampak besar
dan luas terhadap kerusakan ekosistem ini salah satunya adalah penambangan karang untuk kepentingan pembangunan rumah maupun infrastruktur umum di
kawasan. Salah satu penyebab penambangan karang ini adalah akibat dari tidak tersedianya sumber daya batu pada lahan darat, sehingga masyarakat cenderung
untuk menambang karang bagi kepentingan dimaksud. Kawasan konservasi yang banyak mendapat tekanan dari aktivitas penambangan ini adalah kawasan sekitar
P. Jeh, P. Mar, P. Jeudin, P. Marjinjin dan P. Kultubai Selatan, karena pulau-pulau ini sangat dekat dengan pemukiman penduduk sehingga mudah untuk diakses.
Kerusakan terumbu karang bukan hanya terjadi akibat penambangan, namun aktivitas lainnya seperti penempatan bubu di areal terumbu karang,
penambatan jangkar motor atau perahu pada kawasan terumbu karang dan juga operasi jaring dasar yang pada saat penarikan dapat menyeret atau mematahkan
karang-karang mudah dari habitatnya Gambar 41.
Gambar 41 Aktivitas penambangan terumbu karang di kawasan
Keberadaan terumbu karang di kawasan memberikan dukungan yang kuat bagi berkembangnya organisme laut baik berupa ikan, moluska, krustasea,
ekinodermata dan sumber daya lainnya. Hadir di dalamnya spesies endemik seperti penyu, kima Tridacna spp dan lola Trochus Spp serta mata bulan
Turbo sp yang memanfaatkan ekosistem ini sebagai tempat makan yang potensial. Kegiatan penangkapan yang dilakukan di dalam ekosistem terumbu
karang umumnya masih bersifat tradisional karena menggunakan alat tangkap yang sangat sederhana seperti pancing, panah, bubu, dan jaring Gambar 42.
Namun demikian bukan berarti kegiatan tersebut tidak memberikan dampak bagi kerusakan ekosistem dan keberlangsungan sumber daya penting yang ada, karena
beberapa aktivitas seperti jaring, bubu, dan selam selain ditujukan untuk
kepentingan penangkapan ikan, juga dilakukan untuk menangkap hewan langka seperti penyu, lola, dan batu laga yang memiliki harga yang relatif tinggi.
Untuk itulah maka dalam merancang dan menetapkan rencana pengelolaan di kawasan, hendaknya memperhatikan jenis-jenis alat tangkap yang selektif untuk
tidak menangkap spesies-spesis lindung. Kegiatan atau aktivitas penangkapan yang sifatnya ilegal ini dapat terjadi di kawasan, menunjukan bahwa efektivitas
pengelolaan kawasan sebagai kawasan konservasi belum sepenuhnya dilakukan dengaan benar.
Gambar 42 Kerangka masalah sumber daya perikanan pada ekosistem
terumbu karang
Upaya pengelolaan yang efektif sudah seharusnya dimulai pada kawasan konservasi Aru Tenggara, mengingat tingkat pemanfaatan yang cenderung
meningkat serta kegiatan-kegiatan ilegal yang terus-menerus dilakukan oleh individu, kelompok atau organisasi yang hanya mencari keuntungan tanpa
memperhatikan keberlanjutan sumberdaya dan ekosistemnya. Diharapkan ke depan akan terjadi terjadi peningkatan atau perbaikan perikanan pesisir dan laut
Kondisi eksisting terumbu karang HubunganPengaruh
IUCN-WCPA, 2008, sehingga akan memulihkan fungsi-fungsi ekosistem dan keanekaragaman hayati laut, disamping untuk meningkatkan kondisi sosio-
ekonomi sebagai hasil dari peningkatan produksi perikanan yang meningkatkan pendapatan dan ketahanan pangan Parks et al., 2006.