Model kolaborasi zona Hasil dan Pembahasan .1 Model zonasi berbasis masyarakat

bahkan juga sebagai “kawasan keramat” seacred-site. Jika kita sandingkan dengan peraturan di atas, maka zona inti dapat kita namakan dengan kawasan keramat, namun kegiatan-kegiatan yang ada di dalamnya perlu disesuaikan. Masyarakat Kepulauan Aru mengetahui persis bahwa Pulau Enu dan Pulau Karang adalah dua pulau yang merupakan tempat asal mereka, sehingga dianggap sebagai pulau sejarah dan tidak semua orang dapat pergi ke-kedua pulau ini karena memiliki nilai keramat seacred site. Untuk dapat melaksanakan berbagai aktivitas pada pulau-pulau dimaksud maka harus bersama-sama dengan tokoh adat setempat atau marga mata rumah tertentu untuk melakukan upacara adat, aetelah itu aktivitas dapat dilaksanakan. Dengan demikian penetapan Pulau Enu dan Pulau Karang beserta ekosistem di dalamnya adalah keputusan yang cukup strategis untuk dapat dilaksanakan Tabel 55. Tabel 55 Pernyataan maksud pengelolaan zona inti ekosistem pulau pada kawasan konservasi Aru Tenggara ZONA INTI KAWASAN KONSERVASI ARU TENGGARA Posisi Geografis Lon X Lat Y KATEGORI KAWASAN LINDUNG KERAMAT PULAU ARAHAN PEMANFAATAN RUANG Nama Zona Nama Sub Zona ZONA INTI PULAU GOBOL Pulau ZIP Pulau Enu ZIP-01 134º11’38“ BT 07º06’14“ LS Pulau Karang ZIP-02 134 o 41’ 26” BT 07 o 01’ 08” LS Luas Total Sub Zona Pulau Enu = 14,38 Km 2 Pulau Karang = 3,30 Km 2 Total = 17,68 Km 2 Nilai-Nilai Utama Sub Zona 1. Pulau terluar Perbatasan 2. Pulau Sejarah masyarakat Kepulauan Aru 3. Pulau Sejarah bagi Masyarakat Kawasan 4. Tempat bertelur penyu maupun hewan darat primate, reptile dan burung 5. Merupakan tempat berbiaknya berbagai jenis satwa liar dan tempat singgah serta berlindung jenis-jenis burung migran Kegiatan yang dapat dilaksanakan dalam zona inti 1. Kegiatan pelestarian sumberdaya dan ekosistem 2. Pendidikan 3. Penelitian 4. Upacara adat Prioritas utama untuk Pembangunan 5 tahun kedepan 1. Prioritas Tingi: a. Penegakan aturan tentang pengelolaan zona inti secara berkelanjutan b. Perlindungan zona inti terhadap ancaman penebangan hutan untuk permukiman dan bahan bangunan 2. Prioritas Sedang:  Pemberian posisi kawasan konservasi dan zona inti pada kapal-kapal penangkap ikan agar tidak melakukan aktivitas pada zona dimaksud. 3. Prioritas Rendah:  Peningkatan kegiatan Penelitian dan pendidikan untuk meningkatkan kualitas dan kwantitas kawasan zona inti. Isu-isu perencanaan strategis 5 tahun kedepan 1. Penetapan legalitas kawasan dan sistem zonasi Zona Inti 2. Pembuatan Tanda Batas Zona Inti 3. Sosialisasi Fungsi dan Manfaat Zona Inti 4. Pembangunan Pos Pengawasan 5. Pembuatan papan larangan pengambilan telur penyu, pengrusakan hutan, dan kativitas lainnya pada zona inti Kebutuhan Pengendalian Ruang 1. Kebutuhan non fisik dalam pengendalian ruang : a. Penyusunan dan penetapan aturan b. Sosialisasi peran dan fungsi zona inti c. Pengaktifan lembaga-lembaga adat pada tingkat desa dalam pengendalian ruang d. Pelatihan pengelolaan kawasan yang lestari 2. Kebutuhan fisik dalam pengendalian ruang : a. Pembuatan papan himbauan pelestarian pulau b. Pengembangan kegiatan ekonomi produktif untuk mendukung kegiatan pengendalian di zona inti. 2 Zona inti ekosistem mangrove Ekosistem mangrove mempunyai fungsi ekologis bagi lingkungan sekitar dan fungsi ekonomi bagi para pengguna yang terutama dalam hal ini adalah masyarakat pesisir. Kualitas lingkungan laut dapat dilihat hubungannya dengan kualitas kehidupan penduduk pesisir sekitarnya. Degradasi ekosistem pesisir yang terjadi dewasa ini merupakan akibat anthropogenik ulah manusia. Ini disebabkan kurang kesadaran untuk mencintai dan melestarikan lingkungan laut. Disadari atau tidak, kerusakan tersebut merupakan cermin mentalitas manusia yang memanfaatkan semberdaya yang ada. Masyarakat di kawasan konservasi Aru Tenggara mengistilahkan mangrove dengan sebutan Tongke Tongke: tongkatpenahan, sedangkan ruang atau habitat yang ditumbuhi mangrove disebut sebagai sebagai Goabel yaitu kawasan hutan mangrove atau tongke dengan kedalaman rata-rata 0-1 meter pada pasang tertinggi. Kawasan ini merupakan kawasan tempat hidup burung, biyawak, ular, buaya, ikan, kepiting dan kerang-kerangan. Kawasan ini secara tradisional merupakan kawasan khusus bagi kaum perempuan dan anak-anak untuk meramu hasil laut seperti ikan-ikan kecil dan kerang-kerangan. Selama ini zona Goabel tetap terjaga dengan baik bahkan cendrung mengalami peningkatan. Mengingat kawasan ini diperuntukan bagi kaum perempuan dan anak-anak untuk meramu hasil laut pada saat musim gelombang, maka pada daerah-daerah yang jauh seperti Pulau Enu dan Pulau Karang merupakan ruang yang sangat sulit diakses oleh kaum perempuan dan anak, apalagi pada kondisi musim gelombang baik musim Timur maupun Barat. Dengan demikian kawasan ekosistem mangrove di kedua pulau ini relatif kurang bahkan tidak terjamah oleh masyarakat. Kematian ataupun kerusakan hutan mangrove teridentifikasi terjadi secara alami. Ekosistem mangrove di Pulau Enu memiliki luasan sebesar 69,63 dari luas total pulau, dengan penyebaran pada areal bagian tengah pulau, memiliki 7 jenis dengan total kerapatan sebesar 0,9760 tegakanm 2 atau mencapai 9.760 tegakanha, dimana kerapatan untuk kategori pohon 0,1285 tegakanm 2 atau 1.285 tegakanha. Sementara nilai kerapatan untuk kategori sapihan hanya sebesar 0,0650 tegakanm 2 atau 650 tegakanha dan kerapatan untuk kategori anakan tergolong menonjol yaitu bisa mencapai 0,7825 tegakanm 2 atau sekitar 7.825 tegakanha. Ini berarti ekosistem mangrove pada P. Enu tergolong sangat baik dan masih asli kondisinya dan layak untuk ditetapkan sebagai zona inti. Sama halnya dengan P. Enu, ekosistem mamgrove di P. Karang penyebarannya berada pada tengah pulau. Komunitas mangrove pada daerah ini terutama pada zona-zona awal dijumpai jenis mangrove dari famili Rhizophoraceae yang tumbuh dan berkembang dengan baik pada substrat berlumpur. Luas daerah mangrove pada pulau adalah 2,10 km 2 atau 63,44 dari luas total pulau. Jumlah spesies mangrove teridentifikasi sebanyak 9 spesies. Kerapatan total vegetasi mangrove dari 9 spesies mangrove pada P. Karang adalah sebesar 1,09 tegakanm 2 dimana kerapatan untuk katagori pohon 0,097 tegakanm 2 atau 970 tegakanha, sapihan 0,3495 tegakanm 2 atau 3495 tegakanha dan kerapatan untuk katagori anakan adalah 0,7462 tegakanm 2 atau sekitar 7462 tegakanha. Berdasarkan hasil analisis kawasan berdasarkan kriteria penilaian, maka ekosistem mangrove di kedua pulau ini ditetapkan sebagai kawasan lindung dengan nilai yang sangat tinggi melampaui ekosistem lamun di ke-lima pulau lainnya. Dengan memperhatikan kriteria ekologi, sosial maupun tata kelola serta mempertimbangkan zona yang telah ada dimasyarakat, maka kawasan ekosistem mangrove di kedua pulau ini layak ditetapkan sebagai zona inti, dan tidak diperkenankan untuk melakukan aktivitas pemanfaatan pada zona dimaksud kecuali kegiatan pendidikan dan penelitian tanpa mengambil sampel atau contoh. Dengan demikian maka zona ekosistem lindung mangrobe pada ke dua pulau dirubah pengkodeannya menjadi Zona Inti Mangrove ZIM. Selanjutnya akan diformulasikan dalam tabel pernyataan maksud pengelolaan zona inti ekosistem mangrove di kawasan konservasi Aru Tenggara Tabel 56. Tabel 56 Pernyataan maksud pengelolaan zona inti ekosistem mangrove pada kawasan konservasi Aru Tenggara ZONA INTI KAWASAN KONSERVASI ARU TENGGARA Posisi Geografis Lon X Lat Y KATEGORI KAWASAN LINDUNG KERAMAT MANGROVE ARAHAN PEMANFAATAN RUANG Nama Zona Nama Sub Zona ZONA INTI MANGROVE GOABEL MANGROVE ZIM Mangrove P. Enu ZIM-01 134° 30 27.88 E 7° 4 40.77 S Mangrove P.Karang ZIM- 02 134° 40 47.34 E 7° 0 59.43 S Luas Total Sub Zona Mangrove P. Enu = 10,0 Km 2 Mangrove P. Karang = 2,1 Km 2 Total = 12,11 Km 2 Nilai-Nilai Utama Sub Zona 1. Habitat utama berbagai jenis hewan laut maupun darat primate, reptile dan burung 2. Habitat beberapa jenis hewan yang dilindungi, seperti: Burung cendrawasi, Buaya, Rusa kaki pendek 3. Merupakan tempat berbiaknya berbagai jenis satwa liar dan tempat singgah serta berlindung jenis-jenis burung migran 4. Habitat kepiting bakau Scylla seratta yang bernilai ekonomis 5. Pelindung pantai Kegiatan yang dapat dilaksanakan dalam zona inti 1. Kegiatan pelestarian sumberdaya dan ekosistem 2. Pendidikan 3. Penelitian 4. Upacara adat Prioritas utama untuk Pembangunan 5 tahun kedepan 1. Prioritas Tingi: a Penegakan aturan tentang pengelolaan hutan mangrove secara berkelanjutan b Perlindungan hutan mangrove terhadap ancaman penebangan untuk permukiman dan bahan bangunan 2. Prioritas Sedang: a. Rehabililitasi hutan mangrove yang rusak 3. Prioritas Rendah: a. Pengembangan ekowisata hutan mangrove sebagai sumber mata pencaharian masyarakat lokal yang memiliki tingkat pendapatan rendah Isu-isu perencanaan strategis 5 tahun kedepan 1. Penetapan legalitas kawasan dan sistem zonasi Zona Inti 2. Sosialisasi Fungsi dan Manfaat mangrove 3. Pembuatan papan larangan pengambilan pohon mangrove serta kegiatan pemanfaatan lainnya pada zona inti mangrove Kebutuhan Pengendalian Ruang 1. Kebutuhan non fisik dalam pengendalian ruang : a. Penyusunan dan penetapan aturan pada zona inti hutan mangrove b. Sosialisasi peran dan fungsi mangrove dalam zona inti c. Pengaktifan lembaga-lembaga adat pada tingkat desa dalam pengendalian ekosistem mangrove pada zona inti d. Pelatihan pengelolaan kawasan mangrove yang lestari 2. Kebutuhan fisik dalam pengendalian ruang : a. Pembuatan papan himbauan pelestarian mangrove b. Pengembangan kegiatan ekonomi produktif untuk mendukung kegiatan pengendalian di zona inti. 3 Zona inti ekosistem lamun Lamun bagi masyarakat aru dikenal secara umum dengan nama Pama, r uang atau habitat dari pama disebut Sebam yaitu kawasan laut dangkal yang kering pada saat surut terendah dan merupakan habitat bagi sumberdaya lamun seagrass dengan bustrat dasar pasir dan pasir berlumpur. Kedalam rata-rata pada kawasan ini berkisar antara 3-7 meter dan merupakan kawasan pembatas atau pemisah antara daerah Jeruun dengan kawasan Goluun kawasan dengan habitat karang. Daerah kaya akan sumberdaya ikan, teripang dan moluska baik bivalvia maupun gastropoda, disamping ikan duyung Dugong dugong dan penyu hijau yang menjadikan tampat ini untuk mencari makan. Pada kawasan ini jarang aktivitas kaum perempuan dan anak-anak dilaksanakan disini, karena profil kawasan seperti gunung dan lembah di bawah laut serta pusaran arus mengikuti profil dasar tersebut yang sangat kuat sehingga sulit dijamah oleh kelompok tersebut. Kawasan ini umumnya merupakan tempat aktivitas masyarakat laki-laki dewasa baik kegiatan mencari kerang Anadara sp, Teripang pasirgosok Haloturia scarba, ikan maupun kegiatan budidaya yakni budidaya teripang dan rumput laut. Kebanyakan kawasan ini dilaksanakan kegiatan sasi teripang, dan pada saat panen, ada sistem lelang atau kontrak petuanan kepada kelompok atau pengusaha untuk mengusahakan teripang pada kawasan tersebut, sedangkan uang hasil pelelangan akan diberikan kepada pemerintah desa, tokoh agama dan tokoh masyarakat untuk pembangunan desa maupun tempat-tempat peribadatan. Untuk Pulau Enu dan Pulau Karang, kegiatan kontrak petuanan tidak dapat dilakukan mengingat status kepemilikan pulau dimana semua masyarakat asli Kepulauan Aru menyatakan memiliki hak atas ke-dua pulau ini. Hal itu juga diakui oleh seluruh masyarakat di kawasan, sehingga tidak ada marga mata rumah yang mengklaim kepemilikan atas kedua pulau dimaksud. Itulah sebabnya masyarakat kawasan jarang melakukan aktivitas pemanfaatan baik budidaya atau kontrak petuanan terhadap kedua pulau dimaksud. Luas ekosistem lamun di Pulau Enu tergolong kecil jika dibandingkan dengan penyebaran ekosistem ini pada beberapa pulau di kawasan konservasi Aru Tenggara, dimana luas ekosistem lamun pada pulau Enu sebesar 0,86 km 2 . Kekayaan jenis lamun tergolong tinggi karena mencapai 75 dari total 12 jenis lamun yang terdapat di kawasan perairan Aru Tenggara. Perairan pesisir P. Enu memiliki 9 jenis dari 12 jenis lamun yang tercatat di kawasan Kepulauan Aru Tenggara. Kesembilan jenis lamun itu tergolong dalam 6 genera dan 2 famili. Berdasarkan Lampiran Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup, No.2002004 tentang kondisi kesehatan lamun, maka kondisi lamun pada perairan Pulau Enu masuk pada kategori Baik dengan kondisi kayasehat dengan nilai total porsen tutupan Ekosistem lamun sebesar 68,15 dengan nilai tutupan terendah 10 dan tertinggi 90. Ekosistem lamun menempati areal yang cukup luas di lingkungan perairan Pulau Karang dengan luas total sebesar 2,80 km 2 dan memiliki penyebaran hampir mengelilingi seluruh Pulau ini. Ditemukan sebanyak 11 jenis lamun pada stasiun pengamatan di Pulau Karang, jenis Thalassodendrom ciliatum memiliki kerapatan tertinggi yakni sebesar 10,21 indm 2 dengan frekwensi kehadiran sebesar 13,75 pada setiap kuadran pengamatan dan kerapatan terendah diwakili oleh spesies Halophila spinulosa yakni sebesar 1,97 indm 2 . Nilai porsen tutupan lamun di Pulau Karang berkisar antara 30-100, dan satu-satunya pulau yang dapat mencapai hasil tutupan tertinggi 100 hanya di ekosistem lamun P. Karang berdasarkan hasil tracking sumberdaya dengan menggunakan Biosonic. Berdasarkan Lampiran Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup, No.2002004 tentang kondisi kesehatan lamun, maka kondisi lamun pada perairan Pulau Karang masuk pada kategori Baik dengan kondisi kayasehat dengan nilai porsen tutupan Ekosistem lamun sebesar 67,62. Dengan demikian sangat penting saat ini untuk menetapkan kawasan ekosistem lamun pada Pulau Enu dan Pulau Karang sebagai Zona Inti, dan tidak diperkenankan bagi setiap orang untuk melaksanakan atau memanfaatkan sumberdaya pada ekosistem ini terkecuali kegiatan yang bersifat pendidikan dan penelitian bagi pengembangan kawasan, tanpa mengambi atau mengoleksi sampel atau contoh spesimen tertentu Tabel 57. Tabel 57 Pernyataan maksud pengelolaan zona inti ekosistem lamun di kawasan konservasi Aru Tenggara ZONA INTI KAWASAN KONSERVASI ARU TENGGARA Posisi Geografis Lon X Lat Y KATEGORI KAWASAN LINDUNG KERAMAT LAMUN ARAHAN PEMANFAATAN RUANG Nama Zona Nama Sub Zona ZONA INTI LAMUN SEBAM LAMUN ZIL Lamun P. Enu ZIL-01 134° 30 32.01 E 7° 04 1.87 S Lamun P.Karang ZIL-02 134° 40 43.13 E 7° 0 14.09 S Luas Total Sub Zona Lamun P. Enu = 0,86 Km 2 lamun P. Karang = 2,80 Km 2 Total = 3,66 Km 2 Nilai-Nilai Utama Sub Zona 1. Habitat utama berbagai jenis hewan laut speperti ikan, moluska, ekinodermata, dll 2. Habitat beberapa jenis hewan yang dilindungi, seperti: penyu, dugong, kima, lola, turbo 3. Pelindung pantai Kegiatan yang dapat dilaksanakan dalam zona inti 1. Kegiatan pelestarian sumberdaya dan ekosistem 2. Pendidikan 3. Penelitian 4. Upacara adat Prioritas utama untuk Pembangunan 5 tahun kedepan 1. Prioritas Tingi: a. Penegakan aturan tentang pengelolaan ekosistem lamun secara berkelanjutan b. Perlindungan sumberdaya maupun ekosistem lamun terhadap ancaman pengrusakan dan penangkapan 2. Prioritas Sedang: a. Pengembangan Penelitian dan pendidikan pada ekosistem lamun 3. Prioritas Rendah: a. Pengembangan kawasan perikanan berkelanjutan bagi masyarakat agar tidak menimbulkan tekanan bagi kawasan zona inti. Isu-isu perencanaan strategis 5 tahun kedepan 1. Penetapan legalitas kawasan dan sistem zonasi Zona Inti 2. Sosialisasi Fungsi dan Manfaat lamun 3. Pembuatan papan larangan pengambilan pengambilan penyu, dugong dan hewan yang dilindungi lainnya yang ada pada ekosistem lamun 4. Pengambilan pasir pada ekosistem lamun Kebutuhan Pengendalian Ruang 1. Kebutuhan non fisik dalam pengendalian ruang : a. Penyusunan dan penetapan aturan pada zona inti ekosistem lamun b. Sosialisasi peran dan fungsi ekosistem lamun dalam zona inti c. Pengaktifan lembaga-lembaga adat pada tingkat desa dalam pengendalian ekosistem lamun pada zona inti d. Pelatihan pengelolaan ekosistem lamun yang lestari 2. Kebutuhan fisik dalam pengendalian ruang : c. Pembuatan papan himbauan pelestarian ekosistem lamun d. Pengembangan kegiatan ekonomi produktif untuk mendukung kegiatan pengendalian di zona inti. 4 Zona inti ekosistem terumbu karang Ekosistem terumbu karang adalah kawasan yang sangat banyak aktivitas nelayan dalam kegiatan menangkap teripang nenas, ikan, udang, kerang atau siput yang bernilai ekonomis serta kerang mutiara. Kawasan ekosistem terumbu karang menurut pembagian ruang dibagi atas 2 zona yakni zona Goluun dan Waremaluun. Zona Goluun adalah daerah pasang surut dengan substrat dasar pasir berkombinasi patahan karang dengan habitat utamanya adalah karang. umumnya terdapat bentangan-bentangan panjang terumbu karang yang sangat kaya dengan berbagai jenis ikan hias dan ikan dasar demersal, sehingga merupakan kawasan tradisional untuk memancing menggunakan penggalah huhate atau dengan memasang perangkap bubu kecil dari bambu. Kedalamannya rata-rata 6-10 meter, sementara lebar bentangannya tidak tetap bergantung pada kontur dasar laut setempat, tetapi umumnya rata-rata 500-5000 meter dari garis batas daratan. Waremaluun adalah kawasan laut yang kedalamannya antara 10-15 meter, sementara lebar bentangannya berkisar antara 100-500 meter. Kecuali dalam hal kedalamannya, kawasan ini sebenarnya tidak banyak berbeda atau hampir sama saja dengan kawasan Goluun, tetapi terumbu karang yang terdapat di kawasan ini lebih banyak ragam jenisnya, lebih kaya warnanya, lebih besar ukurannya dan berkelompok dalam jumlah koloni yang lebih luas. Pada kawasan ini, sudah diperbolehkan untuk menggunakan alat tangkap besar untuk menangkap berbagai jenis ikan pelagis berukuran kecil sampai sedang seperti lalosi Caesionidae, bubara Jacks. Carangidae dan sebagainya. Dalam praktek pemanfaatan sumberdaya di dua kawasan ini terkadang dilakukan dengan cara destruktif, sebagai contoh pengambilan batu karang untuk pembangunan rumah atau sarana dan prasarana lainnya. Dengan demikian diyakini sungguh bahwa jika praktek-praktek seperti ini tetap dibiarkan oleh pemerintah maupun masyarakat, maka lambat laun akan sangat mengganggu keberadaan ekosistem pulau maupun sumberdaya yang ada di dalamnya. Pulau Enu memiliki luas areal terumbu karang sebesar 3,41 km 2 , dengan memiliki komponen biotik mendominasi substrat dasar dari terumbu karang Pulau Enu dibanding komponen abiotiknya. Fakta ini menunjukkan bahwa terumbu karang dari pulau kecil perbatasan ini masih baik dengan variasi dan dominansi komponen biotik yang terdapat pada areal terumbunya. Bila diamati secara terpisah, maka untuk komponen biotik, ternyata karang batu memiliki persen tutupan substrat dasar lebih tinggi dari biota laut lain moluska, ekhinodermata, algae, spons dan lain-lain. Ikan karang yang menempati areal terumbu P. Enu mencapai 68 spesies yang tergolong dalam 40 genera dan 19 famili. Kekayaan spesies ikan karang ini tergolong relatif rendah dengan dimensi areal terumbu P. Enu yang cukup luas dibanding areal terumbu lainnya dalam kawasan Konservasi laut Aru Tenggara. Famili ikan karang dengan variasi jenis yang tinggi di perairan karang P. Enu adalah Pomacentridae 16 jenis, Chaetodontidae 9 jenis, Lutjanidae 5 jenis dan Labridae 5 jenis. Luas terumbu terumbu karang pada perairan pesisir P. Karang mencapai 1,66 km2. Areal terumbu karang pada bagian barat hingga barat daya tergolong lebar dibanding bagian utara dan timur dari P. karang. Secara umum, komponen biotik mendominasi substrat dasar dari terumbu karang P. Karang dibanding komponen abiotiknya. Fakta ini menunjukkan terumbu karang pada pulau kecil perbatasan ini masih baik dengan variasi dan dominansi komponen biotik yang terdapat pada areal terumbunya. Ikan karang yang menempati areal terumbu P. Karang mencapai 77 spesies yang tergolong dalam 47 genera dan 22 famili. Kekayaan spesies ikan karang ini tergolong sangat tinggi dengan dimensi areal terumbu P. Karang yang tidak terlalu luas. Mengingat kebaradaan ekosistem ini dengan kekayan jenis sumberdaya yang ada di dalamnya maka sudah seharusnya menjadi kawasan yang penting untuk dilindungi. Seluruh ekisistem terumbu karan berdasarkan kriteria zonasi masuk dalam kategori dilindungi, namun secara khusus untuk P. Enu dan P. Karang ditetapkan sebagai zona inti Tabel 58. Tabel 58 Pernyataan maksud pengelolaan zona inti ekosistem terumbu karang di kawasan konservasi Aru Tenggara ZONA INTI KAWASAN KONSERVASI ARU TENGGARA Posisi Geografis Lon X Lat Y KATEGORI KAWASAN LINDUNG ATAU KERAMAT ARAHAN PEMANFAATAN RUANG Nama Zona Nama Sub Zona ZONA INTI GOLUUNWAREMALU UN

T. KARANG ZITK

T.Karang P. Enu ZITK-01 134° 30 17.14 E 7° 4 59.17 S T.Karang P.Karang ZITK-02 134° 40 26.27 E 7° 1 04.71 S Luas Total Sub Zona Terumbu Karang P. Enu = 3,41 Km 2 Terumbu Karang P. Karang = 4,94 Km 2 Total = 8,35 Km 2 Nilai-Nilai Utama Sub Zona 1. Sumberdaya karang batu 2. Sumberdaya perikanan ikan karang, lobster dan teripang 3. Satwabiota dilindungi Penyu Sisik dan Kimah 4. Keanekaragaman hayati laut Kegiatan yang dapat dilaksanakan dalam zona inti 1. Kegiatan pelestarian sumberdaya dan ekosistem 2. Pendidikan 3. Penelitian 4. Upacara adat Prioritas utama untuk Pembangunan 5 tahun kedepan 1. Prioritas Tinggi: a. Penegakan aturan dan hukum yang tegas berkaitan pemanfaatan terumbu karang. b. Peningkatan pemahaman dan kesadaran masyarakat mengenai manfaat dan fungsi. 2. Prioritas Sedang: a. Konservasi terumbu karang dengan kondisi baik 3. Prioritas Rendah: a. Pengembangan kawasan perikanan berkelanjutan bagi masyarakat agar tidak menimbulkan tekanan bagi kawasan zona inti. Isu-isu perencanaan strategis 5 tahun kedepan 1. Mengevaluasi efektivitas penerapan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan kebijakan konservasi dan pemanfaatan sumberdaya terumbu karang; 2. Pengembalian nilai, fungsi dan manfaat terumbu karang kategori rusak akibat pemanfaatan terumbu karang. 3. Penguatan kapasitas masyarakat dalam pengendalian dan pengawasan pemanfaatan terumbu karang Kebutuhan Pengendalian Ruang 1. Sosialisasi zonasub zona konservasi terumbu karang yang ditetapkan masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya. 2. Pemasangan papan larangan pemanfaatan terumbu karang seperti tertera dalam pasal 35 UU No. 27 tahun 2007 pada zonasub zona konservasi terumbu katang. 3. Monitoring dan evaluasi zonasub zona peruntukan konservasi dan rehabilitasi terumbu karang. 4. Membentuk kelompok pengeloaan danatau konservasi terumbu karang berbasis masyarakat dengan melibatkan pemangku kepentingan. 5. Pemberdayaan masyarakat pemanfaat terumbu karang dan sumberdaya perikanan terumbu karang 6. Pembangunan dan pengembangan sarana prasarana pengawasan dan pengemdalian pengelolaan dan konservasi terumbu karanng 5 Zona inti ekosistem perairan terbuka Pemanfaatan sumberdaya pelagis besar maupun ikan demersal berukuran besar seperti ikan hiu biasanya dilakukan pada dua zona menurut pembagian ruang yang mereka praktekan selama ini. Zona atau ruang yang dimaksudkan adalah zona Koluun dan zona Jijiabel. Zona Koluun adalah kawasan laut yang kedalamannya bisa mencapai 15-20 meter, sementara lebar bentangannya bisa mencapai 5.000 meter dari garis batas daratan. Kawasan inilah yang secara tradisional merupakan daerah tangkap fishing ground ikan-ikan besar bernilai ekonomis tinggi seperti ikan tengiri Scomberomorus commerson. Cakalang katsuwonus pelamis, walu-walu Barracuda. Sphyraenidae, berbagai jenis ikan hiu, dan sebagainya, sehingga diperkenankan menggunakan alat-alat tangkap berukuran besar seperti jaring atau pancing tonda. Sedangkan zona Jijiabel adalah kawasan laut dengan kedalaman antara 20-30 meter. sementara lebar bentangan- nya, bisa mencapai 5.000 meter dari garis batas daratan. Kawasan ini merupakan tempat menyelamnya nelayan untuk mencari siput, teripang dan sumberdaya ikan dasar. Perairan kawasan konservasi Aru Tenggara berdasarkan peta batimetri ditemukan kisaran kedalaman antara 0-22 meter, dengan demikian kisaran yang zona Koluun maupun Jijiabel termasuk dalam kawasan konservasi ini. Kisaran kedalaman antara 15-20 meter persebarannya pada daerah bagian tengah kawasan konservasi sedangkan kedalaman di atas 20 meter ditemukan pada bagian selatan dan Barat Pulau Enu. Mengingat kawasan ini merupakan kawasan potensial penangkapan, maka paling tidak upaya untuk memberikan ruang bagi masyarakat untuk memanfaatkan sumberdaya yang cukup tersedia. Olehnya pada kawasan yang diproteksi sebagai zona inti yakni 2 mil dari batas pulau merupakan zona yang dirasa cukup untuk memberikan batasan bagi aktivitas pemanfaatan di dalam zona, karena ditakutkan jika dibiarkan, maka kegiatan penangkapan akan berlangsung pada ekosistem lamun dan terumbu karang di zona inti Tabel 59. Tabel 59 Pernyataan Maksud Pengelolaan Zona Inti Ekosistem Perairan Terbuka di Kawasan Konservasi Aru Tenggara ZONA INTI KAWASAN KONSERVASI ARU TENGGARA Posisi Geografis Lon X Lat Y KATEGORI KAWASAN LINDUNG ATAU KERAMAT ARAHAN PEMANFAATAN RUANG Nama Zona Nama Sub Zona ZONA INTI KOLUUNWJIJIABEL PerairanTerbuka ZIPT P.Terbuka P. Enu ZIPT-01 134° 30 15.11 E 7° 4 50.96 S P.Terbuka P.Karang ZIPT-02 134° 40 44.36 E 7° 0 54.68 S Luas Total Sub Zona Perairan Terbuka P. Enu = 108,589 Km 2 Perairan Terbuka P. Karang = 59,0 Km 2 Total = 167, 59 Km 2 Nilai-Nilai Utama Sub Zona 1. Alur migrasi Penyu 2. Sumberdaya perikanan ikan karang, lobster dan teripang 3. Satwabiota dilindungi Penyu Sisik dan Kimah 4. Keanekaragaman hayati laut Kegiatan yang dapat dilaksanakan dalam zona inti 1. Kegiatan pelestarian sumberdaya dan ekosistem 2. Pendidikan 3. Penelitian 4. Upacara adat Prioritas utama untuk Pembangunan 5 tahun kedepan 1. Prioritas Tinggi: a. Penegakan aturan dan hukum yang tegas berkaitan penangkapan di zona inti maupun kawasan konservasi oleh kapal-kapal trawl, dan kapal-kapal ilegal lainnya. b. Pelarangan penangkapan dengan jaring insang dasar oleh masyarakat untuk tujuan penangkapan penyu c. Peningkatan pemahaman dan kesadaran masyarakat mengenai manfaat dan fungsi.zona inti 2. Prioritas Sedang: a. Konservasi kawasan zona inti 3. Prioritas Rendah: a. Pengembangan kawasan perikanan berkelanjutan bagi masyarakat agar tidak menimbulkan tekanan bagi kawasan zona inti. Isu-isu perencanaan strategis 5 tahun kedepan 1. Mengevaluasi efektivitas penerapan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan kebijakan konservasi dan pemanfaatan sumberdaya yang dilindungi; 2. Penguatan kapasitas masyarakat dalam pengendalian dan pengawasan pemanfaatan terumbu karang Kebutuhan Pengendalian Ruang 1. Sosialisasi zonasub zona zona inti kepada masyarakat. 2. Monitoring dan evaluasi zonasub zona peruntukan konservasi dan rehabilitasi terumbu karang. 3. Membentuk kelompok pengeloaan danatau konservasi terumbu karang berbasis masyarakat dengan melibatkan pemangku kepentingan. 4. Pemberdayaan masyarakat 5. Pembangunan dan pengembangan sarana prasarana pengawasan dan pengemdalian kawasan zona inti 2 Zona perikanan berkelanjutan Zona perikanan berkelanjutan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor per.30Men2010 Tentang Rencana Pengelolaan dan Zonasi Kawasan Konservasi Perairan Pasal 14 menyatakan bahwa kawasan ini diperuntukan bagi a Perlindungan habitat dan populasi ikan; b Penangkapan ikan dengan alat dan cara yang ramah lingkungan; c Budidaya ramah lingkungan; d Pariwisata dan rekreasi; e Penelitian dan pengembangan; dan f Pendidikan. Berdasarkan hasil analisis zonasi berbasis ekosistem dengan pendekatan kriteria ekologi, sosekbud dan tata kelola kebijakan maka kawasan yang cocok dikembangkan dan atau ditetapkan sebagai zona perikanan berkelanjutan adalah pada kawasan ekosistem lamun dan kawasan ekosistem perairan terbuka. Dua kawasan ekosistem ini cocok untuk dikembangkan bagi kegiatan perikanan tangkap dan perikanan budidaya Gambar 83. Masyarakat di kawasan konservasi Aru Tenggara dominan adalah nelayan. Diilhami dengan sumberdaya perikanan yang luar biasa besarnya, maka upaya awal yang dilakukan adalah menangkap sehingga tidak heran jika nelayan penangkap di kawasan ini lebih banyak dari nelayan pembudidaya. Budidaya ikan, teripang dan rumput laut baru berkembang di kawasan sekitar 10 tahun yang lalu, dimulai dengan kegiatan memelihara teripang dalam kurungan tancap, sedangkan pemeliharaan ikan kerapu dan budidaya rumput laut baru dimulai sejak pemerintah menggalakan program budidaya rumput laut dan ikan kerapu. Budidaya ikan kerapu yang mereka lakukan hanya sebatas pembesaran, yakni dengan menangkap dan memeliharanya dala keramba jaring apung. Sedangkan kegiatan budiadaya rumput laut semakin gencar dilakukan oleh masyarakat mengingat usaha ini sangat mudah untuk dilakukan, tidak memerlukan energi yang besar namun memeliki harga yang relatif baik untuk mendukung ekonomi rumahtangga mereka. Sistem budidaya yang dilakukan di kawasan adalah dengan cara menebarkan bibit di dasar perairan dan sebagian lagi menggunakan metode long line . Gamba r 83 Pe ta z on a p er ik an an b er k elan jutan d i k awasan k on se rvasi Ar u T en ggar a Mengingat kepentingan masyarakat serta pertimbangan kelestarian sumberdaya kawasan, maka telah ditetapkan zona perikanan berkelanjutan yang mencakup zona perikanan budidaya dengan sub-zona budidaya teripang, budidaya rumput laut dan budidaya ikan kerapu dan baronang sistem KJA yang kesemuanya diarahkan pada kawasan ekosistem lamun. Sedangkan untuk perikanan berkelanjutan dengan zona perikanan tangkap yang dibagi dalam dua sub-zona yakni zona perikanan tangkap ikan pelagis dan sub-zona perikanan tangkap ikan demersal. Wilayah yang menjadi arahan pengembangan perikanan tangkap ini adalah kawasan ekosistem perairan terbuka. Dengan demikian maka kegiatan perikanan budidaya lebih banyak diarahkan pada zona tradsional masyarakat yang dikenal dengan Sebam, sedangkan kegiatan perikana tangkap lebih diarahkan kepada zona tradisional masyarakat yang dikenal dengan zona Koluun dan zona Jijiabel. Untuk mengendalikan kegiatan pemanfaatan yang destruktif, maka akan ditetapkan kegiatan yang dapat dilakukan dalam zona dan sub-zona ke tabel pernyataan maksud pengelolaan dengan berlandaskan pada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor per.30Men2010 Tentang Rencana Pengelolaan dan Zonasi Kawasan Konservasi Perairan. 1 Sub-zona perikanan budidaya a Budidaya rumput laut Rumput laut sebagai salah satu komoditi budidaya yang memiliki prospek yang sangat baik untuk dikembangkan. Komoditi rumput laut ini merupakan komoditi yang diperdagangkan, baik untuk pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri. pangsa pasar rumput laut di luar negeri adalah Hongkong, Perancis, Inggris, Canada, Amerika Serikat, Jepang, serta negara-negara industri maju lainnya. Terciptanya pasar ekspor ini belum sepenuhnya dimanfaatkan oleh petani maupun para pengusaha rumput laut di negara kita, baik berkaitan dengan kualitas, kuantitas, serta harga jual yang dapat bersaing di pasar internasional. Seiring dengan kebutuhan rumput laut yang semakin meningkat, baik untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun luar negeri, sekaligus memperbesar devisa negara dari sektor non migas, maka cara terbaik untuk tidak selalu menggantungkan persediaan dari alam adalah dengan budidaya rumput laut. Secara umum, budidaya rumput laut di perairan pantai laut amat cocok diterapkan pada daerah yang memiliki lahan tanah sempit serta berpenduduk padat, sehingga diharapkan menjadi salah satu alternatif terbaik untuk membantu mengatasi kurangnya lapangan kerja. Istilah rumput laut yang dikenal masyarakat umum pada hakekatnya adalah makro alga yang tubuhnya berupa thallus, sehingga digolongkan ke dalam Thallophyta. Dalam bahasa Inggris dikenal seaweeds gulma laut. Berbeda dengan seagrass, yang lebih dikenal dengan lamun. Sejak zaman dahulu, organisme ini telah banyak dimanfaatkan untuk bahan kue agar-agar. Di masa sekarang banyak ditemukan bahan kimia yang berguna untuk industri, obat-obatan dan kosmetika dari jenis-jenis rumput laut tersebut. Sehingga kebutuhan akan komoditas ini semakin meningkat seiring dengan peningkatan industri. Ciri lokasi yang cocok untuk budidaya rumput laut antara lain substrat berpasir atau karang, jauh dari muara sungai, ada gerakan air yang tidak terlalu kuat. Kawasan ini adalah daerah intertidal dan subtidal. Dengan teknik sederhana yang menyediakan patok kayu dan tali, produksi dapat mencapai 2,5 ton kering per Ha dalam waktu 45 hari Departemen Kelautan dan Perikanan, 2001. Salah satu sumberdaya hayati laut Indonesia yang cukup potensial adalah rumput laut atau dikenal dengan sebutan lain ganggang laut, seaweed atau agar. Salah satu dari jenis rumput laut yang sudah dibudidayakan secara intensif adalah Eucheuma sp. di wilayah perairan pantai. Pengelolaan sub zona budidaya rumput laut di kawasan dilakukan berdasarkan mekanisme pengelolaan kawasan budidaya sesuai dengan kebijakan yang berlaku yaitu dengan mempertimbangkan aspek- aspek teknis, aspek sosial dan aspek keungan. Selain itu pengelolaan sub zona budidaya rumput laut dapat dilaksakan melalui pendayagunaan mekanisme intensif dan disintensif terhadap pengembangan sub zona dengan tujuan untuk mengoptimalkan fungsi ruang, serta membatasi pemanfaatan ruang yang berlebihan. Pernyatan maksud pengelolaan sub zona budidaya rumput laut dapat dilihat pada Tabel 60. Tabel 60 Pernyataan maksud pengelolaan zona perikanan berke- lanjutan, sub zona perikanan budidaya rumput laut ZONA PERIKANAN BERKELANJUTAN KAWASAN KONSERVASI ARU TENGGARA Posisi Geografis Lon X Lat Y KATEGORI KAWASAN BUDIDAYA ARAHAN PEMANFAATAN RUANG Zona Sub Zona PERIKANAN BERKELANJUTAN SEBAM Rumput Laut PbRL 134° 42 56.67 E 6° 51 50.35 S Luas Total Sub Zona 13,59 Km 2 Nilai-Nilai Utama Sub Zona  Potensi utama adalah memiliki kawasan yang cukup tenang, terlindung dari pengaruh musim Timur maupun Barat untuk dikembangkan sebagai lokasi budidaya rumput Laut.  Memiliki perairan yang jernih dengan kondisi kualitas air yang masih alamiah dan belum ada kegiatan-kegiatan industri besar yang dapat mencemarkan perairan.  Kondisi kesuburan perairan cukup tinggi, hal ini baik sebagai lokasi budidaya rumput laut. Tingginya kesuburan perairan di kawasan ini banyak disumbangkan oleh ekosistem khas daerah tropis yaitu mangrove dan lamun.  Dasar perairan merupakan campuran pasir dan patahan karang dan banyak ditumbuhi lamun atau seagrass. Ini yang menyebabkan tingkat kecerahan perairannya tinggi dan sangat baik untuk budidaya rumput laut. Kegiatan yang dapat dilaksanakan dalam zona perikanan budidaya  Perlindungan habitat dan populasi ikan;  Penangkapan ikan dengan alat dan cara yang ramah lingkungan;  Budidaya ramah lingkungan;  Pariwisata dan rekreasi;  Penelitian dan pengembangan; serta  Pendidikan. Prioritas utama untuk Pembangunan 5 tahun kedepan Prioritas utama untuk pembangunan 5 tahun ke depan di kawasan konservasi Aru Tenggara khusus untuk peningkatan dan pengembangan zona perikanan berkelanjutan sub-zona perikanan budidaya rumput laut adalah sebagai berikut:  Prioritas tertinggi adalah pembangunan infrastruktur mulai dari penanganan hasil panen hingga tahap produksi dan pemasaran.  Penguatan SDM kawasan yang menguasai IPTEK budidaya rumput laut yang tepat dan benar sebagai prioritas utama.  Pengembangan metode rakit apung floatingraft method dan metode lepas dasaroff bottom method, sebagai prioritas sedang.  Penciptaan metode baru untuk memproduksi budidaya rumput laut di perairan yang lebih dalam, sebagai prioritas rendah. Isu-isu perencanaan strategis 5 tahun kedepan  Prioritas-prioritas utama yang diusulkan di atas dilakukan berdasarkan pertimbangan letak geografis kawasan. Jarak yang relatif cukup jauh dari pusat kota Kabupaten menjadi salah satu alasan perlu dibangunnya insfrastruktur bagi pengembangan perikanan budidaya rumput laut yang lebih bermutu di sub zona yang bersangkutan.  Pembangunan akses pasar dari sub zona ke kota Kabupaten dan ke kota Provinsi maupun ke ibu kota Negara guna memperluas akses pasar produk bahan olahan.  Membangun kemitraan dengan para investor dalam negeri dan luar negeri guna memperluas pemasaran produk olahan dari rumput laut tersebut. Kebutuhan Pengendalian Ruang  Pengawasan pola pemanfaatan ruang Pengetatan aturanregulasi tentang pemanfaatan ruang laut untuk kegiatan – kegiatan budidaya lain, pemukiman, dan aktivitas lain pada lahan atas yang dapat memberikan dampak pada perairan pesisir  Peningkatan kapasitas SDM Budidaya rumput laut b Perikanan budidaya teripang Teripang telah lama menjadi komoditas yang diperdagangkan. Nelayan tradisional banyak menangkap teripang ini di berbagai perairan. Karena penangkapannya cukup intensif, dan tingkat pertumbuhan yang lambat, populasi teripang di beberapa daerah di Indonesia mulai menurun. Organisme ini memiliki prospek yang baik untuk dibudidayakan karena nilai ekonomi maupun metode pemeliharaannya. Teripang adalah hewan yang bergerak lambat, hidup pada dasar substrat pasir, lumpur perairan maupun dalam lingkungan terumbu. Teripang merupakan komponen penting dalam rantai makanan di terumbu karang dan ekosistem asosiasinya pada berbagai tingkat struktur pakan trophic levels. Teripang berperan penting sebagai pemakan deposit deposit feeder dan pemakan suspensi suspensi feeder. Di wilayah Indo-Pasifik, pada daerah terumbu yang tidak mengalami tekanan eksploitasi, kepadatan teripang bisa lebih dari 35 ekor per m 2 , dimana setiap individunya bisa memproses 80 gram berat kering sedimen setiap harinya. Beberapa spesies teripang yang mempunyai nilai ekonomis penting diantaranya: teripang putih Holothuria scabra, teripang koro Microthele nobelis , teripang pandan Theenota ananas, teripang dongnga Stichopus sp. dan beberapa jenis teripang lainnya. Binatang ini kurang bergerak sehingga sebagian besar energinya tersimpan untuk pertumbuhan. Pemilihan lokasi budidaya teripang yaitu lokasi terlindung dari arus, gelombang dan angin besar, kedalaman air 0,5 –1 meter, dasar perairan landai dan berpasir, ditumbuhi tanaman laut, perairan jernih , kualitas air suhu 24– 30 C, 28–32 ppt, pH 6,5–8.5, serta adanya ketersediaan benih. Teripang dipelihara dalam kurungan pagar dengan konstruksi yang terdiri dari patok kayu, jaring dan papan, luasnya sekitar 20x20 –40x20 meter persegi. Benih dapat diperoleh secara alami. Makanannya berupa hancuran tanaman laut dan dipelihara sekitar 5 –6 bulan. Ukuran panen adalah 500 –700 gram basah. Di Kabupaten Kepulauan Aru ditemukan tiga genus teripang yang memiliki nilai ekonomis penting yaitu: Holothuria, Muelleria, dan Stichopus. Ketiga genus tersebut, jenis yang banyak dieksploitasi dan bernilai ekonomis adalah: H. scabra, H. edulis, H. argus, H. marmorata, H. vacabunda, M. lecanora, S. ananas, S. chloromatus, dan S. variegatus. Dari semua jenis teripang yang bernilai ekonomis ini, jenis yang berprospek untuk dibudidayakan adalah H. scabra atau lebih dikenal dengan nama teripang pasir atau teripang putih atau teripang pasir teripang susu. Teripang putih ini banyak ditemukan di perairan jernih dengan dasar berpasir, hancuran batu karang dan di sekitar terumbu karang. Pemilihan lokasi yang tepat merupakan salah satu syarat yang cukup menentukan keberhasilan usaha budidaya. Hal ini disebabkan karena lokasi atau tempat pemeliharaan teripang adalah habitat yang secara langsung mempengaruhi kehidupan laju pertumbuhan dan sintasan dari organisme yang dipelihara. Kriteria lokasi yang cocok untuk budidaya teripang adalah keterlindungan, kondisi dasar perairan, salinitas air laut, kedalaman air, ketersediaan benih, dan kondisi lingkungan. Metode yang digunakan untuk membudidayakan teripang ketimun laut yaitu dengan menggunakan fasilitas pen culture atau lebih dikenal dengan budidaya dengan hampang atau kandang. Pen culture atau hampang adalah suatu usaha memelihara organisme perairan yang bersifat benthik atau hidup di dasar perairan dengan cara memagari atau membatasi areal perairan pantai dengan luasan tertentu seluas kemampuan atau yang diinginkan sehingga seolah-olah terisolasi dari wilayah sekitarnya. Kandang teripang dapat dibagi menjadi 3 bagian untuk memisahkan teripang berdasarkan ukuran serta untuk memper-mudah pada saat pemanenan. Teripang dipanen setelah dipelihara selama 6 – 7 bulan. Hasil analisis kesesuaian lokasi untuk budidaya teripang di kawasan konservasi adalah seluas 29,34 Km 2 . Pernyatan maksud pengelolaan sub zona budidaya rumput laut dapat dilihat pada Tabel 61. c Perikanan budidaya ikan KJA Pemanfaatan perairan laut dan sumberdayanya untuk kegiatan budidaya ikan telah lama berkembang dan terus ditingkatkan. Salah satu pemanfaatan perairan laut pantai memiliki prospek yang baik adalah budidaya ikan dalam keramba jaring apung. Tabel 61 Pernyataan maksud pengelolaan zona perikanan berkelanjutan, sub zona perikanan budidaya teripang ZONA PERIKANAN BERKELANJUTAN KAWASAN KONSERVASI ARU TENGGARA Posisi Geografis Lon X Lat Y KATEGORI KAWASAN BUDIDAYA ARAHAN PEMANFAATAN RUANG Zona Sub Zona PERIKANAN BERKELANJUTAN SEBAM Budidaya Teripang PBTr PbTr 134° 37 24.46 E 6° 51 18.19 S Luas Total Sub Zona 29,34 Km 2 Nilai-Nilai Utama Sub Zona  Memiliki banyak pulau-pulau kecil, teluk dan selat yang cukup terlindung sepanjang musim untuk dikembangkan sebagai lokasi budidaya laut.  Memiliki topografi perairan yang landai yang sangat luas dengan subtrat dasar perairannya campuran pasir dan patahan karang.  Kondisi kualitas perairan yang masih alami belum tercemar,sertaketersediaan benih alami yang cukup memadai untuk mendukung kegiatan budidaya.  Terdapat benih di alam Kegiatan yang dapat dilaksanakan dalam zona perikanan berkelanjutan  Perlindungan habitat dan populasi ikan;  Penangkapan ikan dengan alat dan cara yang ramah lingkungan;  Budidaya ramah lingkungan;  Pariwisata dan rekreasi;  Penelitian dan pengembangan; serta  Pendidikan. Prioritas utama untuk Pembangunan 5 tahun kedepan Prioritas tertinggi bagi pengembangan wilayah budidaya yaitu dikembangkannya sub zona prioritas bagi perikanan budidaya teripang sebagai berikut;  Prioritas infrastruktur perikanan budidaya teripang yang tertinggi adalah pembangunan panti benih,  Prioritas pembangunan jalur transportasi guna memperpendek akses pasar juga diperlukan,  Prioritas penguatan SDM daerah yang menguasai IPTEK budidaya teripang Isu-isu perencanaan strategis 5 tahun kedepan  Secara strategisnya ketersediaan lokasi budidaya teripang dan ketersediaan sumberdaya benih teripang di alam menjadikan pembangunan bidang perikanan budidaya di wilayah Kec. Aru relatif cukup berprospekuntuk dikembangkan, akan tetapi untuk membuat sumberdaya ekonomis penting ini dapat menjadi sumber pendapatan masyarakat maupun daerah yang menguntungkan, maka pembangunan panti benih, membuka akses transportasi dan akses pasar.  Selain itu secara strategis penguatan SDM daerah memberi peluang kerja bagi masyarakat di daerah, sehingga dapat menghemat biaya operasional untuk mendatangkan tenaga kerja dari luar daerah. Kebutuhan Pengendalian Ruang Untuk kebutuhan perencanaan, maka langkah-langkah strategis adalah sebagai berikut :  Pengawasan pola pemanfaatan ruang,  Pengetatan aturanregulasi tentang pemanfaatan ruang laut untuk kegiatan kegiatan budidaya lain, pemukiman, dan aktivitas lain pada lahan atas yang dapat memberikan dampak pada perairan pesisir.  Pengawasan ketat AMDAL terhadap kegiatan yang mengancam kelestarian lingkungan dan keseimbangan ekologi pesisir. Kata keramba jaring apung bisa digunakan untuk menamai wadah pemeliharaan ikan terbuat dari jaring yang dibentuk segi empat atau silindrisa dan diapungkan dalam air permukaan menggunakan pelampung dan kerangka kayu, bambu, atau besi, serta sistem penjangkaran. Lokasi yang dipilih bagi usaha pemeliharaan ikan dalam KJA relatif tenang, terhindar dari badai dan mudah dijangkau. Ikan yang dipelihara bervariasi mulai dari berbagai jenis kakap, sampai baronang, bahkan lobster. Keberhasilan teknologi keramba jaring apung atau KJA Floating netcage membuka peluang untuk budidaya perikanan laut mariculture. KJA ini juga merupakan proses yang luwes untuk mengubah nelayan kecil tradisional menjadi pengusaha agribisnis perikanan. Usaha budidaya ikan dengan keramba jaring apung KJA sudah lama berkembang di Kabupaten Kepulauan Aru. Baik oleh masyarakat setempat maupun oleh industri pengolahan skala nasional. Komoditas yang dapat dipelihara dalam keramba jaring apung terutama berbagai spesies ikan Kerapu seperti Kerapu Lumpur, Kerapu Macan, Kerapu Sunu, Kerapu Tikus, dan Kerapu Lemak, serta beberapa spesies lain seperti Beronang Siganus spp, Lobster Panulirus spp , Kakap Merah Lutjanus spp, Kakap Putih Later calcalifer, dan Bandeng Chanos chanos. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memilih lokasi untuk budidaya ikan dengan metode keramba jaring apung adalah faktor resiko seperti keadaan angin dan gelombang, kedalaman perairan, bebas dari bahan pencemar, tidak mengganggu alur pelayaran; faktor kenyamanan seperti dekat dengan prasarana perhubungan darat, pelelangan ikan sumber pakan, dan pemasok sarana dan prasarana yang diperlukan listrik, telpon, dan faktor hidrografi seperti selain harus jernih, bebas dari bahan pencemaran dan bebas dari arus balik, dan perairannya harus memiliki sifat fisik dan kimia tertentu kadar garam, oksigen terlarut. Atas dasar pertimbangan di atas, maka kegiatan budidaya ikan dengan metode keramba jaring apung di kawasan konservasi Aru Tenggara dapat dikembangkan dengan luas 17,27 km 2 . Pernyatan maksud pengelolaan sub zona budidaya ikan dengan sistem keramba jaring apung dapat dilihat pada Tabel 62. Tabel 62 Pernyataan maksud pengelolaan zona perikanan berkelanjutan, sub zona budidaya keramba jaring apung ZONA PERIKANAN BERKELANJUTAN KAWASAN KONSERVASI ARU TENGGARA Posisi Geografis Lon X Lat Y KATEGORI KAWASAN BUDIDAYA ARAHAN PEMANFAATAN RUANG Zona Sub Zona Perikanan Berkelanjutan Sebam Keramba Jaring Apung KJA PbKJA 1 134° 34 45.89 E 6° 52 15.69 S PbKJA 2 134° 34 46.92 E 6° 52 36.16 S Luas Total Sub Zona KJA1 = 10,01 Km 2 KJA2 = 07,26 Km 2 Total = 17,27 Km 2 Nilai-Nilai Utama Sub Zona  Terlindung sepanjang musim untuk dikembangkan sebagai lokasi budidaya laut.  Memiliki topografi perairan yang landai dengan subtrat dasar perairannya campuran pasir dan patahan karang.  Kondisi kualitas perairan yang masih alami belum tercemar,sertaketersediaan benih alami yang cukup memadai untuk mendukung kegiatan budidaya.  Terdapat benih di alam Kegiatan yang dapat dilaksanakan dalam zona perikanan budidaya  Perlindungan habitat dan populasi ikan;  Penangkapan ikan dengan alat dan cara yang ramah lingkungan;  Budidaya ramah lingkungan;  Pariwisata dan rekreasi;  Penelitian dan pengembangan; serta  Pendidikan. Prioritas utama untuk Pembangunan 5 tahun kedepan Prioritas tertinggi bagi pengembangan wilayah budidaya yaitu dikembangkannya sub zona prioritas bagi perikanan budidaya teripang sebagai berikut;  Prioritas infrastruktur perikanan budidaya KJA yang tertinggi adalah pembangunan panti benih,  Prioritas pembangunan jalur transportasi guna memper-pendek akses pasar juga diperlukan,  Prioritas penguatan SDM daerah yang menguasai IPTEK budidaya ikan dengan KJA Isu-isu perencanaan strategis 5 tahun kedepan  Pengembangan budidaya ikan dengan karamba jarring apung KJA merupakan salah satu alternatif untuk mengatasi kendala peningkatan produksi perikanan laut.  Pembangunan infrastuktur untuk menangani produksi KJA  Selanjutnya jika KJA telah beroperasi maka diperlukan coldstorage untuk menyimpan ikan. Kebutuhan Pengendalian Ruang Kebutuhan pengendalian ruang sebagai langkah strategis dan bersifat teknis atau non teknis sebagai berikut: a Penataan kawasan pemukiman di sekitar perairan zona dengan melakukan pembatasan dan penataan rumah penduduk. b Memberikan penyuluhan untuk meningkatkan kesadaran kepada masyarakat akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan perairan kawasan dengan tidak menjadikan perairan sebagai tempat pembuangan sampah. c Penurunan jumlah beban limbah yang berasal dari aktifitas antropogenik dengan mengupayakan pada penekanan laju pertumbuhan penduduk, membatasi dan menata pemukiman penduduk di sekitar zona. d Melakukan kegiatan diseminasi paket teknologi budidaya yang ramah lingkungan dengan menekankan pada peningkatan pengetahuan managemen budidaya keramba jaring apung. e Perlu ada Peraturan Daerah PERDA Kabupaten sebagai bentuk dari tanggung jawab pemerintah untuk mengatur pemanfaatan zona secara lestari baik dalam penentuan tingkat penerapan teknologi budidaya, pembatasan jumlah keramba jaring apung dalam instrument regulasi izin usaha, dan penataan pemukimanruang agar harmonis dengan aktivitas lainnya. 2 Sub-zona perikanan tangkap a Ikan pelagis Masyarakat yang mendiami wilayah pesisir kawasan konservasi telah mengenal beberapa teknologi, diantaranya adalah teknologi penangkapan ikan dan teknologi pembuatan perahu. Dalam mencari ikan penduduk menggunakan metode dan peralatan penangkapan yang masih sederhana. Metode dan peralatan penangkapan yang umum dikenal masyarakat adalah penangkapan tanpa alat, penangkapan dengan peralatan untuk melukai tombak, panah, penangkapan dengan bubu trap, penangkapan dengan pancing hand line, dan penangkapan dengan jaring insang gill net serta penangkapan dengan sistem menyelam untuk siput mutiara. Perahu yang digunakan adalah perahu dayung satu cadik dan perahu motor dua cadik. Kegiatan perikanan tangkap memang menjadi andalan masyarakat di kawasan, karena potensi perikanan yang tersedia di kawasan baik ikan pelagis maupun ikan demersal. Hasil perhitungan data Cruise Biosonic pada tingkatan kedalaman 0-22 m di kawasan memilki potensi sumber ikan pelagis Py mencapai 788.373.980 individu atau 57.818 ton dengan nilai MSY ikan pelagis adalah sebesar 394.186.990 individu atau 28.909 ton serta JTB di kawasan ini sebesar 315.349.592 individu atau 23.127 ton. Operasi penangkapan ikan pelagis kecil dapat dilakukan di daerah penangkapan ikan sekitar kawasan oleh para nelayan setempat. Tingkat pemanfaatan ikan pelagis kecil di perairan kawasan bervariasi karena potensi dan produksi yang berbeda-beda. Jenis ikan pelagis yang terdata berdasarkan hasil tangkapan nelayan yakni kembung Rastrelliger sp., terbang Chypsilurus sp., tembang Sardinella sp., julung Hemirahmpus sp. dan beberapa jenis lainnya. Meskipun data di atas menyatakan jumlah produksi ikan yang amat besar, namun berdasarkan survei yang dilakukan, masyarakat lokal baru memanfaatkan ikan untuk konsumsi sehari-hari, atau menjualnya di pasar lokal dengan harga Rp. 5.000-10.000ikan untuk ikan yang berukuran besar. Pernyatan maksud pengelolaan sub zona perikanan tangkap ikan pelagis dapat dilihat pada Tabel 63. Tabel 63 Pernyataan maksud pengelolaan zona perikanan berkelanjutan sub zona perikanan tangkap ikan pelagis ZONA PERIKANAN BERKELANJUTAN KAWASAN KONSERVASI ARU TENGGARA Posisi Geografis Lon X Lat Y KATEGORI KAWASAN PERIKANAN TANGKAP ARAHAN PEMANFAATAN RUANG Zona Sub Zona Luasan PERIKANAN BERKELANJUTAN Perikanan Tangkap Ikan Pelagis PBPTp 1 PBPTp 01 134°51 54.58E 5° 59 13.02 S 2 PBPTp 02 134° 10 1.30 E 5° 59 24.23 S 3 PBPTp 03 134° 10 1.30 E 5° 59 24.23 S 4 PBPTp 04 134° 10 1.30 E 5° 59 24.23 S 5 PBPTp 05 134° 10 1.30 E 5° 59 24.23 S 6 PBPTp 06 134° 10 1.30 E 5° 59 24.23 S 7 PBPTp 07 134° 10 1.30 E 5° 59 24.23 S 8 PBPTp 08 134° 10 1.30 E 5° 59 24.23 S 9 PBPTp 09 134° 10 1.30 E 5° 59 24.23 S 10 PBPTp 10 134° 10 1.30 E 5° 59 24.23 S 11 PBPTp 11 134° 10 1.30 E 5° 59 24.23 S 12 PBPTp 12 134° 10 1.30 E 5° 59 24.23 S 13 PBPTp 13 134° 10 1.30 E 5° 59 24.23 S 14 PBPTp 14 134° 10 1.30 E 5° 59 24.23 S 15 PBPTp 15 134° 10 1.30 E 5° 59 24.23 S 16 PBPTp 16 134° 10 1.30 E 5° 59 24.23 S 17 PBPTp 17 134° 10 1.30 E 5° 59 24.23 S 18 PBPTp 18 134° 10 1.30 E 5° 59 24.23 S Luas Total Sub Zona 887 km 2 Nilai-Nilai Utama Sub Zona  Ikan Pelagis  Alur Migrasi Penyu  Alur Pelayaran Nilai-Nilai Utama Zona Sub Zona  Potensi ikan pelagis di perairan kawasan cukup besar dan belum dimanfaatkan belum dimanfaatkan dengan baik  Jenis-jenis ikan pelagis kecil yang terdata untuk jenis ikan kembung Rastrelliger sp, terbang Chypsilurus sp, tembang Sardinella sp, julung Hemirahmpus sp dan beberapa jenis lainnya  Penguasaan teknologi penangkapan ikan untuk memanfaatkan ikan pelagis berupa pengoperasian jaring insang permukaan surface gill net, jaring angkat lift net, dan pancing tonda troll line Kegiatan yang dapat dilaksanakan dalam zona Perikanan Berkelanjutan  Penangkapan  Penelitian dan pengembangan; dan  Pendidikan  Upacara adat Prioritas utama untuk Pembangunan 5 tahun kedepan 1. Optimalisasi pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis yang masih tersedia dengan menggunakan jaring insang permukaan surface gill net, jaring angkat lift net dan pancing tonda troll line yang telah dikuasai nelayan 2. Pengembangan infrastruktur pendukung produksi ikan pelagis untuk menjamin kepastian pemasarannya 3. Mengembangkan alternatif teknologi penangkapan ikan pelagis yang lebih produktif, terutama di daerah penangkapan ikan pelagis potensial 4. Melaksanakan penyuluhan, pelatihan dan pendampingan teknologi penangkapan ikan alternatif yang inovatif kepada nelayan untuk memanfaatkan sumberdaya ikan pelagis kecil Isu-isu perencanaan strategis 5 tahun kedepan 1. Menambah saranaprasana penangkapan ikan pelagis 2. Merencanakan pengelolaan sumberdaya ikan pelagis di kawasan 3. Merencanakan pembangunan infrastruktur pendukung produksi ikan pelagis 4. Mengupayakan agar nelayan dapat menguasai teknologi penangkapan ikan pelagis dengan pukat cincin purse seine, rawai permukaan surface long line , jaring insang hanyut drift gill net dan pancing joran pole and line Kebutuhan Pengendalian Ruang 1. Penambahan alat penangkap ikan pelagis yang telah dikuasai oleh nelayan 2. Penyusunan rencana pengelolaan sumberdaya ikan pelagis di kawasan konservasi Aru Tenggara 3. Pengadaan infrastruktur pendukung produksi ikan pelagis kecil di sekitar daerah penangkapan ikan pelagis 4. Pembekalan teknologi penangkapan ikan pelagis produktif yang berwawasan lingkungan bagi nelayan di kawasan Sebagian kecil masyarakat mulai membuat ikan asin yang dipasarkan di Dobo dengan harga berkisar antara Rp. 1.000-1.500ekor. Rendahnya tingkat pemanfaatan ikan oleh masyarakat setempat disebabkan antara lain karena masyarakat masih mengkonsentrasikan pendapatan perikanannya pada penyelaman siput mutiara dan teripang. Hal ini disebabkan harga dan permintaan pasar kedua komoditi tersebut jauh lebih baik dibandingkan dengan mengusahakan ikan segar atau ikan asin. Keberadaan sub zona perikanan tangkap ikan pelagis, membutuhkan sentuhan pengelolaan bagi pengembangan ke depan. Nilai utama dari sub zona ini yaitu ikan pelagis, alur migrasi penyu dan alur pelayaran. Terkait dengan urgensitas kawasan serta antisipasi tekanan terhadap kawasan dan sumberdaya ke depan maka dirumuskanlah beberapa hal yang menjadi prioritas utama pembangunan lima tahun. Prioritas-prioritas tersebut terdistribusi antara lain 1 Optimalisasi pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis yang masih tersedia dengan menggunakan jaring insang permukaan surface gill net, jaring angkat lift net dan pancing tonda troll line yang telah dikuasai nelayan; 2 Pengembangan infrastruktur pendukung produksi ikan pelagis untuk menjamin kepastian pemasarannya, 3 Mengembangkan alternatif teknologi penangkapan ikan pelagis yang lebih produktif, terutama di daerah penangkapan ikan pelagis potensial dan 4 Melaksanakan penyuluhan, pelatihan dan pendampingan teknologi penangkapan ikan alternatif yang inovatif kepada nelayan untuk memanfaatkan sumberdaya ikan pelagis kecil. b Ikan demersal Potensi perikanan tangkap untuk ikan demersal di kawasan konservasi Aru Tenggara pada kedalaman 0-22 meter adalah sebesar 982.027.880 individu atau 241.522 ton, potensi lestari MSY sebesar 120.761.030 individu atau 120.761 ton serta potensi yang diperbolehkan untuk ditangkap JTB sebesar 96.608.824 individu atau 96.609 ton. Potensi ini merupakan peluang yang sangat besar bagi masyarakat kawasan untuk memanfaatkannya bagi kepentingan ekonomi masyarakat. Namun demikian perlu diingat bahwa pada kawasan ini memiliki nilai utama yang juga harus dijaga keberadaannya agar tidak mengalami kerusakan sehingga berdampak pada penurunan potensi atau hilangnya hewan-hewan yang dilindungi. Prioritas-prioritas di atas disusun berdasarkan isu-isu pengelolaan zona pemanfaatan di kawasan konservasi Aru Tenggara. Untuk lima tahun ke depan, beberapa hal yang menjadi isu-isu strategis perencanaan dan pengelolaan sub zona yaitu: 1 Kemampuan daya dukung kawasan dalam menerima tekanan pemanfaatan; 2 Optimalisasi perlindungan habitat perikanan demersal dalam upaya mendukung kelestarian sumberdaya ikan demersal; dan 3 Penguatan kapasitas SDM dan pengembangan infrastruktur dalam rangka mendukung pengembangan ekowisata. Sesuai dengan isu-isu strategis di atas maka untuk kepentingan pengendalian pemanfaatan ruang, langkah-langkah strategis yang penting dikembangkan yaitu: 1 meningkatkan produksi ikan demersal melalui pemanfaatan sumberdaya ikan demersal yang masih tersedia dengan menggunakan jaring insang dasar bottom gill net, bubu trap net, dan pancing dasar bottom line yang telah dikuasai oleh nelayan setempat, 2 mengupayakan agar produksi ikan demersal dapat dipasarkan dengan harga yang layak, 3 menerapkan teknologi penangkapan ikan demersal yang lebih produktif tapi tidak merusak, terutama di daerah penangkapan ikan demersal potensial yang pemanfaatannya masih sedikit dan 4 Melaksanakan penyuluhan, pelatihan dan pendampingan teknologi penangkapan ikan demersal alternatif yang inovatif secara periodik kepada nelayan. Untuk kepentingan pengendalian ruang maka telah ditetapkan beberapa usulan diantarannya; 1 Penambahan alat penangkap ikan demersal yang telah dikuasai oleh nelayan, 2 Penyusunan rencana pengelolaan sumberdaya ikan demersal kawasan, 3 Pengadaan infrastruktur pendukung produksi ikan demersal dan 4 Pembekalan teknologi penangkapan ikan demersal produktif yang berwawasan lingkungan bagi nelayan kawasan. Pernyatan maksud pengelolaan sub zona perikanan tangkap ikan demersal Tabel 64. Tabel 64 Pernyataan maksud pengelolaan zona perikanan berkelanjutan, sub-zona perikanan tangkap ikan demersal ZONA PERIKANAN BERKELANJUTAN KAWASAN KONSERVASI ARU TENGGARA Posisi Geografis Lon X Lat Y KATEGORI KAWASAN PERIKANAN TANGKAP ARAHAN PEMANFAATAN RUANG Zona Sub Zona Luasan PERIKANAN BERKELANJUTAN Perikanan Tangkap Ikan Demersal PBPTd 1 PBPTd 01 533,2 Km 2 134° 36 40.29 E 6° 57 18.85 S 2 PBPT 03 172,2 Km 2 134° 26 00.88 E 7° 03 48.48 S 3 PBPTd 04 7,6 Km 2 134° 30 58.75 E 6° 59 56.36 S 4 PBPTd 05 1,1 Km 2 134° 32 02.64 E 6° 56 39.00 S 5 PBPTd 06 3,0 Km 2 134° 35 16.00 E 6° 54 19.78 S 6 PBPTd 07 141,9 Km 2 134° 42 22.83 E 7° 00 23.51 S 7 PBPTd09 28,2 Km 2 134° 41 32.31 E 6° 59 42.74 S Luas Total Sub Zona 887 Km 2 Nilai-Nilai Utama Sub Zona  Ikan Demersal  Terumbu Karang  Ikan karang dan ikan hias  Jalur migrasi penyu Kegiatan yang dapat dilaksanakan dalam zona Perikanan Berkelanjutan  Penangkapan ikan demersal  Perlindungan dan pelestarian habitat dan populasi hawan lindung  Pariwisata dan rekreasi;  Penelitian dan pengembangan; dan  Pendidikan  Upacara adat Prioritas utama untuk Pembangunan 5 tahun kedepan 1. Meningkatkan produksi ikan demersal melalui pemanfaatan sumberdaya ikan demersal yang masih tersedia dengan menggunakan jaring insang dasar bottom gill net, bubu trap net , dan pancing dasar bottom line. 2. Mengupayakan agar produksi ikan demersal dapat dipasarkan dengan harga yang layak 3. Menerapkan teknologi penangkapan ikan demersal yang lebih produktif tapi tidak merusak, terutama di daerah penangkapan ikan demersal potensial yang pemanfaatannya masih sedikit. 4. Melaksanakan penyuluhan, pelatihan dan pendampingan teknologi penangkapan ikan demersal alternatif yang inovatif secara periodik kepada nelayan. Isu-isu perencanaan strategis 5 tahun kedepan 1. Mengadakan sarana dan prasana penangkapan ikan demersal 2. Merencanakan pengelolaan sumberdaya ikan demersal di kawasan konservasi Aru Tenggara 3. Merencanakan pembangunan infrastruktur pendukung produksi ikan demersal. 4. Mengupayakan agar nelayan dapat menguasai teknologi penangkapan ikan demersal dengan Rawai dasar bottom long line , dan set net Kebutuhan Pengendalian Ruang 1. Penambahan alat penangkap ikan demersal yang telah dikuasai oleh nelayan 2. Penyusunan rencana pengelolaan sumberdaya ikan demersal kawasan 3. Pengadaan infrastruktur pendukung produksi ikan demersal 4. Pembekalan teknologi penangkapan ikan demersal produktif yang berwawasan lingkungan bagi nelayan kawasan 3 Zona pemanfaatan Zona Pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor per.30Men2010 Tentang Rencana Pengelolaan dan Zonasi Kawasan Konservasi Perairan, Pasal 9 ayat 1 huruf c diperuntukkan bagi: a Perlindungan dan pelestarian habitat dan populasi ikan; b Pariwisata dan rekreasi; c Penelitian dan pengembangan; dan d Pendidikan. Konsep pembagunan pariwisata berkelanjutan berbasis masyarakat dikemukakan oleh Natori 2001 menekankan yakni: 1 terpeliharanya mutu dan berkelanjutan sumber daya alam dan budaya, 2 meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal, 3 terwujudnya keseimbangan antara sumber daya alam dan budaya, 4 kesejahteraan masyarakat lokal serta kepuasan wisatawan. Berdasarkan pengertian tersebut konsep pengembangan pariwisata di kawasan konservasi Aru Tenggara harus memperhatikan aspek lingkungan, sosial dan aspek ekonomi agar sumber daya alam, sosial dan budaya yang ada dapat dimanfaatkan untuk generasi mendatang. Suwantoro 1997, menyebutkan beberapa bentuk produk pariwisata alternatif yang berpotensi untuk dikembangkan, yaitu: Pariwisata budaya cultural tourism, ekowisata ecotourism, pariwisata bahari marine tourism, pariwisata petualangan adventure tourism, pariwisata agro agrotourism, pariwisata pedesaan village tourism , gastronomi culinary tourism, pariwisata spiritual spiritual tourism dan lainnya. Karena kawasan konservasi Aru Tenggara merupakan suatu kawasan perlindungan sumberdaya dan ekosistem maka konsep pengembangan ekowisata baru berorientasi pada tahap eksplorasi yang berkaitan dengan pemeliharaan yaitu suatu tempat sebagai potensi wisata baru, yang diharapkan jumlah pengunjung sedikit, wisatawan tertarik pada daerah yang belum tercemar dan sepi, lokasinya sulit dicapai namun diminati oleh sejumlah kecil wisatawan yang justru menjadi minat karena belum ramai dikunjungi Gambar 84. Gambar 84 Pe ta z on a p em an faat an d i k awasan k on se rvasi Ar u T en ggar a Dengan demikian, maka kawasan konservasi Aru Tenggara berdasarkan jenis peruntukan ruang sebagaimana dimaksud pada aturan yang ada dapat dibagi atas 3 sub-zona minat khusus diantaranya: 1 Sub zona ekowisata berbasis ekosistem Hasil analisis spasial terhadap beberapa titik yang berpotensi menjadi zona ekowisata ekosistem adalah seluruh ekosistem utama pada ke-5 pulau dalam kawasan yakni Pulau Kultubai Selatan, P. Jeh, P. Mar, P. Jeudin dan P. Marjinjin. Ekowisata ekosistem yang dimaksudkan diantaranya: a Ekowisata ekosistem pulau untuk tujuan melihat keanekaragaman, keunikan kekhasan, kelangkaan, keasliankeutuhan, keperwakilan, kerentanan sumberdaya baik flora maupun fauna yang berada pada kawasan pulau kecil yang tidak berpenghuni. b Ekowisata ekosistem mangrove untuk tujuan melihat tujuan melihat keanekaragaman, keunikankekhasan, kelangkaan, keasliankeutuhan, keperwakilan, kerentanan fauna endemik yang berada pada ekosistem mangrove pada kelima pulau dimaksud. c Ekowisata ekosistem lamun, untuk tujuan melihat tujuan melihat keanekaragaman, keunikankekhasan, kelangkaan, keasliankeutuhan, keperwakilan, kerentanan lamun yang jumlahnya mencapai 12 jenis, yang menempati areal yang sangat luas baik di dalam maupun di luar kawasan konservasi serta keanekaragaman sumberdaya hayati yang ada di dalamnya untuk ke-5 pulau dimaksud. d Ekosistem terumbu karang untuk melihat tujuan melihat keanekaragaman, keunikan atau kekhasan, kelangkaan, keaslian atau keutuhan, keperwakilan, kerentanan terumbu karang dan ikan karang serta spesies-spesies yang dilindungi pada ekosistem ini Karena arah dan tujuan ekowisata ekosistem ini untuk melihat keanekaragaman, keunikan atau kekhasan, kelangkaan, keaslian atau keutuhan, keperwakilan, kerentanan maka komponen memiliki kesamaan dalam tabel pernyataan maksud pada setiap ekosistem yang ada pada zona inti, kecuali dalam hal jenis kegiatan yang dapat dilakukan berbeda dengan zona inti yakni dapat melakukan aktivitas wisata di kawasan dimaksud. Untuk itulah tabel pernyataan maksud tidak lagi dibuat pada zub-zona ekowisata berbasis ekosistem. 2 Sub zona ekowisata pantai Dalam ekowisata pantai, beberapa kegiatan wisata yang dapat dilaksanakan yaitu rekreasi pantai, berjemur, menikmati keindahan panorama pantai dan sumberdaya wisata pantai lainnya. Pada kawaasan konservasi Aru Tenggara sub- zona ekowisata pantai lebih diarahkan kepada aktivitas melihat tempat bertelur penyu dan panorama pantai pasir putih Gambar 85. Gambar 85 Peta zona tempat bertelur nesting penyu Pulau-pulau di kawasan konservasi semuanya memiliki tempat bertelur penyu, namun berdasarkan pengamatan serta wawancara dengan masyarakat tempat yang paling banyak disinggahi penyu saat ini untuk bertelur adalah di Pulau Enu dan Pulau Karang. Disamping tepat bertelur penyu, hampir diseluruh pulau memliki hamparan pasir putih yang halus dan bersih dan sangat baik untuk kegiatan berjemur dan tempat untuk menikmati pemandangan alam Tabel 65. Tabel 65 Pernyataan maksud pengelolaan zona pemanfaatan, sub-zona ekowisata pantai ZONA PEMANFAATAN KAWASAN KONSERVASI ARU TENGGARA Posisi Geografis Lon X Lat Y KATEGORI KAWASAN EKOWISATA ARAHAN PEMANFAATAN RUANG Zona Sub Zona PEMANFAATAN Ekowisata Pantai EP Nesting Penyu Np EPNp-1 0,04 km 2 134° 45 20.30 E 6° 52 14.32 S EPNp-2 0,09 km 2 134° 30 38.14 E 6° 55 52.97 S EPNp-3 0,03 km 2 134° 31 45.65 E 6° 55 09.31 S EPNp-4 0,02 km 2 134° 38 04.14 E 6° 52 55.90 S EPNp-5 0,06 km 2 134° 42 20.10 E 6° 52 17.22 S Pasir Putih Pp EPPp-1 0,13 km 2 134° 45 33.66 E 6° 51 23.17 S EPPp-2 0,25 km 2 134° 30 54.15 E 6° 56 51.15 S EPPp-3 0,45 km 2 134° 32 43.54 E 6° 54 52.45 S EPPp-4 0,46 km 2 134° 35 20.06 E 6° 52 42.24 S EPPp-5 0,32 km 2 134° 45 19.15 E 6° 51 50.44 S Luas Sub-Zona Nilai-Nilai Utama Sub Zona  Tempat bertelur penyu  Memiliki hamparan pasir putih yang halus dan putih  Wisata dan Rekriasi  Sepadan pantai  Stetika pantai Kegiatan yang dapat dilaksanakan dalam zona Pemanfaatan  Perlindungan dan pelestarian habitat dan populasi ikan;  Pariwisata dan rekreasi;  Penelitian dan pengembangan; dan  Pendidikan  Upacara adat Prioritas utama untuk Pembangunan 5 tahun kedepan Prioritas tertinggi bagi pengembangan zona pemanfaatan yaitu dikembangkannya sub zona ekowisata pantai sebagai berikut;  Prioritas infrastruktur ekowisata,  Prioritas pembangunan jalur transportasi guna mempermudah akses wisata,  Prioritas penguatan SDM dalam mendukung kegiatan ekowisata Isu-isu perencanaan strategis 5 tahun kedepan  Pengembangan budaya.  Pembangunan infrastuktur  Penguatan kapasitas SDM kawasan Kebutuhan Pengendalian Ruang Kebutuhan pengendalian ruang sebagai langkah strategis dan bersifat teknis atau non teknis sebagai berikut:  Penataan kawasan pemukiman sebagai pendukung kegiatan ekowisata.  Memberikan penyuluhan untuk meningkatkan kesadaran kepada masyarakat akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan perairan kawasan dengan tidak menjadikan perairan sebagai tempat pembuangan sampah.  Melakukan kegiatan sadar wisata dengan menekankan pada peningkatan pengetahuan managemen ekowisata.  Perlu ada Peraturan Daerah PERDA Kabupaten sebagai bentuk dari tanggung jawab pemerintah untuk mengatur pemanfaatan zona ekowisata secara 3 Sub zona ekowisata bahari Kawasan konservasi Aru Tenggara memiliki potensi besar untuk mengembangkan ekowisata bahari yakni berbagai alternatif kegiatan wisata yang dapat dilaksanakan yaitu berenang, berperahu, pancing, water sport, snorkeling dan selam. Untuk kegiatan berenang, berperahu, snorkling dapat dilakukan pada hampir seluruh kawasan, tergantung tujuan dari wisatawan tersebut. Sedangkan untuk ekowisata minat pancing tidak dapat dilakukan disemua tempat, namun dapat diarahkan pada daerah-daerah yang memiliki potensi perikanan pelagis dan demersal yang tinggi, sehingga tidak membutuhkan energi yang besar bagi mencari daerah-daerah tangkap yang baik. Dengan demikian tabel pernyataan maksud pengelolaan lebih diarahkan kepada kegiatan sub-zona ekowisata bahari dengan minat khusus wisata pancing sport fishing baik terhadap ikan pelagis atau demersal. a Sub zona ekowisata bahari minat khusus wisata pancing sport fishing ikan demersal Keberadaan sub zona ekowisata bahari minat pancing ikan demersal membutuhkan sentuhan pengelolaan bagi pengembangan ke depan. Beberapa nilai utama dari sub zona ini yaitu: 1 ikan demersal sebagai sumberdaya utama target ekowisata dan 2 terumbu karang sebagai habitat daripada sumberdaya utama. Terkait dengan urgensitas kawasan serta antisipasi tekanan terhadap kawasan dan sumberdaya ke depan maka dirumuskanlah beberapa hal yang menjadi prioritas utama pembangunan lima tahun. Prioritas-prioritas tersebut terdistribusi ke dalam prioritas tinggi dan prioritas sedang. Tiga kegiatan yang termasuk ke dalam prioritas tinggi yaitu: 1 penzonasian kawasan pemanfaatan sub zona ekowisata bahari minat pancing ikan demersal; 2 penghitungan daya tampung kawasan bagi pengembangan ekowisata bahari minat wisata pancing ikan demersal; dan 3 peningkatan perlindungan dan pengawasan ekosistem terumbu karang. Sementara prioritas sedang perencanaan kawasan ke depan yaitu perancangan paket-paket ekowisata bahari minat wisata pancing ikan demersal dengan melibatkan pihak swasta Tabel 66 Tabel 66 Pernyataan maksud pengelolaan zona pemanfaatan, sub-zona ekowisata bahari, minat khusus pancing ikan demersal ZONA PEMANFAATAN KAWASAN KONSERVASI ARU TENGGARA Posisi Geografis Lon X Lat Y KATEGORI KAWASAN PEMANFAATAN ARAHAN PEMANFAATAN RUANG Zona Sub Zona Luasan PEMANFAATAN Ekowisata Bahari minat Pancing Ikan Demersal EBpd 1 EBpd 01 533,2 Km 2 134° 36 40.29 E 6° 57 18.85 S 2 EBpd 03 172,2 Km 2 134° 26 00.88 E 7° 03 48.48 S 3 EBpd 04 7,6 Km 2 134° 30 58.75 E 6° 59 56.36 S 4 EBpd 05 1,1 Km 2 134° 32 02.64 E 6° 56 39.00 S 5 EBpd 06 3,0 Km 2 134° 35 16.00 E 6° 54 19.78 S 6 EBpd 07 141,9 Km 2 134° 42 22.83 E 7° 00 23.51 S 7 EBpd 09 28,2 Km 2 134° 41 32.31 E 6° 59 42.74 S Luas Total Sub Zona 887,2 km 2 Nilai-Nilai Utama Sub Zona  Ikan Demersal  Terumbu Karang  Jalur migrasi penyu Kegiatan yang dapat dilaksanakan dalam zona pemanfaatan  Perlindungan dan pelestarian habitat dan populasi ikan;  Pariwisata dan rekreasi;  Penelitian dan pengembangan; dan  Pendidikan  Upacara adat Prioritas utama untuk Pembangunan 5 tahun kedepan 1. Prioritas Tinggi: a. Penzonasian kawasan ekowisata bahari sub zona wisata pancing ikan demersal b. Penghitungan daya tampung kawasan bagi pengembangan ekowisata bahari sub zona wisata pancing ikan demersal c. Peningkatan perlindungan dan pengawasan ekosistem terumbu karang 2. Prioritas Sedang: a. Perancangan paket-paket sub-zona ekowisata bahari minat wisata pancing ikan demersal dengan melibatkan pihak swasta 3. Prioritas Rendah: Isu-isu perencanaan strategis 5 tahun ke depan  Kemampuan daya dukung kawasan dalam menerima tekanan pemanfaatan  Optimalisasi perlindungan habitat perikanan demersal dalam upaya mendukung kelestarian ikan demersal  Penguatan kapasitas SDM dan pengembangan infrastruktur dalam rangka mendukung pengembangan ekowisata Kebutuhan Pengendalian Ruang  Pembuatan zonasi detail ekowisata yang di dalamnya terdapat sub-zona ekowisata pancing ikan demersal dengan memperhatikan kepentingan perikanan tradisional dan jalur pelayaran  Penyusunan regulasi pengelolaan ekowisata bahari  Sosialisasi perlindungan habitat perikanan demersal dan pengawasan aktivitas perikanan destruktif Prioritas-prioritas di atas disusun berdasarkan isu-isu pengelolaan zona pemanfaatan di kawasan konservasi Aru Tenggara. Untuk lima tahun ke depan, beberapa hal yang menjadi isu-isu strategis perencanaan dan pengelolaan sub zona yaitu: 1 Kemampuan daya dukung kawasan dalam menerima tekanan pemanfaatan; 2 Optimalisasi perlindungan habitat perikanan demersal dalam upaya mendukung kelestarian sumberdaya ikan demersal; dan 3 Penguatan kapasitas SDM dan pengembangan infrastruktur dalam rangka mendukung pengembangan ekowisata. Sesuai dengan isu-isu strategis di atas maka untuk kepentingan pengendalian pemanfaatan ruang, langkah-langkah strategis yang penting dikembangkan yaitu: 1 pembuatan zonasi detail ekowisata bahari yang di dalamnya terdapat minat- minat termasuk minat ekowisata pancing ikan demersal dengan memperhatikan kepentingan perikanan tradisional, jalur pelayaran dan jalur migrasi penyu; 2 penyusunan regulasi daerah pengelolaan ekowisata bahari; dan 3 sosialisasi perlindungan habitat dan pengawasan aktivitas perikanan destruktif. b Sub zona ekowisata bahari minat khusus wisata pancing sport fishing ikan pelagis Keberadaan sub zona ekowisata bahari, minat pancing ikan pelagis membutuhkan sentuhan pengelolaan bagi pengembangan ke depan. Nilai utama dari sub zona ini yaitu ikan pelagis, alur migrasi penyu dan alur pelayaran. Terkait dengan urgensitas kawasan serta antisipasi tekanan terhadap kawasan dan sumberdaya ke depan maka dirumuskanlah beberapa hal yang menjadi prioritas utama pembangunan lima tahun. Prioritas-prioritas tersebut terdistribusi ke dalam prioritas tinggi dan prioritas sedang. Dua kegiatan yang termasuk ke dalam prioritas tinggi yaitu: 1 penzonasian kawasan pemanfaatan, sub-zona ekowisata bahari, minat wisata pancing ikan pelagis; dan 2 penghitungan daya tampung kawasan bagi pengembangan zoan pemanfaatan sub- zona ekowisata bahari minat wisata pancing ikan pelagis. Sementara prioritas sedang bagi perencanaan dan pengelolaan kawasan yaitu perancangan paket-paket sub-zona ekowisata bahari minat wisata pancing ikan pelagis dengan melibatkan pihak swasta Tabel 67. Tabel 67 Pernyataan maksud pengelolaan zona ekowisata sub zona ekowisata pancing ikan pelagis ZONA PEMANFAATAN KAWASAN KONSERVASI ARU TENGGARA Posisi Geografis Lon X Lat Y KATEGORI KAWASAN PEMANFAATAN UMUM ARAHAN PEMANFAATAN RUANG Zona Sub Zona Luasan PEMANFAATAN Ekowisata Bahari Minat Pancing Ikan Pelagis EBpip 1 EBpip 01 323,76 km 2 134° 51 54.58E 5° 59 13.02 S 2 EBpip 02 323,76 km 2 134° 10 1.30 E 5° 59 24.23 S 3 EBpip 03 323,76 km 2 134° 10 1.30 E 5° 59 24.23 S 4 EBpip 04 323,76 km 2 134° 10 1.30 E 5° 59 24.23 S 5 EBpip 05 323,76 km 2 134° 10 1.30 E 5° 59 24.23 S 6 EBpip 06 323,76 km 2 134° 10 1.30 E 5° 59 24.23 S 7 EBpip 07 323,76 km 2 134° 10 1.30 E 5° 59 24.23 S 8 EBpip 09 323,76 km 2 134° 10 1.30 E 5° 59 24.23 S 9 EBpip 10 323,76 km 2 134° 10 1.30 E 5° 59 24.23 S 10 EBpip 12 323,76 km 2 134° 10 1.30 E 5° 59 24.23 S 11 EBpip 13 323,76 km 2 134° 10 1.30 E 5° 59 24.23 S 12 EBpip 14 323,76 km 2 134° 10 1.30 E 5° 59 24.23 S 13 EBpip 17 323,76 km 2 134° 10 1.30 E 5° 59 24.23 S 14 EBpip 18 323,76 km 2 134° 10 1.30 E 5° 59 24.23 S 15 EBpip 19 323,76 km 2 134° 10 1.30 E 5° 59 24.23 S 16 EBpip 20 323,76 km 2 134° 10 1.30 E 5° 59 24.23 S 17 EBpip 23 323,76 km 2 134° 10 1.30 E 5° 59 24.23 S 18 EBpip 24 323,76 km 2 134° 10 1.30 E 5° 59 24.23 S Luas Total Sub Zona 886,60 km 2 Nilai-Nilai Utama Sub Zona  Ikan Pelagis  Alur Migrasi Penyu  Alur Pelayaran Kegiatan yang dapat dilaksanakan dalam zona Pemanfaatan  Perlindungan dan pelestarian habitat dan populasi ikan;  Pariwisata dan rekreasi;  Penelitian dan pengembangan; dan  Pendidikan  Upacara adat Prioritas utama untuk Pembangunan 5 tahun kedepan 1. Prioritas Tinggi:  Penzonasian kawasan ekowisata bahari sub zona wisata pancing ikan pelagis  Penghitungan daya tampung kawasan bagi pengembangan sub zona ekowisata bahari minat wisata pancing ikan pelagis 2. Prioritas Sedang:  Perancangan paket-paket sub-zona ekowisata bahari minat wisata pancing ikan pelagis dengan melibatkan pihak swasta 3. Prioritas Rendah: Isu-isu perencanaan strategis 5 tahun ke depan  Kemampuan daya dukung kawasan dalam menerima tekanan pemanfaatan  Optimalisasi perlindungan habitat perikanan pelagis dalam upaya mendukung kelestarian sumberdaya ikan pelagis  Penguatan kapasitas SDM dan pengembangan infrastruktur dalam rangka mendukung pengembangan ekowisata Kebutuhan Pengendalian Ruang  Pembuatan zonasi detail ekowisata yang di dalamnya terdapat sub- zona ekowisata pancing ikan pelagisl dengan memperhatikan kepentingan perikanan tradisional dan jalur pelayaran  Penyusunan regulasi daerah pengelolaan ekowisata bahari  Sosialisasi perlindungan habitat perikanan pelagis dan pengawasan aktivitas perikanan destruktif Prioritas-prioritas di atas disusun berdasarkan isu-isu pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil di Kabupaten Kepulauan Aru. Untuk lima tahun ke depan, beberapa hal yang menjadi isu-isu strategis perencanaan dan pengelolaan sub zona yaitu: 1 Kemampuan daya dukung kawasan dalam menerima tekanan pemanfaatan; dan 2 Penguatan kapasitas SDM dan pengembangan infrastruktur dalam rangka mendukung pengembangan ekowisata. Sesuai dengan isu-isu strategis di atas maka untuk kepentingan pengendalian pemanfaatan ruang, langkah-langkah strategis yang penting dikembangkan yaitu: 1 pembuatan zonasi detail ekowisata yang di dalamnya terdapat minat ekowisata pancing ikan pelagis dengan memperhatikan kepentingan perikanan tradisional dan jalur pelayaran; dan 2 penyusunan regulasi daerah pengelolaan ekowisata bahari. Ekowisata pncing adalah kegiatan populer dilakukan oleh banyak orang di seluruh dunia dan memiliki manfaat sosial dan ekonomi Cooke dan Schramm, 2007; Idhe et al, 2011. Sebagai kegiatan rekreasi, tidak dilakukan hanya untuk untuk mendapatkan keuntungan komersial tetapi juga dapat memberikan jasa hiburan bagi pengunjungnya Pitcher dan Hollingworth, 2002. Kegiatan ekowisata pancing hendaknya tidak dilakukan pada daerah perlindungan laut Arlinghaus et al, 2007;. Cerda et al,. 2010; Kenchington, 2010. Ekowisata pancing juga dapat didorong untuk membantu pemanfaatan berkelanjutan sumber daya Cooke dan Schramm, 2007, sehingga kegiatan ekowisata pancing bisa sukses dalam mencapai target konservasi dengan meningkatkan kelimpahan, ukuran dan keragaman spesies target Halpern, 2003;. Gaines dkk, 2010. Ekowisata pancing yang ditetapkan pada kawasan konservasi Aru Tenggara dimaksudkan selain untuk tujuan perlindungan terhadap sumberdaya, juga memberikan manfaat sosial-ekonomi bagi masyarakat setempat. Seperti halnya yang dilaporkan terjadi pada Ningaloo Marine Park, dimana melalu penetapan zona ekowisata pancing pada taman laut ini, mendatangkan pengunjung sebanyak 200.000 orang setiap tahunnya, dan memberikan keuntungan ekonomi bagi masyarakat sekitar kawasan CALM dan MPRA, 2005. 4 Zona lainnya Zona lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat 1 huruf d merupakan zona di luar Zona Inti, Zona Perikanan Berkelanjutan, dan Zona Pemanfaatan yang karena fungsi dan kondisinya ditetapkan sebagai zona tertentu. Zona tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat berupa antara lain zona perlindungan dan zona rehabilitasi. Dengan demikian maka pada zona ini akan dibagi menjadi dua sub-zona yakni pertama sebagai sub-zona perlindungan dan Kedua ; sebagai sub-zona rehabilitasi Gambar 86. 1 Sub-zona perlindungan pulau Zona lainnya dengan kategori sub-zona perlindungan adalah seluruh ekosistem pulau yang telah ditetapkan peruntukannya sebagai zona lindung, namun tidak ditetapkan sebagai zona inti. Sub-Zona ini mencakup sub-zona lindung Pulau untuk P. Kultubai selatan, P.Jeh, P. Mar, P. Jeudin dan Pulau Marjinjin. Pulau-pulau dimaksud ditetapkan sebagai zona lainnya sub-zona perlindungan dengan pertimbangan bahwa ke-5 pulau tersebut memiliki sejarah bagi masyarakat kawasan. Faktor lainnya adalah karakteristik pulau dengan keanekaragaman flora dan fauna yang ada di dalamnya juga pulau-pulau tersebut ditemukan tempat-tempat bertelur penyu Tabel 68. Kawasan lindung kebanyakan mengalami gangguan akibat tekanan besar dari tuntutan pertumbuhan pembangunan manusia Guo dan Zhang Li,2010;. Iwamura et al 2010. Meskipun kawasan lindung banyak dikembangkan dengan aturan-aturan yang melarang pemanfaatan pada kawasan tersebut, namun banyak manajemen konservasi yang gagal untuk melindungi spesies dan proses ekologis seperti yang direncanakan. Hasil studi terbaru menunjukkan bahwa alasan penting kegagalan kawasan lindung adalah karena aktivitas masyarakat yang dibiarkan memanfaatkan sumberdaya, sehingga ekosistem mengalami perubahan yang negatif dan terus meningkat Seiferling et al. 2011. Gambar 86 Pe ta z on a lai n n ya d i k awasan k on se rvasi Ar u T en ggar a Tabel 68 Pernyataan maksud pengelolaan zona lainnya sub zona perlindungan pulau ZONA LAINNYA KAWASAN KONSERVASI ARU TENGGARA Posisi Geografis Lon X Lat Y KATEGORI KAWASAN PERLINDUNGAN ARAHAN PEMANFAATAN RUANG Zona Sub Zona LAINNYA Perlindungan Pulau PP 1 Pp- 01 0,82 km 2 134 o 47’14”E 06 o 49’54”S 2 Pp- 02 6,68 km 2 134 o 41 ’10”E 06 o 51 ’16” S 3 Pp- 03 1,79 km 2 134 o 30 ’58”E 06 o 54 ’03 S 4 Pp- 04 16,19 km 2 134°37 24” E 06° 5118 ”S 5 Pp- 05 5,79 km 2 134 o 47’14”E 06 o 49’54”S Luas Total Sub Zona 31,27 km 2 Nilai-Nilai Utama Sub Zona  Pulau terluar Perbatasan  Pulau Sejarah bagi Masyarakat Kawasan  Tempat bertelur penyu maupun hewan darat primate, reptile dan burung  Merupakan tempat berbiaknya berbagai jenis satwa liar dan tempat singgah serta berlindung jenis-jenis burung migran Kegiatan yang dapat dilaksanakan dalam zona Lainnya  Perlindungan dan pelestarian habitat dan populasi ikan;  Pariwisata dan rekreasi;  Penelitian dan pengembangan; dan  Pendidikan  Upacara adat Prioritas utama untuk Pembangunan 5 tahun kedepan 1. Prioritas Tingi:  Penegakan aturan tentang pengelolaan zona lainnya secara berkelanjutan  Perlindungan zona lainnya terhadap ancaman penebangan hutan untuk permukiman dan bahan bangunan 2. Prioritas Sedang:  Pemberian posisi kawasan konservasi dan zona lainnya pada kapal-kapal penangkap ikan agar tidak melakukan aktivitas pada zona dimaksud. 3. Prioritas Rendah:  Peningkatan kegiatan Penelitian dan pendidikan untuk meningkatkan kualitas dan kwantitas kawasan zona lain. Isu-isu perencanaan strategis 5 tahun ke depan  Kemampuan daya dukung kawasan dalam menerima tekanan pemanfaatan  Optimalisasi perlindungan habitat perikanan pelagis dalam upaya mendukung kelestarian sumberdaya ikan pelagis  Penguatan kapasitas SDM dan pengembangan infrastruktur dalam rangka mendukung pengembangan ekowisata Kebutuhan Pengendalian Ruang  Pembuatan zonasi detail ekowisata yang di dalamnya terdapat sub-zona ekowisata pancing ikan pelagisl dengan memperhatikan kepentingan perikanan tradisional dan jalur pelayaran  Penyusunan regulasi daerah pengelolaan ekowisata bahari  Sosialisasi perlindungan habitat perikanan pelagis dan pengawasan aktivitas perikanan destruktif Untuk mengurangi dampak pemanfaatan yang dilakukan manusia, praktek terbaik untuk kawasan lindung termasuk menetapkan kawasan inti dan penyangga sehingga ada kawasan yang secara terus-menerus memberikan sumbangsi sumberdaya bagi kawasan pemanfaatan Bajimaya 2006. Daerah penyangga dimaksudkan sebagai daerah di mana masyarakat dapat terlibat dengan pemanfaatan sumber daya alam dan menghasilkan pendapatan dari sumberdaya yang ada daripada harus mengakses area yang dilindungi zona inti itu sendiri Bajimaya 2006. Sementara maksud dari kawasan penyangga adalah untuk menjembatani konflik pemanfaatan sumber daya, seperti yang dilaporkan Straede dan Treue, 2006 di Nepal, bahwa terdapat konflik antara kebutuhan masyarakat lokal untuk memanfaatkan sumberdaya dengan kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan perlindungan. Studi lain menunjukkan bahwa, zona penyangga mengalami degradasi karena aktivitas yang berlebihan dari masyarakat dan terus- menerus merambat ke dalam kawasan lindung itu sendiri untuk memenuhi kebutuhan mereka Lynagh Urich 2002. 2 Sub-zona perlindungan rawan bencana Zona lainnya yang tidak dapat dikategorikan sebagai zona perlindungan maupun zona rehabilitasi, tetapi penting untuk ditetapkan ke dalam zona lainnya adalah kawasan rawan bencana karena berhubungan erat dengan perlindungan terhadap masyarakat dalam aktivitas penangkapan atau pelayaran dan sebagainya. Zona rawan gelombang musim barat berada pada bagian barat kawasan konservasi Aru Tenggara yang menyebar dari utara sampai selatan kawasan. Pada saat musim barat di saat angin muson barat laut dengan kecepatan rerata angin bulanan dapat mencapai 7 meterdetik menyebabkan terjadinya pergerakan massa air ke arah timur dan akibatnya sebagian wilayah pesisir pantai barat kawasan mengalami abrasi. Zona rawan gelombang musim barat di kawasan berada pada pulau Enu dan pulau Karang Gambar 87. Gambar 87 Pe ta z on a r awan b en can a m u sim t imur dan b ar at di k awasan k on se rvasi Ar u T en ggar a Zona rawan gelombang musim timur berada pada bagian timur dan selatan kawasan. Pada saat musim timur di saat angin muson tenggara dengan kecepatan rerata angin bulanan dapat mencapai 8 meterdetik. Tingginya kecepatan tiupan angin menyebabkan gelombang yang ditimbulkan akan semakin besar. Gelombang tersebut akan sangat berbahaya bila mendekati pantai. Pada saat musim timur, gelombang yang ditimbulkan oleh angin akan bergerak kearah barat laut hingga barat. Gelombang tersebut dapat menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan pesisir pantai abrasi dan juga pemukiman penduduk. Selain gelombang musim timur, pergerakan massa air akibat tiupan angin muson tenggara menyebabkan terjadinya arus pusar pada bagian tenggara hingga selatan kawasan akibat bentuk topografi perairan. Zona rawan gelombang musim timur dan arus pusar di kawasan konservasi berada pada 3 lokasi yaitu Pulau Enu, Pulau Karang dan kawasan antara P. Jeh dan P. Mar. Wilayah-wilayah rawan dan berpotensi bencana akibat gelombang musim barat musim timur adalah wilayah-wilayah pantai berpasir dan pulau-pulau kecil berdataran rendah yang secara langsung berhadapan dengan gelombang musim yang berkarakteristik tinggi dan memiliki energi yang cukup besar. Hantaman gelombang musim berisiko bencana tinggi dan berdampak terhadap ekosistem pantai, wisata pantai, kawasan konservasi dan kawasan strategis pulau-pulau kecil terluar serta berkurangnya luasan daratan terutama pada pulau-pulau kecil. Berkurangnya daratan pulau-pulau kecil terluar dapat menyebabkan hilangnya pulau-pulau kecil dan berdampak terhadap perubahan batas wilayah negara. Dengan melihat potensi dan resiko bencana yang ditimbulkan oleh gelombang musim barat maka perlu dilakukan perencanaan dan pembangunan untuk mengurangi potensi bencana yang ditimbulkan. Prioritas utama pembangunan yang dilakukan adalah perlindungan kawasan pantai, daratan pulau- pulau terluar, kawasan konservasi, pemukiman, dan wisata pantai. Adapaun isu- isu stragis pembangunan yang dilakukan untuk mengurangi dampak bencana yang ditimbulkan adalah pembentukan badan penyelenggara mitigasi, pembangunan bangunan peredam gelombang, rehabilitasi lahan pesisir penanaman vegetasi pantai dan mangrove, dan pengelolaan ekosistem kawasan Tabel 69. Tabel 69 Pernyataan maksud pengelolaan zona lainnya, sub-zona rawan bencana alam gelombang musim timur dan barat ZONA LAINNYA KAWASAN KONSERVASI ARU TENGGARA Posisi Geografis Lon X Lat Y KATEGORI KAWASAN LINDUNG ARAHAN PEMANFAATAN RUANG Zona Sub Zona LAINNYA Rawan Bencana Gelombang Musim RBgmbRBgmt 1 RBgmt 01 134° 40 52.82 E 7° 0 49.09 S 2 MBgmt 02 134° 30 53.81 E 6° 55 37.64 S 3 MBgmt 03 134° 30 56.81 E 7° 6 20.21 S 4 MBgmb 01 134° 46 0.84 E 6° 2 0.40 S Luas Total Sub Zona 268,24 km 2 Nilai-Nilai Utama Sub Zona - Ekosistem pantai - Kawasan perbatasan pulau-pulau terluar - Kawasan konservasi - Luas daratan Kegiatan yang dapat dilaksanakan dalam zona Lainnya - Penelitian dan pengembangan; dan - Upacara adat Prioritas utama untuk Pembangunan 5 tahun kedepan - Perlindungan pantai - Perlindungan daratan pulau-pulau terluar - Perlindungan kawasan konservasi Isu-isu perencanaan strategis 5 tahun kedepan - Pembentukan badan penyelenggara mitigasi - Pembangunan bangunan peredam gelombang - Rehabilitasi lahan pesisir penanaman vegetasi pantai dan mangrove - Pengelolaan ekosistem pesisir konservasi dan rehabilitasi terumbu karang Kebutuhan Pengendalian Ruang 1. Penyusunan peraturan perundangan Perda 2. Penyusunan peta rawan bencana dan peta resiko bencana 3. Pembentukan Badan mitigasi bencana pada tingkat kabupaten: a. Pembentukan Badan Mitigasi b. Sosialisasi c. Analisis dampak bencana terhadap lingkungan d. Pendidikan, penyuluhan dan penyadaran masyarakat e. Monitoring bencana 4. Penyediaan sarana prasarana: a. Penyediaan system peringatan dini pada setiap wilayah-wilayah berpotensi bencana b. Pembangunan bangunan peredam gelombang terutama pada wilayah-wilayah dekat pemukiman. 5. Rehabilitasi lahan pesisir: a. Penanaman vegetasi pantai di sekitar pesisir pantai timur Pulau Enu, Karang, Jeh dan Mar, Marjinjin, Penanaman bakau 6. Pengelolaan ekosistem pesisir a. Rehabilitasi Terumbu karang 3 Sub-zona rahabilitas ekosistem mangrove Mangrove merupakan sumber daya alam yang mempunyai berbagai fungsi sebagai habitat tempat berkembang biak dan berlindung bagi sumber daya hayati laut dan harus tetap dipelihara kelestariannya, namun dengan semakin meningkatnya kegiatan pembangunan dapat menimbulkan dampak terhadap kerusakan mangrove, oleh karena itu perlu dilakukan upaya pengendalian; salah satu upaya pengendalian untuk melindungi mangrove dari kerusakan adalah dengan mengetahui adanya tingkat kerusakan berdasarkan kriteria baku kerusakan yakni ukuran batas perubahan fisik dan atau hayati mangrove yang dapat ditenggang Kepmen LH No 201 tahun 2004. Ekosistem mangrove bagi masyarakat kawasan adalah merupakan tempat bagi ibu-ibu dan anak-anak untuk mencari kerang-kerangan, kepiting, ikan kecil pada saat air surut. Pemanfaatan ini hanya pada musim tertentu dimana para nelayan tidak dapat melaut karena gelombang yang besar. Selain itu kebanyakan dari masyarakat kawasan menebang pohon mangrove untuk dijadikan kayu jembatan, atau kayu rumah, karena kualitas kayu yang kuat serta mampu bertahan di laut bertahun-tahun lamanya. Hasil analisis kriteria penetapan peruntukan zona, maka hutan mangrove di seluruh kawasan ditetapkan sebagai kawasan lindung, namun demikian karena mangrove di beberapa pulau banyak dimanfaatkan masyarakat, maka perlu ditetapkan sebagai sub-zona rehabilitasi ekosistem supaya dapat memulihkan ekosistem ini dari ancaman degradasi ekosistem Tabel 70. Spesies mangrove yang berbeda memiliki sifat kayu yang berbeda, membuat beberapa pengguna tertentu merasa cocok memanfaatkannya FAO, 1994. Misalnya pohon dari famili Rhizophoraceae Rhizophora, Ceriops, Bruguiera yang keras, padat dan kaya akan tannin, sehingga dihargai untuk konstruksi, kayu bakar dan tanin, namun jenis kayu ini tidak cocok untuk perabot Ewel et al., 1998a. Bebera dokumen penelitian menjelaskan bahwa pemanenan kayu bakau dengan ukuran spesies, para penebang kayu bersedia mencari untuk digunakan dalam konstruksi dan memiliki nilai pasar lokal yang tinggi Hauff et al, 2006. Tabel 70 Pernyataan maksud pengelolaan zona lainnya, sub-zona rehabilitasi ekosistem mangrove ZONA LAINNYA KAWASAN KONSERVASI ARU TENGGARA Posisi Geografis Lon X Lat Y KATEGORI KAWASAN REHABILITASI ARAHAN PEMANFAATAN RUANG Zona Sub Zona LAINNYA Rehabilitasi Ekosistem Mangrove ZLRm 1 ZLRm-0 1 0,06 Km 2 134° 45 25.09 E 6° 51 17.97 S 2 ZLRm-0 2 2,85 Km 2 134° 30 19.85 E 6° 56 36.58 S 3 ZLRm-0 3 1,04 Km 2 134° 32 48.16 E 6° 54 34.43 S 4 ZLRm-0 4 1,20 Km 2 134° 39 44.96 E 6° 51 14.06 S 5 ZLRm-0 5 1,98 Km 2 134° 43 35.13 E 6° 52 20.88 S Luas Total Sub Zona 7,13 Km 2 Nilai-Nilai Utama Sub Zona  Habitat utama berbagai jenis hewan laut maupun darat primate, reptile dan burung  Habitat beberapa jenis hewan yang dilindungi, seperti: Burung Buaya  Merupakan tempat berbiaknya berbagai jenis satwa liar dan tempat singgah serta berlindung jenis-jenis burung migran  Habitat Kepiting Bakau Scylla seratta yang bernilai ekonomis  Perlindung pantai Kegiatan yang dapat dilaksanakan dalam zona Lainnya  Rehabilitasi Ekosistem;  Pariwisata dan rekreasi;  Penelitian dan pengembangan; dan  Pendidikan  Upacara adat Prioritas utama untuk Pembangunan 5 tahun kedepan  Revitalisasi aturan dan kebijakan pemerintah tentang fungsi lindung hutan mangrove  Rehabilitasi ekosistim mangrove  Ekowisata hutan mangrove Isu-isu perencanaan strategis 5 tahun kedepan 1. Prioritas Tingi:  Penegakan aturan tentang pengelolaan hutan mangrove secara berkelanjutan  Perlindungan hutan mangrove terhadap ancaman penebangan untuk permukiman dan bahan bangunan 2. Prioritas Sedang:  Rehabililitasi hutan mangrove yang rusak 3. Prioritas Rendah:  Pengembangan ekowisata hutan mangrove sebagai sumber mata pencaharian masyarakat lokal yang memiliki tingkat pendapatan rendah Kebutuhan Pengendalian Ruang 1. Kebutuhan non fisik dalam pengendalian ruang :  Penyusunan dan penetapan aturan konservasi hutan mangrove  Sosialisasi peran dan fungsi hutan mangrove  Pengaktifan lembaga-lembaga adat pada tingkat desa dalam pengendalian ruang  Pelatihan pengelolaan hutan mangrove lestari melalui penanaman hutan mangrove 2. Kebutuhan fisik dalam pengendalian ruang :  Pembuatan papan himbauan pelestarian mangrove  Pembibitan, replantasi dan reboisasi pada lokasi-lokasi kerusakan tinggi dan hutan mangrove sekunder  Pengembangan kegiatan ekonomi produktif untuk mendukung kegiatan ekowisata 4 Sub-zona rahabilitas ekosistem terumbu karang Terumbu karang memiliki beragam nilai, di antaranya nilai wisata bahari, nilai produksi dan nilai konservasi sebagai pendukung proses ekologis dan penyangga kehidupan di pesisir. Terumbu karang juga memiliki berbagai fungsi penting, yaitu sebagai tempat memijah, mencari makan dan daerah asuhan berbagai biota laut, sebagai sumber plasma nutfah, pelindung pantai dari abrasi dan bencana tsunami. Berdasarkan nilai dan fungsinya itu, maka terumbu karang menjadi salah satu ekosistem tropis yang dilindungi, serprti tertuang dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990, Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007, Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007, Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2008, Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 38 tahun 2004, serta Peraturan dan Surat Edaran Menteri lainnya. Akan tetapi fakta membuktikan berbagai aktivitas pembangunan dan pemanfaatan di pesisir dan pulau-pulau kecil, termasuk di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Kabupaten Kepulauan Aru telah berdampak pada rusaknya struktur fisik terumbu karang, sehingga telah mempengaruhi eksistensi serta berbagai nilai dan fungsi terumbu karang. Terumbu karang dalam hasil analisis kriteria peruntukan zona, memiliki nilai yang dapat dikategorikan sebagai zona kawasan lindung. Mengingat kawasan ekosistem terumbu karang pada 5 pulau biasanya diakses oleh masyarakat sebagai tempat potensial untuk penangkapan ikan, penyelaman serta kegiatan pengambilan batu untuk bahan bangunan, maka menjadi penting jika kawasan ekosistem terumbu karang pada kawasan ini ditetapkan sebagai kawasan zona lainnya, sub zona Rehabilitasi ekosistem terumbu karang. Dengan demikian seluruh ekosistem terumbu karang yang telah ditetapkan peruntukannya sebagai zona lindung kemudian dirubah menjadi Zona Rehabilitasi terumbu karang P. Kultubai Selatan ZRTk-01, Zona Rehabilitasi terumbu karang P. Jeh ZRTk-02, Zona Rehabilitasi terumbu karang P. Mar ZRTk-03, Zona Rehabilitasi terumbu karang P. Jeudin ZRTk-04, dan Zona Rehabilitasi terumbu karang P. Marjinjin ZRTk-05 Tabel 71. Tabel 71 Pernyataan maksud pengelolaan zona lainnya, sub zona rehabilitasi ekosistem terumbu karang ZONA LAINNYA KAWASAN KONSERVASI ARU TENGGARA Posisi Geografis Lon X Lat Y KATEGORI KAWASAN REHABILITASI ARAHAN PEMANFAATAN RUANG Zona Sub Zona LAINNYA ZL Rehabilitasi Ekosistem Terumbu karang ZLRTk 1 ZLRTk-0 1 2,0 Km 2 134° 45 24.73 E 6° 50 40.30 S 2 ZLRTk-0 2 1,99 Km 2 134° 29 18.45 E 6° 56 56.21 S 3 ZLRTk-0 3 5,0 Km 2 134° 33 07.70 E 6° 50 45.92 S 4 ZLRTk-0 4 6,53 Km 2 134° 35 49.00 E 6° 50 27.50 S 5 ZLRTk-0 5 5,05 Km 2 134° 40 49.61 E 6° 49 37.65 S Luas Total Sub Zona 20,57 Km 2 Nilai-Nilai Utama Sub Zona  Keanekaragam terumbu karang  Keanekaragam Ikan karang  Habitat beberapa jenis hewan yang dilindungi  Habitat sumberdaya yang bernilai ekonomis  Perlindung pantai Kegiatan yang dapat dilaksanakan dalam zona Lainnya  Rehabilitasi Ekosistem;  Pariwisata dan rekreasi;  Penelitian dan pengembangan; dan  Pendidikan  Upacara adat Prioritas utama untuk Pembangunan 5 tahun kedepan  Revitalisasi aturan dan kebijakan pemerintah tentang fungsi lindung terumbu karang  Rehabilitasi ekosistim terumbu karang  Ekowisata ekosistem terumbu karang Isu-isu perencanaan strategis 5 tahun kedepan 4. Prioritas Tingi:  Penegakan aturan tentang pengelolaan terumbu karang secara berkelanjutan  Perlindungan terumbu karang terhadap ancaman pengambilan karang untuk bahan bangunan serta kegiatan penangkapan destruktif lainnya 5. Prioritas Sedang:  Rehabililitasi terumbu karang yang rusak 6. Prioritas Rendah:  Pengembangan ekowisata terumbu karang sebagai sumber mata pencaharian masyarakat lokal yang memiliki tingkat pendapatan rendah Kebutuhan Pengendalian Ruang 3. Kebutuhan non fisik dalam pengendalian ruang :  Penyusunan dan penetapan aturan konservasi terumbu karang di kawasan  Sosialisasi peran dan fungsi terumbu karang  Pengaktifan lembaga-lembaga adat pada tingkat desa dalam pengendalian ruang  Pelatihan pengelolaan terumbu karang lestari melalui transplantasi karang 4. Kebutuhan fisik dalam pengendalian ruang :  Pembuatan papan himbauan pelestarian sumberdaya terumbu karang  Pembibitan, transplantasi pada lokasi-lokasi kerusakan tinggi  Pengembangan kegiatan ekonomi produktif untuk mendukung kegiatan ekowisata

8.3.5 Implikasi pengelolaan kawasan konservasi berbasis zonasi

Ekosistem kawasan telah mampu memberikan sumbangsi yang besar bagi keberlangsunagn hidup sumberdaya perikanan serta perekonomian masyarakat kawasan, melalui pelayanan barang maupun jasa dari ekosistem ini. Pelayanan barang dan jasa tersebut tidak kemudian menjadi jaminan bahwa ekosistem akan tetap terpelihara dari aktivitas pengguna yang memanfaatkan lanyanan tersebut, seperti halnya seorang mendapatkan pelayanan dari orang lain, maka orang yang menerima pelayanan tersebut akan sangat menghargai dan menghormati orang yang memberikan pelayanan. Justru yang terjadi pada ekosistem adalah, semakin pelayanan di berikan, maka semakin besar kemungkinan untuk penerima layanan mengambil keuntungan yang besar sehingga tidak memperdulikan keberadaan ekosistem, yang pada akhirnya terjadi kerusakan atau degradasi ekosistem kawasan. Salah satu cara untuk mengantisipasi kerusakan ekosistem kawasan, maka penrapan konservasi pada kawasan akan menjadi sangat penting. Paradigma konservasi saat ini telah mengalami perubahan paradigma, dimana kawasan yang dikonservasikan bukan saja untuk tujuan pemeliharaan sumberdaya dan ekosistem, namun demikian juga bertujuan bagi pembangunan aspek sosial, ekonomi dan budaya dari masyarakat kawasan. Cara untuk mencapai tujuan dari paradigma konservasi saat ini dengan ditetapkannya zonasi atau ruang peruntukan baik bagi kepentingan ekologi, sosial, maupun ekonomi, dengan tetap memperhatikan daya dukung dan daya tampung dari kawasan. Sistem zonasi yang diamanatka dalam Undang-undang maupun Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, mengisyaratkan agar langkah awal dalam menjalankan pengelolaan suatu kawasan konservasi, maka badan pengelola harus membuat rencana pengelolaan dan zonasi kawasan. Proses dari penyusunan rencana pengelolaan dan zonasi tersebut harus bersama-sama dengan masyarakat, mengakomudir kepentingan masyarakat, serta menjadikan masyarakat sebagai pelaksana dalam pengelolaan dan bukan sebagai penonton. Dengan demikian masyarakat akan merasa memiliki, dan pada akhirnya menjadikan komitmen kuat dalam masyarakat untuk mengelola kawasan dengan benar, dan pada gilirannya juga untuk kepentingan dan kemaslahatan masyarakat kawasan. Sejak ditetapkannya kawasan konservasi Aru Tenggara dengan status sebagai Cagar Alam Laut CAL, kawasan ini diproteksi bagi berbagai Aaktivitas pemanfaatan oleh masyarakat, akhirnya tanpa disadari, kegiatan pemanfaatan dilakukan secara sembunyi-sembunyi, bahkan cendrung meningkat sampai saat ini, karena bagi masyarakat, kawasan ini adalah hak kepemilikan tradisional mereka yang diambil oleh pemerintah, tanpa melalui persetujuan atau kesepakatan bersama dengan masyarakat. Disadari bahwa pada saat itu paradigma pengambilan keputusan banyak ditetapkan dari atas ke bawah, sehingga dengan mudah kawasan-kawasan tersebut ditetapkan, selanjutnya dibiarkan dan tidak terkelola dengan baik. Akibat pengelolaan yang tidak teratur, ibarat kawasan yang tidak bertuan, maka kegiatan pemanfaatan ilegal sering terjadi dan terus meningkat, baik yang dilakukan oleh masyarakat kawasan maupun orang dari luar kawasan. Dengan dikembalikan status pengelolaan kawasan kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan, maka status kawasan ini telah berubah menjadi Suaka Alam Perairan SAP. Perbedaanya dengan CAL adalah, kawasan SAP memberikan ruang yang cukup untuk pemanfaatan masyarakat tradisional melalui penetapan zonasi peruntukan. Dengan demikian ada ruang yang cukup bagi kepentingan penghidupan ekonomi masyarakat, maupun ruang peruntukan bagi perlindungan sumberdaya dan ekosistemnya. Untuk menjaga dan mengelola kawasan ini dengan benar, diperlukan rencana pengelolaan dan rencana zonasi yang baik untuk dapat mengarahkan pengelolaan kawasan demi pencapaian tujuan dari konservasi dimaksud. Semangat paradigma baru kawasan konservasi memerlukan dukungan dari berbagai pihak, termasuk di dalamnya dukungan pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten untuk turut berkontribusi dalam pengelolaan kawasan. Kawasan jangan hanya diperuntukan untuk peningkatan PAD tetapi juga harus memberikan jaminan terhadap keberlangsungan sumberdaya dan ekosistem sehingga dukungan kebijakan menjadi sangat penting dalam pengelolaan kawasan Gambar 88. ak te ristik m asyar ak at p er ik an an te m z on asi R = R ein forc in g d an s

8.4 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis model pengelolaan perikanan di kawasan konservasi Aru Tenggara berbasis zonasi, maka dapatlah disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1 Masyarakat kawasan konservasi Aru Tenggara telah memiliki sistem zonasi berbasis kearifan lokal, dimana pada kawasan darat ditemukan 3 zona peruntukan, sedangkan wilayah laut terdapat 10 zona peruntukan, yang selama ini dipakai dalam pemanfaatan dan pengelolaan kawasan. 2 Kolaborasi zonasi eksosistem dan zonasi berbasis kearifan lokal telah mendapatkan 4 zona utama di kawasan konservasi Aru Tenggara diantaranya zona inti, zona perikanan berkelanjutan, zona pemanfaatan dan zona lainnya. 3 Seluruh ekosistem di Pulau Enu dan Pulau Karang ditetapkan sebagai zona inti, sedangkan zona perikanan berkelanjutan ditetapkan pada kawasan ekosistem lamun dan ekosistem perairan terbuka di lima pulau lainnya. Zona pemanfaatn diperuntukan secara khusus bagi kegiatan ekowisata ekosistem dan ekowisata pancing, yang tersebar pada seluruh ekosistem di 5 pulau kecuali P. Enu dan P. Karang di kawasan konservasi Aru Tenggara, sedangkan zona lainya untuk kepentingan perlindungan dan ditetapkan khusus pada ekosistem pulau, ekosistem mangrove dan ekosistem terumbu karang, sedangkan zona rehabilitasi ditetapkan pada ekosistem yang mengalami kerusakan di 5 pulau. Untuk mengoptimalkan zonasi yang telah ditetapkan, maka diperlukan kebijakan-kebijakan pembangunan, baik oleh pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten yang pro terhadap pengembangan kawasan konservasi, sehingga pengelolaan semakin efektif.