Kesimpulan Model pengelolaan perikanan melalui penentuan efektivitas dan zonasi berbasis ekosistem di kawasan konservasi Aru Tenggara, Kabupaten Kepulauan Aru
Kaitannya dengan desentralisasi, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah merupakan perekat hubungan antar beberapa undang-undang
sebagai materi muatan dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan di daerah. Diberlakukannya UU No. 32 Tahun 2004 tersebut memiliki implikasi
terhadap pengelolaan sumber daya pesisir secara berkelanjutan dapat bersifat sinergis, namun dapat pula bersifat sebaliknya. Implikasi akan bersifat sinergis,
apabila setiap pemerintah dan masyarakat di wilayah otonomi menyadari arti penting dari pengelolaan sumber daya pesisir secara berkelanjutan, sehingga
pemanfaatan sumber daya pesisir dilakukan secara bijaksana dengan menerapkan kaidah-kaidah pembangunan berkelanjutan. Implikasi negatif akan muncul
apabila setiap daerah berlomba mengeksploitasi sumber daya pesisir tanpa memperhatikan kaidah-kaidah pembangunan berkelanjutan. Sedangkan payung
kebijakan dalam konservasi sumber daya ikan, telah ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang konservasi sumber daya ikan sebagai
organik dari UU 31 Tahun 2004. Melalui peraturan pemerintah ini diharapkan segala urusan mengenai konservasi sumber daya ikan dapat terwadahi.
Arah kebijakan pembangunan lingkungan hidup dan sumber daya alam tersebut menunjukkan prinsip-prinsip yang sangat mendasar dan harmonisasi
antara keseimbangan, keselarasan dan keserasian sistem ekologi, sosial, ekonomi dan budaya. Pembangunan yang semata-mata menempatkan sistem dan fungsi
ekonomi sebagai prioritas dan mengabaikan fungsi ekologi, sosial dan budaya akan menimbulkan masalah-masalah yang pelik dan konflik sosial yang
berkepanjangan. Oleh karena itu, upaya pemerintah untuk membangun dan mengembangkan keseimbangan fungsi ekologi, ekonomi, sosial dan budaya
Rein, 1970, dan terimplementasikan dalam berbagai perangkat kebijakan maupun program pemerintah Magill, 1986. Kebijakan Departemen Kelautan dan
Perikanan tertuang dalam visinya, yaitu Pengelolaan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan yang bertanggungjawab bagi kesejahteraan masyarakat Huttman,
1981; Spicker, 1995.
Kebijakan dan pembangunan adalah dua konsep yang terkait. Sebagai
sebuah proses peningkatan kualitas hidup manusia, pembangunan adalah konteks dimana kebijakan beroperasi. Sementara itu, kebijakan yang menunjuk pada
kerangka kerja pembangunan, memberikan pedoman bagi pengimplementasian tujuan-tujuan pembangunan ke dalam beragam program dan proyek Todaro,
1997. Berdasarkan
pandangan tersebut,
selanjutnya Todaro
1997 mengemukakan bahwa sedikitnya pembangunan harus memiliki tiga tujuan yang
satu sama lain saling terkait : 1 Meningkatkan ketersediaan dan memperluas distribusi barang-barang
kebutuhan dasar seperti makanan, perumahan, kesehatan dan perlindungan kepada seluruh anggota masyarakat.
2 Mencapai kualitas hidup dan kesejahteraan serta kemandirian bangsa. 3 Memperluas kesempatan ekonomi dan sosial bagi masyarakat.
Arah dan kebijakan pembangunan perikanan yang diungkapkan di atas memiliki tujuan yang sangat mulia terutama bagi kepentingan masyarakat banyak
dan kelestarian lingkungan hidup, sehingga terjadi keseimbangan antara dimensi ekologi, sosial maupun ekologi dalam pengelolaan suatu kawasan konservasi.
Namun sangatlah disayangkan karena berdasarkan hasil analisis kondisi sumber daya perikanan dan karakteristik masyarakat perikanan di kawasan konservasi Aru
Tenggara, menunjukkan bahwa belum adanya perubahan dalam kehidupan masyarakat sesuai dengan amanat atau tujuan kebijakan yang ditetapkan. Untuk
itu tujuan dari bab ini adalah mengkaji atau menganalisis sejauhmana implementasi kebijakan pembangunan perikanan baik oleh pemerintah Pusat,
Provinsi maupun Kabupaten dalam menyikapi permasalahan pengelolaan kawasan konservasi Aru Tenggara.