Sistem zonasi kawasan konservasi

Selanjutnya pada ayat 12 dinyatakan bahwa Zonasi adalah suatu bentuk rekayasa teknik pemanfaatan ruang melalui penetapan batas-batas fungsional sesuai dengan potensi sumber daya dan daya dukung serta proses-proses ekologis yang berlangsung sebagai satu kesatuan dalam ekosistem pesisir. Sedangkan Rencana Zonasi adalah rencana yang menentukan arah penggunaan sumber daya tiap-tiap satuan perencanaan disertai dengan penetapan struktur dan pola ruang pada kawasan perencanaan yang memuat kegiatan yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan serta kegiatan yang hanya dapat dilakukan setelah memperoleh izin ayat 13. Perencanaan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 ayat 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007, terdiri atas: a Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang selanjutnya disebut RSWP3K; b Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang selanjutnya disebut RZWP3K; c Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang selanjutnya disebut RPWP3K; dan d Rencana Aksi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang selanjutnya disebut RAPWP3K. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor Per.02Men2009 Tentang Tata Cara Penetapan Kawasan Konservasi Perairan pasal 1 ayat 1 mendefinisikan kawasan konservasi perairan adalah kawasan perairan yang dilindungi, dikelola dengan sistem zonasi, untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya ikan dan lingkungannya secara berkelanjutan. Selanjutnya pada pasal 2 ayat 1, dimana pelaksanaan penetapan kawasan konservasi perairan dilaksanakan dengan tujuan: a Melindungi dan melestarikan sumber daya ikan serta tipe-tipe ekosistem penting di perairan untuk menjamin keberlanjutan fungsi ekologisnya; b Mewujudkan pemanfaatan sumber daya ikan dan ekosistem serta jasa lingkungannya secara berkelanjutan; c Melestarikan kearifan lokal dalam pengelolaan sumber daya ikan di dalam danatau di sekitar kawasan konservasi perairan dan d Meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan konservasi perairan. Sedangkan sasaran kawasan konservasi sendiri pada ayat 2 adalah pemanfaatan berkelanjutan sumber daya ikan dan ekosistemnya, serta jasa lingkungan yang ada didalamnya, dengan tetap menjaga kearifan lokal yang ada, sehingga dapat menjamin ketersediaan, kesinambungan dan peningkatan kualitas nilai serta keanekaragamannya, untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya di sekitar kawasan konservasi perairan. Penataan zonasi kawasan merupakan pembagian kawasan zona yang mencerminkan adanya suatu perlakuan tertentu di masing-masing zona tersebut. Penataan zonasi bertujuan untuk optimalisasi fungsi dan peruntukkan potensi sumber daya alam hayati dan ekosistem pada setiap bagian kawasan Sriyanto A, 1998. Aspek negatif dari suatu perencanaan zonasi yaitu kelihatan sangat kaku dalam menyederhanakan kompleksnya masalah konservasi. Hal yang tidak mudah dalam perencanaan zonasi adalah menentukan batas-batas di laut tetapi hal ini dapat ditunjukkan oleh titik terluar dari setiap kegiatan yang diatur dan dibatasi secara jelas untuk menegaskan batasnya Laffoley, 1995. Untuk memahami peranan zonasi dalam pengelolaan kawasan konservasi adalah dengan memahami fungsinya. Suatu kawasan yang dilindungi harus dapat menggambarkan tiga fungsi dasar yang biasanya dijelaskan ke dalam tiga peran Laffoley, 1995, yaitu peran konservasi konservasi terhadap genetik dan ekosistem, peran logistik partisipasi dalam penelitian dan monitoring, dan peran pembangunan kerjasama dengan masyarakat lokal di sekitar kawasan konservasi untuk mempromosikan bentuk pembangunan berkelanjutan yang cocok dengan tujuan konservasi. Lebih lanjut dijelaskan bahwa sistem zonasi yang digunakan dalam kawasan konservasi harus mengandung ketiga peranan tersebut, yang dijelaskan sebagai: zona inti core area, yaitu wilayah dengan tujuan utama konservasi; zona penyangga buffer zone, yaitu wilayah yang membatasi maksud dari pengelolaan; dan zona transisi transition area, yaitu wilayah kerjasama dengan masyarakat sekitar Gambar 3. Gambar 3 Zonasi kawasan konservasi Laffoley, 1995 Sedangkan sistem zonasi yang dimaksud dalam UU No. 5 Tahun 1990, terdiri dari zona inti dan zona pemanfaatan serta zona lain sesuai dengan keperluan. Zona lain yang sesuai dengan keperluan adalah zona rimba atau perlindungan, zona pemulihan, zona rehabilitasi, zona budaya, dan lain-lain, meliputi DEPHUT, 1995: 1. Zona Inti adalah kawasan dimana keadaan flora dan fauna atau keindahan khaliknya dan ekosistem mutlak untuk dilindungi dan tidak diperbolehkan adanya perubahan apapun oleh aktivitas manusia. 2. Zona Perlindungan adalah kawasan yang berfungsi sebagai peralihan, dimana dalam batas-batas tertentu proses alami tetap menjadi prioritas perlindungan dan pelestarian. 3. Zona Pemanfaatan adalah kawasan yang memiliki keanekaragaman dan keindahan flora dan fauna laut, maupun keindahan alamnya mempunyai corak khas untuk dimanfaatkan bagi pariwisata dan rekreasi alam. 4. Zona Penyangga merupakan kawasan pemanfaatan sumber daya alam secara tradisional untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari bagi masyarakat setempat dan merupakan daerah penahan gangguan dari luar terhadap kawasan taman nasional. 5. Zona Lainnya adalah kawasan yang ditetapkan sesuai dengan kepentingannya, seperti: zona pemulihan adalah kawasan untuk kepentingan pemulihan habitat atau ekosistem dan populasi hidupan liar, zona rehabilitasi adalah kawasan yang pernah rusak akibat sesuatu hal dan dapat dilakukan kegiatan pemulihan untuk dikembalikan ke zona yang sesuai dengan peruntukkannya, dan zona kultural-budaya merupakan suatu wilayah yang di dalamnya terdapat tempat perkembangan sejarah budaya manusia. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor Per.30Men2010 Tentang Rencana Pengelolaan dan Zonasi Kawasan Konservasi Perairan Pasal 9 ayat 1 menetapkan zonasi dalam kawasan konservasi perairan terdiri dari: a Zona Inti; b Zona Perikanan Berkelanjutan; c Zona Pemanfaatan; danatau d Zona Lainnya. Zona kawasan konservasi perairan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan penataan berdasarkan fungsi dengan mempertimbangkan potensi sumber daya, daya dukung, dan proses-proses ekologis. Zona Inti sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a harus dimiliki setiap kawasan konservasi perairan dengan luasan paling sedikit 2 dua persen dari luas kawasan. Selanjutnya dikatakan bahwa setiap kawasan konservasi perairan dapat memiliki satu atau lebih zona sesuai dengan luasan karakter fisik, bio-ekologis, kondisi sosial, ekonomi, dan budaya. Zona Inti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat 1 huruf a ditetapkan dengan kriteria: a Merupakan daerah pemijahan, pengasuhan danatau alur ruaya ikan; b Merupakan habitat biota perairan tertentu yang prioritas dan khasendemik, langka danatau kharismatik; c Mempunyai keanekaragaman jenis biota perairan beserta ekosistemnya; d Mempunyai ciri khas ekosistem alami, dan mewakili keberadaan biota tertentu yang masih asli; e Mempunyai kondisi perairan yang relatif masih asli dan tidak atau belum diganggu manusia; f Mempunyai luasan yang cukup untuk menjamin kelangsungan hidup jenis- jenis ikan tertentu untuk menunjang pengelolaan perikanan yang efektif dan menjamin berlangsungnya proses bio-ekologis secara alami; dan g Mempunyai ciri khas sebagai sumber plasma nutfah bagi Kawasan Konservasi Perairan. Zona Perikanan Berkelanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat 1 huruf b ditetapkan dengan kriteria: a Memiliki nilai konservasi, tetapi dapat bertoleransi dengan pemanfaatan budidaya ramah lingkungan dan penangkapan ikan dengan alat dan cara yang ramah lingkungan; b Mempunyai karakteristik ekosistem yang memungkinkan untuk berbagai pemanfaatan ramah lingkungan dan mendukung perikanan berkelanjutan; c Mempunyai keanekaragaman jenis biota perairan beserta ekosistemnya; d Mempunyai kondisi perairan yang relatif masih baik untuk mendukung kegiatan multifungsi dengan tidak merusak ekosistem aslinya; e Mempunyai luasan yang cukup untuk menjamin pengelolaan budidaya ramah lingkungan, perikanan tangkap berkelanjutan, dan kegiatan sosial ekonomi dan budaya masyarakat; dan f Mempunyai karakteristik potensi dan keterwakilan biota perairan bernilai ekonomi. Zona Pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat 1 huruf c ditetapkan dengan kriteria: a Mempunyai daya tarik pariwisata alam berupa biota perairan beserta ekosistem perairan yang indah dan unik; b Mempunyai luasan yang cukup untuk menjamin kelestarian potensial dan daya tarik untuk dimanfaatkan bagi pariwisata dan rekreasi; c Mempunyai karakter objek penelitian dan pendidikan yang mendukung kepentingan konservasi; dan d Mempunyai kondisi perairan yang relatif masih baik untuk berbagai kegiatan pemanfaatan dengan tidak merusak ekosistem aslinya. Zona lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat 1 huruf d merupakan zona di luar Zona Inti, Zona Perikanan Berkelanjutan, dan Zona Pemanfaatan yang karena fungsi dan kondisinya ditetapkan sebagai zona tertentu. Zona tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat berupa antara lain zona perlindungan dan zona rehabilitasi. Pada pasal 14 dijelaskan bahwa Zona Inti dalam kawasan konservasi perairan diperuntukkan bagi: a Perlindungan mutlak habitat dan populasi ikan; b Penelitian; dan c Pendidikan. Zona Perikanan Berkelanjutan dalam kawasan konservasi perairan diperuntukkan bagi: a Perlindungan habitat dan populasi ikan; b Penangkapan ikan dengan alat dan cara yang ramah lingkungan; c Budidaya ramah lingkungan; d Pariwisata dan rekreasi; e Penelitian dan pengembangan; dan f Pendidikan. Zona Pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat 1 huruf c diperuntukkan bagi: a Perlindungan dan pelestarian habitat dan populasi ikan; b Pariwisata dan rekreasi; c Penelitian dan pengembangan; dan d Pendidikan. 2.2 Pulau Kecil Pulau-pulau kecil atau gugusan pulau-pulau kecil adalah kumpulan pulau- pulau yang secara fungsional saling berinteraksi. Dari sisi ekologis sumber daya pulau-pulau kecil adalah bagian dari sumber daya nasional yang meliputi seluruh sumber daya alam yang terdiri dari semua jenis sumber daya alam dapat pulih maupun tidak dapat pulih serta jasa lingkungan yang membentuk ekosistem pulau-pulau dan gugusan pulau-pulau kecil.

2.2.1 Batasan dan karakteristik pulau-pulau kecil

Pulau-pulau kecil dalam Pedoman Umum Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil yang berkelanjutan dan berbasis masyarakat Kepmen No. 41 tahun 2000 didefinisikan sebagai kumpulan pulau-pulau yang secara fungsional saling berinteraksi dari sisi ekologis, ekonomi, sosial, dan budaya, baik secara individual maupun secara sinergis dapat meningkatkan skala ekonomi dari pengelolaan sumber dayanya. Sesuai pedoman itu, batasan dan karakteristik pulau-pulau kecil sebagai berikut: 1 Pulau yang secara operasional ukuran luasnya kurang atau sama dengan 2.000 km 2 . 2 Secara ekologis terpisah dari pulau induknya mainland island, memiliki batas fisik yang jelas, dan terpencil dari habitat pulau induk sehingga bersifat insular. 3 Mempunyai sejumlah besar jenis endemik dan keanekaragaman yang tipikal dan bernilai tinggi. 4 Daerah tangkapan air catchment area relatif kecil sehingga sebagian besar aliran air permukaan dan sedimen masuk ke laut. 5 Dari segi sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat pulau-pulau kecil bersifat khas dibandingkan dengan pulau induknya. Secara umum pulau kecil memiliki karakteristik biogeofisik yang menonjol sebagai berikut Bengen, 2002: 1 Terpisah dari habitat pulau induk mailand island, sehingga bersifat insular. 2 Memiliki sumber daya air tawar yang terbatas baik air permukaan maupun air tanah, dengan daerah tangkapan airnya relatif kecil sehingga sebagian besar aliran air permukaan dan sedimen masuk ke laut. 3 Peka dan rentan terhadap pengaruh eksternal baik alami maupun akibat kegiatan manusia, misalnya badai dan gelombang besar, serta pencemaran. 4 Memiliki jumlah jenis endemik yang bernilai ekologis tinggi. Area perairannya lebih luas dari area daratannya dan relatif terisolasi dari daratan utamanya benua atau pulau besar. 5 Tidak mempunyai hinterland yang jauh dari pantai. Dari sudut pertahanan dan keamanan, pulau-pulau kecil terutama di perbatasan memiliki arti penting sebagai pintu gerbang keluar masuknya aliran orang dan barang, misalnya di Sabang, Sebatik dan Batam yang juga rawan terhadap penyelundupan barang-barang ilegal, narkotika, senjata dan obat-obat terlarang. Terdapat 92 buah pulau kecil di perbatasan NKRI dengan negara lain yang berarti bahwa pulau-pulau kecil tersebut memiliki arti penting sebagai garda depan dalam menjaga dan melindungi keutuhan NKRI. Wilayah pulau-pulau kecil memiliki peluang yang besar untuk dikembangkan sebagai wilayah bisnis potensial yang berbasis pada sumber daya resource based industry seperti industri perikanan, pariwisata, jasa transportasi, industri olahan dan industri-industri lainnya yang ramah lingkungan. Di samping itu, pulau-pulau kecil juga dapat dimanfaatkan dan dikembangkan sebagai pendukung pertumbuhan wilayah. Secara ekologis, ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil berfungsi sebagai pengatur iklim global, siklus hidrologi dan bio-geokimia, penyerap limbah, sumber plasma nutfah, sumber energi alternatif, dan sistem penunjang kehidupan lainnya. Hal ini terkait dengan potensikarakteristik penting pulau-pulau kecil, yang merupakan habitat dan ekosistem terumbu karang, lamun dan mangrove yang menyediakan barang ikan, minyak, mineral dan jasa lingkungan penahan ombak, wisata bahari bagi masyarakat. Karakteristik masyarakat pulau-pulau kecil dipengaruhi oleh eksistensi sumber daya dan lingkungannya. Masyarakat lingkungan pulau-pulau kecil cenderung hidup terpinggirkan karena perhatian pemerintah yang masih sangat terbatas. Untuk itulah ditemukan karakter masyarakat yang cenderung bekerjasama dalam berbagai hal untuk mendukung pemenuhan kebutuhannya.

2.2.2 Kebijakan tentang pengelolaan pulau-pulau kecil dan wilayah perairan sekitarnya

Implementasi pengelolaan pulau-pulau kecil haruslah didasari atas kebijakan-kebijakan yang memperhatikan kelestarian fungsi ekologi, sosial, ekonomi maupun budaya dari lingkungan pulau kecil dimaksud. Adapun kebijakan pemerintah dalam pengelolaan pulau kecil sebagai berikut: