Kebijakan nasional pembangunan perikanan
pembudidaya, pemasar ikan dan pengolah hasil laut, serta masyarakat pesisir lainnya.
Direktorat konservasi dan taman nasional laut, sebagai bagian dari direktorat jenderal kelautan, pesisir dan pulau-pulau kecil yang mengemban Misi
mengembangkan konservasi sumber daya ikan dan lingkungannya. melalui upaya perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan yang berkelanjutan pada tingkat
ekosistem, jenis dan genetik tersebut, menetapkan strategi pengelolaan konservasi sumber daya ikan dan lingkungannya dengan melakukan pengelolaan dan
pengembangan konservasi sumber daya alam dan lingkungan. Sedangkan sasarannya adalah: 1 terwujudnya pengembangan kawasan konseravsi perairan
seluas 3,5 juta hektar; 2 terlaksananya pengembangan konservasi jenis dan genetic di tiga wilayah biogeografi, sebanyak 4 jenis; 3 terlaksananya
rehabilitasi ekosistem sumber daya ikan dan lingkungannya di 8 provinsi, 15 kabupaten dan 21 lokasi; 4 pengembangan unit pelaksana teknis UPT
konservasi sumber daya ikan, sebanyak 2 UPT; 5 terlaksananya peningkatan kapasitas sumber daya manusia konservasi sumber daya ikan sebanyak 250 orang;
dan 6 tersusunnya peraturan, pedoman standar dan norma tentang konservasi sumber daya ikan sebanyak 18 dokumen. Kegiatan pokok direktorat konservasi,
antara lain: pengembangan konservasi kawasan perairan; pengembangan konservasi jenis dan genetik; rehabilitasi sumber daya ikan dan lingkungannya;
dan pengembangan kelembagaan, kapasitas sumber daya manusia dan peraturan. Strategi pengembangan kawasan konservasi perairan yang dilakukan
antara lain : 1 perluasan kawasan konservasi laut, dengan target 10 sepuluh juta hektar pada tahun 2010 dan 20 dua puluh juta hektar pada tahun 2010; 2
replikasi kawasan; 3 kawasan representasi; 4 melakukan pendekatan ilmiah, termasuk: eco-regional, resilient, and resistant principles; 5 memantapkan
jaringan global dan kerjasama dalam pengelolaan KKP; 6 implementasi kolaborasi pengelolaan dalam kerjasama antar pemerintah, masyarakat dan
organisasi non pemerintah LSM; 7 penguatan pengelolaan KKP melalui program pengembangan kapasitas capacity building; 8 Pengembangan
mekanisme pendanaan, serta berbagai kegiatan pembinaan dan pengembangan masyarakat dalam pengelolaan kawasan konservasi secara berkelanjutan. Untuk
menjembatani Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran strategis pembangunan perikanan di kawasan konservasi perairan maka rumusan kebijakan dan rincian program serta
kegiatan implementasi akan dijabarkan berdasarkan bidang. 1 Kebijakan yang diamanatkan dalam Undang-Undang dan Peraturan
Pemerintah serta Keputusan Menteri. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya
Alam Hayati dan Ekosistemnya. Undang-undang ini mengatur semua aspek yang berkaitan dengan konservasi, baik ruang maupun sumber daya alamnya,
sebagaimana ditegaskan dalam bagian penjelasan-nya, bahwa undang-undang ini bertujuan untuk mengatur perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan
keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya agar dapat
menjamin pemanfaatannya bagi kesejahteraan masyarakat dan peningkatan mutu kehidupan manusia. Pasal 1 angka 7 menyatakan bahwa satwa liar adalah semua
binatang yang hidup di darat dan atau di air, dan atau di udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang dipelihara oleh
manusia. Pengertian konservasi menurut undang-undang ini adalah pengelolaan
sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan
meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya. Konservasi dilakukan melalui kegiatan : a perlindungan sistem penyangga kehidupan ; b pengawetan
keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya; dan c pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya Pasal 5.
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan memuat ketentuan mengenai konservasi di kawasan hutan. Pasal 1 angka 2 undang-undang ini
menyatakan bahwa yang dimaksud dengan hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi
pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Selanjutnya Pasal 7 menyatakan bahwa hutan konservasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat 2 huruf a terdiri dari: a kawasan hutan suaka alam, b kawasan hutan pelestarian alam, dan c taman buru.
Walaupun ketentuan konservasi ini masih berorientasi daratan namun prinsip-prinsip pengaturan mengenai konservasi secara analogi dimungkinkan
untuk diterapkan pada kawasan konservasi di perairan, khususnya untuk memberikan perlindungan hukum terhadap ekosistem yang menjadi habitat satwa
langka. Sepanjang berkaitan dengan pengelolaan kawasan konservasi sebagai
suatu kesatuan ekosistem, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan mengatur penetapan status hukum kawasan lautnya. Secara khusus
undang-undang ini memberikan wewenang kepada Menteri untuk menetapkan status suatu bagian laut tertentu sebagai kawasan Suaka Alam Perairan, Taman
Nasional Perairan, Taman Wisata Perairan, atau Suaka Perikanan. Penetapan status kawasan-kawasan laut tersebut bertujuan untuk melindungi dan
melestarikan sumber-sumber kekayaan alam hayati dan ekosistemnya. Pasal 7 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan
menyatakan bahwa dalam rangka mendukung kebijakan pengelolaan sumber daya ikan, Menteri menetapkan: n
…..; o rehabilitasi dan peningkatan sumber daya ikan serta lingkungannya; p
…..; q suaka perikanan; r …; s…; dan t jenis ikan yang dilindungi. Pasal 7 ayat 5, Menteri menetapkan jenis ikan dan
kawasan perairan yang masing-masing dilindungi, termasuk taman nasional laut, untuk kepentingan ilmu pengetahuan, kebudayaan, pariwisata, danatau
kelestarian sumber daya ikan danatau lingkungannya. Penjelasan Pasal 7 ayat 5: y
ang dimaksud dengan “jenis ikan” adalah: Pisces ikan bersirip; Crustacea udang, rajungan, kepiting , dan sebangsanya; Mollusca kerang, tiram, cumi-
cumi, gurita, siput, dan sebangsanya; Coelenterata ubur-ubur dan sebangsanya; Echinodermata
taripang, bulu babi dan sebangsanya; Amphibia kodok dan sebangsanya; buaya, penyu, kura-kura, biawak, ular air dan sebangsanya;
Mammalia paus, lumba-lumba, pesut, duyung dan sebangsanya; Algae rumput
laut dan tumbuhan lain yang hidupnya di dalam air; dan biota perairan lainnya yang ada kaitannya dengan jenis-jenis tersebut di atas, semuanya termasuk
bagian-bagian dan ikan yang dilindungi.
Selanjutnya Pasal 13 ayat 1 menyatakan bahwa dalam rangka pengelolaan sumber daya ikan, dilakukan upaya konservasi ekosistem, konservasi
jenis ikan, dan konservasi genetika ikan. Selanjutnya Pasal 14 ayat 1 menyatakan bahwa pemerintah mengatur danatau mengembangkan pemanfaatan
plasma nutfah yang berkaitan dengan sumber daya ikan dalam rangka pelestarian ekosistem dan pemuliaan sumber daya ikan. Pasal 14 ayat 2, setiap orang wajib
melestarikan plasma nutfah yang berkaitan dengan sumber daya ikan. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
Pasal 18 ayat 1 menyatakan bahwa daerah yang memiliki wilayah laut diberikan kewenangan untuk mengelola sumber daya di wilayah laut. Selanjutnya Pasal 18
ayat 3 menyatakan bahwa kewenangan daerah untuk mengelola sumber daya di wilayah laut sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputi eksplorasi, eksploitasi,
konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut, pengaturan administratif, pengaturan tata ruang, penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh daerah
atau yang dilimpahkan kewenangannya oleh pemerintah; ikut serta dalam pemeliharaan keamanan dan ikut serta dalam pertahanan kedaulatan negara.
Nomenklatur kawasan sebagaimana termuat di dalam Undang-Undang Perikanan Nomor 31 Tahun 2004. Sepanjang menyangkut urusan kelautan dan
perikanan, Menteri Kelautan dan Perikanan berwenang untuk menetapkan perairan tertentu sebagai Kawasan Suaka Alam Perairan, Taman Nasional
Perairan, Taman Wisata Perairan, atau Suaka Perikanan Pasal 7 ayat 1 dan penjelasan Pasal 13 ayat 1. Dalam hal ini Kawasan Suaka Alam Perairan dan
Suaka Perikanan identik dengan Kawasan Suaka Alam sebagaimana yang dimaksud oleh Pasal 6 Peraturan Pemerintah. Selanjutnya, pengertian Taman
Nasional Perairan dan Taman Wisata Perairan di dalam Undang-Undang Perikanan identik dengan Kawasan Pelestarian Alam sebagaimana yang dimaksud
oleh Pasal 30 Peraturan Pemerintah. Kerjasama internasional dalam konservasi sangat diperlukan terutama
untuk mencegah kepunahan atau terancamnya jenis dan ekosistem dari kepunahan yang disebabkan oleh pengelolaan dan pemanfaatan yang tidak berkelanjutan.
Beberapa konvensi internasional terkait dengan konservasi yang mengikat secara hukum diantaranya adalah CITES, Ramsar dan CBD. Indonesia telah meratifikasi
Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Flora and Fauna
CITES yang ditandatangani di Washington, D.C. tahun 1973 dan telah berlaku secara efektif sejak tahun 1975. Konvensi tersebut telah menjadi hukum
nasional melalui ratifikasi dengan Keputusan Presiden Nomor 43 tahun 1978. Selanjutnya
ketentuan CITES
merupakan kewajiban
bersama dalam
pelaksanaannya namun harus didasari oleh peraturan perundang-undangan nasional yang mewadahi. Dalam article VIII CITES disebutkan bahwa setiap
negara anggota konvensi wajib mempunyai legislasi nasional peraturan perundang-undangan yang mewadahi untuk pelaksanaan CITES dengan efektif,
yang dapat memberikan mandat kepada setiap negara anggota untuk 1 menunjuk satu atau lebih otoritas pengelola management authorities yang berkompeten
untuk menerbitkan izin atau sertifikat atas nama negara, dan satu atau lebih otoritas keilmuan scientific authorities untuk memberikan pendapatnasihat
kepada otoritas pengelola; 2 dapat melarang semua kegiatan yang melanggar ketentuan konvensi terkait dengan jenis-jenis yang termasuk dalam appendix; 3
dapat menghukum pelanggaran-pelanggaran tersebut; dan 4 dapat melakukan penyitaan terhadap specimen yang terlibat di dalam pelanggaran. Keempat
prasyarat tersebut harus dapat dipenuhi oleh legislasi yang ada, jika tidak maka CITES dapat memberikan sanksi berupa “isolasi” atau embargo perdagangan
jenis-jenis yang masuk kontrol CITES. Konvensi lain yang terkait dengan konservasi adalah Konvensi tentang
Keanekaragaman Hayati atau Convention on Biological Diversity CBD, yang mengatur tentang konservasi keanekaragaman hayati, pemanfaatan yang
berkelanjutan dari keanekaragaman hayati serta pembagian yang adil terhadap pemanfaatan genetik.
2 Program dan kegiatan pembangunan perikanan Ditemukan sebanyak 48 programkegiatan yang ditetapkan pemerintah pusat
dalam pembangunan perikanan di Indonesia Tabel 30. Kegiatan-kegiatan ini dirincikan berdasarkan 9 bidang yakni bidang perikanan tangkap 6
programkegiatan; perikanan budidaya 5 programkegiatan; pengawasan SDA 3 programkegiatan; rehabilitas dan konservasi SDA 9 programkegiatan;
hukum, sosial dan ekonomi 3 programkegiatan; kelembagaan dan ekonomi 5
programkegiatan; kualitas produk dan pemasaran 5 programkegiatan; sistem informasi 2 programkegiatan; penelitian dan pengembangan 5 program
kegiatan; dan bidang pulau-pulau kecil perbatasan 5 programkegiatan.
Tabel 30 Kebijakan nasional pembangunan perikanan
No Bidang
KebijakanProgramKegiatan 1 Peningkatan usaha perikanan skala kecil;
2 Peningkatan mutu, nilai tambah dan pengembangan produk hasil perikanan; 3 Pengembangan pelabuhan perikanan dan kapal perikanan;
4 Revitalisasi industri pengolahan hasil perikanan; 5 Pengembangan kerja sama regional dan internasional;
6 Peningkatan tata pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan 1 Peningkatan mutu, nilai tambah dan pengembangan produk hasil perikanan;
2 Pengembangan kawasan budidaya laut, air payau dan air tawar; 3 Pengembangan sistem pembenihan, produksi, usaha pengelolaan kesehatan ikan;
4 Pengembangan kerja sama regional dan internasional; 5 Rehabilitasi sumber daya kawasan budidaya.
1 Peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengawasan 2 Pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan;
3 Pengawasan dan pengelolaan ekosistem dan jasa kelautan. 1 Pengelolaan dan pengembangan konservasi laut serta rehabilitasi ekosistem
2 Penataan ruang laut, pesisir dan pulau-pulau kecil; 3 Pemeliharaan dan peningkatan pengelolaan ekosistem laut, pesisir dan PP. kecil;
4 Peningkatan keselamatan, mitigasi bencana alam laut, dan prakiraan iklim laut; 5 Pengembangan dan Peningkatan Akses InformasiSDA dan LH
6 Peningkatan Efektivitas Pengelolaan, Konservasi dan Rehabilitasi SDA 7 Pencegahan dan Pengendalian Kerusakan dan Pencemaran LH
8 Penataan Kelembagaan, Penegakan Hukum Pengelolaan SDA dan Pelestarian LH 9 Peningkatan Peran Masyarakat dalam PengelolaanSDA dan Pelestarian LH
1 Peningkatan akses permodalan dan investasi; 2 Penataan dan penegakan hukum;
3 Percepatan penyelesaian kesepakatan dan batas wilayah laut dengan negara 1 Pemberdayaan masyarakat kelautan dan perikanan;
2 Penyelenggaraan diklat perikanan; 3 Pengembangan penyuluhan budidaya dan pemasaran produk perikanan;
4 Peningkatan kemitraan dalam pengelolaan sumber daya laut, pesisir dan PP kecil; 5 Pembinaan dan bimbingan pelaksanaan pembangunan mulai dari perencanaan;
1 Peningkatan akses pasar; 2 Peningkatan promosi produksi perikanan dalam dan luar negeri;
3 Pengembangan sistem karantina ikan; 4 Peningkatan mutu hasil perikanan;
5 Peningkatan distribusi dan pemasaran hasil perikanan. 1 Pengembangan sistem informasi dan data statistik;
2 Kampanye gemar makan ikan; 1 Diseminasi dan asimilasi hasil riset dan pengembangan IPTEK
2 Riset dan pengembangan IPTEK tepat guna; 3 Peningkatan kapasitas sumberdaya riset kelautan dan perikanan;
4 Membangun wawasan kelautanmaritim bagi generasi muda; 5 Peningkatan peran generasi muda di bidang kelauatan dan perikanan;
1 Pengembangan kawasan perbatasan berbasis kesejahteraan dan keamanan secara
serasi. 2 Mengembangkan pusat pertumbuhan ekonomi di kecamatan perbatasan Negara RI
3 Meningkatkan perlindungan SDA, serta mengembangkan kawasan budidaya secara 4 Meningkatkan kualitas SDM melalui pemb. di bidang pendidikan, kesehatan,
5 Meningkatkan kerjasama di bidang sosekbud dan keamanan dengan negara-negara Sistem
informasi Penelitian dan
Pengembangan
Pulau-Pulau Kecil
Perbatasan 7
8 9
10 6
Perikanan Tangkap
Perikanan Budidaya
Pengawasan SDA
Rehabilitas, Konservasi
SDA
Hukum, Sosial dan Ekonomi
Kelembagaan dan SDM
1
2
3 4
5
Kualitas Produk dan
Pemasaran
Dari 48 kegiatan yang ditetapkan dalam programkegiatan pembangunan perikanan dan kelautan oleh pemerintah pusat, 26 29,2 dikategorikan dalam
kebijakan sosial, 25 28,3 kebijakan ekonomi, 16 18 untuk kebijakan lingkungan, 7 7,9 untuk kebijakan politik dan 15 16,9 diperuntukan bagi
kebijakan hukum Gambar 55.
Gambar 55 Programkegiatan nasional pembangunan perikanan yang ditetapkan A, dan implementasi di kawasan konservasi Aru
Tenggara B. Hasil observasi dan wawancara dengan masyarakat kawasan disesuaikan
dengan dokumentasi laporan tahunan dan kegiatan implementasi pemerintah pusat di kawasan konservasi Aru Tenggara, ditemukan sebanyak 5 kegiatan 10,2
dari 48 kegiatan, terdiri dari 3 6,3 kegiatan dari kebijakan yang menjawab permasalahan sosial dan 1 2,1 kegiatan menjawab permasalahan ekonomi
serta 1 2,1 kegiatan yang menjawab persoalan hukum yakni pengawasan terhadap kegiatan penangkapan ilegal di kawasan. Seluruh kegiatan dimaksud
tertuang di dalam bentuk dana perbantuan yang diimplementasikan oleh DKP Provinsi Maluku dan DKP Kabupaten Kepulauan Aru. Dengan demikian dapatlah
dikatakan bahwa implementasi kebijakan belum sepenuhnya diarahkan secara baik, bahkan kebijakan yang diperuntukan bagi pemeliharaan ekosistem tidak
terimplementasikan. Menurut FAO, 2008 menyatakan bahwa kerangka kebijakan bukan hanya ditujukan bagi kepentingan sosial, ekonomi masyarakat,
namun juga harus memperhitungkan pemeliharaan ekosistem, Kebijakan yang dilakukan harus dilakukan melalui upaya manajemen yang bertanggung jawab
Garcia, 1994; FAO, 1995a, terpadu dan partisipatif memperhitungkan interaksi
Di tetapkan A Di implementasikan B
sumber daya perikanan dengan ekosistem dan aktivitas masyarakat. Kebijakan yang benar adalah kebijakan yang membantu mengatasi ketidakpastian dalam
pengelolaan sumber daya perikanan Francis dan Shotton, 1997; Charles, 2001. Berdasarkan perspektif sosial, ekonomi dan kelembagaan dalam
pendekatan kehati-hatian mengisyaratkan kebutuhan untuk memperhitungkan dampak yang lebih luas, termasuk a dampak yang timbul dalam pemanfaatan
sumber daya perikanan sehingga menyebabkan penurunan sumberdaya dan degradasi ekosistem, b dampak yang ditimbulkan akibat aspek dari luar seperti
sektor sosial dan ekonomi yang mungkin berdampak negatif terhadap sumberdaya perikanan, dan c dampak yang timbul dalam pelaksanaan pengelolaan ekosistem
itu sendiri FAO, 2008.