Kebijakan tentang pengelolaan pulau-pulau kecil dan wilayah perairan sekitarnya

1 Pengelolaan pulau-pulau kecil dan wilayah perairan disekitarnya harus mempertimbangkan: a Keseimbanganstabilitas lingkungan; b Keterpaduan kegiatan antara wilayah darat dan laut sebagai satu kesatuan ekosistem; c Efisiensi pemanfaatan sumber daya; d Protokol keamanan yang didasarkan pada penilaian harga sumber daya sesuai dengan prinsip; e Ekonomi lingkungan; f Peraturan-peraturan dan konvensi internasional terutama yang menyangkut tata batas perairan; g Internasional. 2 Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan KabupatenKota harus menjamin bahwa pantai dan perairan pulau-pulau kecil merupakan akses yang terbuka bagi masyarakat. 3 Pengelolaan ekosistem pulau-pulau kecil perlu dilakukan secara menyeluruh berdasarkan satu kesatuan gugusan pulau-pulau dan atau keterkaitan pulau tersebut dengan ekosistem pulau besar. 4 Kegiatan pengelolaan pulau-pulau kecil yang berbasis masyarakat harus memperhatikan adat, norma danatau sosial budaya serta kepentingan masyarakat setempat. 5 Pengelolaan pulau-pulau kecil oleh pihak ketiga dengan tujuan observasi, penelitian dan kompilasi dataspesimen untuk keperluan pengembangan iptek, wajib melibatkan lembagainstansi terkait setempat danatau pakar dibidangnya. Data, informasi, hasil dari penelitian tersebut, dan Hak Atas Kekayaan Intelektual HAKI menjadi milik pihak-pihak yang terlibat. 6 Pulau-pulau yang telah ditetapkan sebagai kawasan konservasi menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990, kawasan otorita, kawasan tertentu khususnya tempat latihan militer dan pangkalan militer, tidak termasuk di dalam pedoman umum pengelolaan pulau-pulau kecil. 7 Gosong, atoll, dan pulau kecil yang menjadi titik pangkal base point pengukuran wilayah perairan Indonesia hanya dapat dikembangkan sebagai kawasan konservasi. Penggunaan terbatas pulau kecil tersebut hanya diperkenankan apabila sebelumnya telah dimanfaatkan masyarakat sebagai permukiman. 8 Pengelolaan pulau-pulau kecil dengan luas kurang atau sama dengan 2.000 km 2 hanya dapat digunakan untuk kepentingan sebagai berikut: a Konservasi b Budidaya laut mariculture c Kepariwisataan d Usaha penangkapan dan industri perikanan secara lestari e Pertanian organik dan peternakan skala rumah tangga f Industri teknologi tinggi non ekstraktif g Pendidikan dan penelitian h Industri manufaktur dan pengolahan sepanjang tidak merusak ekosistem dan daya dukung lingkungan. 9 Pengecualian dari butir 8 tersebut di atas hanya untuk kegiatan yang telah dilakukan masyarakat penghuni pulau-pulau kecil sebelum pedoman umum ini dikeluarkan, sepanjang tidak mengakibatkan degradasi lingkungan dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 10 Kegiatan pemanfaatan sumber daya pulau-pulau kecil yang menimbulkan dampak penting lingkungan tidak diizinkan. 11 Kegiatan pengelolaan pulau kecil untuk usaha industri manufaktur dan industri pengolahan hanya dapat dilakukan di pulau kecil dengan luas lebih besar dari 2.000 km 2 ; dengan persyaratan pengelolaan lingkungan yang sangat ketat, dengan memperhatikan kemampuan sistem tata air setempat, menggunakan teknologi ramah lingkungan, serta tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 12 Kegiatan pengelolaan pulau-pulau kecil yang diarahkan untuk kegiatan kepariwisataan harus memperhatikan persyaratan pengelolaan lingkungan yang ketat, sebagaimana tersebut dalam pasal 6 dan pasal 21 Undang- Undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan. 13 Pengelolaan pulau-pulau kecil yang dilakukan oleh pihak ketiga harus memberdayakan masyarakat lokal, baik dalam bentuk penyertaan saham maupun kemitraan lainnya secara aktif dan memberikan keleluasaan aksesibilitas terhadap pulau-pulau kecil tersebut. 14 Setiap kerjasama dengan pihak luar negeri dalam pengelolaan pulau-pulau kecil harus berdasarkan kepentingan nasional. 15 Jangka waktu pengelolaan pulau-pulau kecil disesuaikan dengan tujuan pengelolaan yang pelaksanaannya akan diatur dalam keputusan tersendiri.

2.2.3 Faktor penentu pembangunan pulau kecil

Indonesia merupakan negara kepulauan archipelago state terbesar di dunia. Namun pulau-pulau kecil yang dimiliki Indonesia kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah, terlebih pulau-pulau kecil yang berbatasan langsung dengan negara tetangga. Jika berhasil dikembangkan secara optimal dan berkelanjutan, pulau-pulau kecil ini bukan saja menjadi sumber pertumbuhan baru, juga mengurangi kesenjangan pembangunan antar wilayah dan kelompok sosial. Sementara itu, pembangunan pulau-pulau kecil dihadapkan pada permasalahan akibat karakteristik pulau tersebut. Beberapa permasalahan pembangunan pulau- pulau kecil Kusumastanto, 2004, yaitu: 1 Ukuran yang kecil dan terisolasi keterasingan menyebabkan penyediaan prasarana dan sarana menjadi sangat mahal. Luas pulau kecil itu bukan suatu kelemahan jika barang dan jasa yang diproduksi dan dikonsumsi oleh penghuninya tersedia di pulau yang dimaksud. Akan tetapi, begitu jumlah penduduk meningkat secara drastis, diperlukan barang dan jasa dari pasar yang jauh dari pulau itu. Ini berarti mahal. 2 Kesukaran atau ketidakmampuan untuk mencapai skala ekonomi yang optimal dan menguntungkan dalam hal administrasi, usaha produksi, dan transportasi. Hal ini turut menghambat pembangunan hampir semua pulau kecil di dunia. 3 Ketersediaan sumber daya alam dan jasa-jasa lingkungan, seperti air tawar, vegetasi, tanah, ekosistem pesisir, dan satwa liar pada gilirannya menentukan daya dukung carrying capacity sistem pulau kecil, menopang kehidupan manusia dan segenap kegiatan pembangunan. 4 Produktivitas sumber daya alam dan jasa-jasa lingkungan seperti pengendalian erosi yang terdapat di setiap unit ruang lokasi di dalam pulau dan yang terdapat di sekitar pulau seperti ekosistem terumbu karang dan perairan pesisir saling terkait satu sama lain secara erat. Oleh karena itu, keberhasilan usaha pertanian, perkebunan dan kehutanan di lahan darat suatu pulau, jika tidak dikelola sesuai prinsip ekologis, dapat merusakmematikan industri perikanan pantai dan pariwisata bahari di sekitar pulau tersebut. 5 Budaya lokal kepulauan kadang kala bertentangan dengan kegiatan pembangunan. Contohnya, di beberapa pulau kecil budaya yang dibawa oleh wisatawan asing dianggap tidak sesuai dengan adat atau agama setempat. Ini menjadi kendala tersendiri. Selain dihadapkan pada masalah karakteristik, pulau-pulau kecil memiliki peluang ekonomi yang terbatas khususnya skala ekonomi economics of scale. Agar kegiatan ekonomi di pulau-pulau kecil mendapatkan skalanya yang sesuai maka pengembangan sektor perdagangan sangat diperlukan, walaupun tergantung pula kepada infrastruktur yang ada di pulau-pulau kecil tersebut. Adapun kegiatan ekonomi yang memungkinkan untuk dilakukan di pulau-pulau kecil adalah kegiatan ekonomi yang terspesialisasi sesuai dengan sumber daya yang tersedia. Dalam beberapa hal, specialized economy seperti yang terjadi untuk pulau- pulau kecil berdampak positif, khususnya yang terkait dengan konsep skala ekonomi. Dengan keanekaragaman spesialisasi ekonomi sebuah pulau kecil, maka semakin meningkat pula tingkat ketahanan ekonomi dari pulau tersebut dari faktor eksternal sepanjang pengelolaan kegiatan ekonomi tersebut memperhitungkan tingkat daya dukung pulau secara umum Hein, 1990., dalam Adrianto, 2004. Menurut Briguglio 1995, ada beberapa hal yang menjadi ciri keterbatasan ekonomi wilayah pulau-pulau kecil terkait dengan ukuran fisik smallness, yaitu: 1 Terbatasnya sumber daya alam dan ketergantungan terhadap komponen impor yang tinggi. 2 Terbatasnya substitusi impor bagi ekonomi pulau. 3 Kecilnya pasar domestik dan ketergantungan terhadap ekspor untuk menggerakkan ekonomi pulau. 4 Ketergantungan terhadap produk-produk dengan tingkat spesialisasi tinggi. 5 Terbatasnya kemampuan untuk mempengaruhi harga lokal.