Implikasi kebijakan pembangunan perikanan di kawasan Konservasi

Australia, sehingga konsep pengembangan harus didasarkan atas 1 peningkatan ekonomi masyarakat, 2 pemenuhan kebutuhan dasar, 3 pembukaan akses pendidikan, kesehatan, penerangan dan transportasi serta pasar dan 4 penguatan kapasitas masyarakat untuk mampu mengatasi masalah yang mereka hadapi Gambar 59. Jika kebijakan pemerintah diarahkan pada ketersediaan akses pendidikan, kesehatan dan penerangan, maka akan berpengaruhi terhadap pengeluaran masyarakat terhadap biaya pendidikan dan kesehatan serta penerangan yang tinggi, sehingga uang yang ada dapat dipakai untuk memenuhi kebutuhan lainnya. Penyediaan sarana transportasi barang dan orang, penyiapan depot BBM, dan pemberian modal usaha, maka masyarakat akan memiliki kemampuan untuk meningkatkan produksi yang dapat dijual ke pasar baik untuk pasar di tingkat kecamatan maupun kabupaten, sehingga akan mampu meningkatkan harga jual yang sekaligus berpengaruh pada peningkatan pendapatan, sehingga pemenuhan kebutuhan masyarakat dapat dibelanjai dan tekanan masyarakat akan menurun baik terhadap lingkungan sosial maupun lingkungan ekologi kawasan R19. Jika pemerintah menetapkan kebijakan harga pembelian produk perikanan masyarakat, maka masyarakat akan lebih mudah menjual hasil di kawasan dengan harga standar yang telah ditetapkan dan tidak memerlukan biaya transportasi yang mahal untuk menjual hasil produksinya di kecamatan atau kabupaten. Hal lain yang perlu dilakukan bagi masyarakat adalah peningkatan kapasitas masyarakat baik untuk warga masyarakat maupun tokoh masyarakat, sehingga para tokoh masyarakat memiliki kapasitas yang kuat untuk mampu memberikan keputusan-keputusan bijak mengatasi permasalahan masyarakat maupun lingkungannya B4. Kemampuan tokoh masyarakat ini akan memberikan sumbangsi yang sangat besar dalam mendukung berbagai bentuk kebijakan pengelolaan lingkungan maupun sumber daya di kawasan konservasi Aru Tenggara. Diagram umpan balik ini akan disempurnakan melalui penetapan zonasi kawasan yang dikaji pada bab 8, sehingga kebijakan penetapan zonasi akan memberikan penambahan ruang bagi masyarakat untuk memanfaatkan sumber daya di kawasan secara lestari. 2 6 4 Gambar 59 Diagram hubungan umpan balik antara sistem sumber daya perikanan dan karakteristik masyarakat perikanan yang mendapatkan dukungan kebijakan dari pemerintah

6.4 Kesimpulan

Hasil analisis kebijakan pemerintah dalam pembangunan perikanan dan kelautan di kawasan konservasi Aru Tenggara, telah diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1 Secara keseluruhan kebijakan pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten terhadap pembangunan perikanan di kawasan konservasi Aru Tenggara masih sangat kurang. 2 Kebijakan-kebijakan yang dimplementasikan melalui program dan kegiatan pembangunan perikanan dan kelautan di kawasan belum menjawab permasalahan utama masyarakat, yakni keterbatasan akses masyarakat terhadap pendidikan, kesehatan, penerangan, pasar, transportasi dan ketersediaan modal usaha serta teknologi perikanan yang ramah lingkungan. 3 Kebijakan-kebijakan yang diimplementasikan harus didasarkan atas pertimbangan kawasan sebagai bagian dari keterisolasian masyarakat di pesisir dan pulau kecil, kawasan sebagai beranda depan negara wilayah perbatasan, kawasan sebagai daerah perlindungan dan kawasan sebagai daerah rawan bencana serta kawasan sebagai daerah yang berhadapan langsung dengan fishing ground dari kapal-kapal penangkap ikan dan udang pada WPP Arafura. Berdasarkan kesimpulan dimaksud, maka terlihat bahwa analisis kebijakan yang berhubungan dengan konservasi perairan belum sepenuhnya diungkapkan, sehingga perlu mengkaji secara mendalam pada bab-7 efektivitas pengelolaan kawasan konservasi dengan berbasis pada dimensi ekologi, sosial, dan tata kelola kebijakan konservasi. 7 EFEKTIVITAS DAN DAMPAK PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI ARU TENGGARA 7.1 Pendahuluan Pesisir dan laut di kawasan konservasi Aru Tenggara merupakan ekosistem yang sangat produktif dan menyediakan beragam barang dan layanan yang mendukung masyarakat dalam kegiatan ekonomi, mencakup ketahanan sumber protein hewan, pemanfaatan untuk peningkatan pendapatan, peluang berekreasi serta beragam manfaat lainnya. Seyogianya sumber daya pesisir dan laut yang sehat di kawasan membutuhkan ekosistem yang sehat dan utuh. Namun berdasarkan hasil analisis karakteristik sumber daya perikanan di kawasan menunjukkan bahwa ekosistem-ekosistem laut sedang mengalami penurunan kualitas dan kuantitas. Penurunan produktivitas, keanekaragaman hayati dan ekosistem-ekosistem kawasan, diimbuhi dengan peningkatan jumlah penduduk dan ketergantungan terhadap layanan yang diberikan oleh laut, telah mendorong perlunya meningkatkan perhatian dan upaya untuk melindungi dan mengelola ekosistem-ekosistem laut secara efektif. Pelindungan berbasis-luasan melalui Kawasan Konservasi Perairan KKP dapat membantu memelihara kesehatan dan produktivitas ekosistem, disamping menjamin keberlanjutan pembangunan sosial dan ekonomi. Keberadaan KKP juga dapat membantu memelihara kisaran penuh variasi genetik yang sangat penting untuk mengamankan populasi-populasi species kunci, memberlanjutkan proses- proses evolusi dan menjamin daya-pulih resilience mereka dalam menghadapi gangguan alami dan pemanfaatan oleh manusia IUCN, 1999; NRC, 2001; Agardy Wolfe, 2002; Agardy Staub, 2006; Mora et al., 2006; Parks et al., 2006; IUCN-WCPA, 2008. Bila dirancang dengan benar dan dikelola secara efektif, KKP Aru Tenggara memainkan peranan penting dalam melindungi ekosistem dan sumber daya IUCN-WCPA, 2008. Karena peran ini, maka kawasan yang dulunya ditetapkan sebagai Cagar Alam Laut telah dikembalikan statusnya menjadi Suaka Alam Perairan SAP yang dikelola secara langsung oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan, sehingga masyarakat meletakkan harapan yang tinggi kepada KKP dalam memelihara atau memulihkan fungsi-fungsi ekosistem dan keanekaragaman hayati laut, disamping untuk meningkatkan kondisi sosio-ekonomi sebagai hasil dari peningkatan produksi perikanan yang meningkatkan pendapatan dan ketahanan pangan Parks et al., 2006. Kawasan konservasi Aru Tenggara merupakan salah satu kawasan konservasi yang ditetapkan oleh pemerintah pusat dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor 27Kpts-II1991 dengan status sebagai Cagar Alam Laut Aru Tenggara, selanjutnya dikembalikan kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan pada Tahun 2009 dengan Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 63Men2009 dengan perubahan status sebagai Suaka Alam Perairan SAP Aru Tenggara. Kawasan konservasi Aru Tenggara ditetapkan berdasarkan hasil survei potensi biofisik maupun sosial ekonomi yang mengisyaratkan bahwa kawasan ini harus dipertahankan keberadaannya karena memiliki potensi sumber daya endemik yang harus dilindungi yakni penyu dan dugong serta buaya, yang didukung dengan keragaman ekosistem yang cukup kompleks. Hasil analisis terhadap karakteristik sumber daya perikanan di kawasan menunjukkan bahwa masih banyak hal yang perlu ditata dalam mengelola kawasan tersebut. Beberapa hal penting yang bisa kita lihat dari hasil-hasil temuan tersebut antara lain adalah; a Potensi sumber daya perikanan di kawasan konservasi Aru Tengara telah mengalami penurunan baik terhadap ekosistem pulau, ekosistem mangrove, ekosistem lamun, ekosistem terumbu karang maupun ekosistem perairan terbuka, b Penyebab utama menurunnya sumber daya perikanan di kawasan diakibatkan oleh peningkatan jumlah penduduk yang berdampak pada meningkatnya aktivitas pemanfaatan baik secara legal maupun ilegal, c Aktivitas pemanfaatan yang memasuki kawasan konservasi Aru Tenggara terjadi karena merupakan akumulasi dari pembatasan areal pemanfaatan yang ditetapkan sebagai kawasan konservasi Aru Tenggara. Berdasarkan hasil analisis karakteristik masyarakat perikanan di kawasan ditemukan beberapa komponen masalah yang ditetapkan sebagai kesimpulan antara lain; a Permasalahan sosial yang dihadapi masyarakat kawasan saat ini adalah keterbatasan akses terhadap pemenuhan kebutuhan pendidikan, kesehatan, penerangan, air bersih, sandang, pangan dan papan maupun keterbatasan informasi, b Keterbatasan akses sosial tersebut memicu masyarakat untuk meningkatkan pendapatan agar dapat membiayai kebutuhan yang ada melalui optimalisasi pemanfaatan sumber daya pada ekosistem pulau, mangrove, lamun, terumbu karang dan perairan terbuka baik di dalam maupun luar kawasan konservasi Aru Tenggara, dan c Rendahnya pendapatan dan tingginya pengeluaran mengeliminir implementasi kearifan lokal sasi untuk membatasi masyarakat dalam pemanfaatan sumber daya secara lestari semakin mengalami penurunan. Salain kajian sumber daya dan masyarakat perikanan, kajian terhadap kebijakan pembangunan perikanan di kawasan juga diperoleh beberapa masalah yang dapat diungkapkan sebagai berikut; a Secara keseluruhan kebijakan pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten terhadap pembangunan perikanan di kawasan konservasi Aru Tenggara masih sangat terbatas, b Kebijakan-kebijakan yang dimplementasikan melalui program dan kegiatan pembangunan perikanan dan kelautan di kawasan belum bahkan tidak menjawab permasalahan utama masyarakat, yakni keterbatasan akses masyarakat terhadap pendidikan, kesehatan, penerangan, akses pasar, transportasi dan ketersediaan modal usaha dan c Kebijakan-kebijakan yang dimplementasikan harus didasarkan atas pertimbangan kawasan sebagai bagian dari keterisolasian masyarakat di pesisir dan pulau kecil, kawasan sebagai beranda depan negara wilayah perbatasan, kawasan sebagai daerah perlindungan dan kawasan sebagai daerah rawan bencana serta kawasan sebagai daerah yang berhadapan langsung dengan fishing ground dari kapal-kapal penangkap ikan dan udang pada Wilayah Pengelolaan Perikanan Arafura WPP-Arafura. Berdasarkan kesimpulan dari aspek ekologi, sosial maupun kebijakan pembangunan perikanan yang telah diuraikan di atas, maka perlu dikaji secara komprehensif dan spesifik dari seluruh aspek sosial, ekologi dan tata kelola, sejauhmana efektivitas pengelolaan kawasan konservasi Aru Tenggara dan dampaknya terhadap sumber daya dan masyarakat perikanan di kawasan.