Penentuan zona Hasil dan Pembahasan .1 Model zonasi berbasis masyarakat

Berdasarkan hasil keputusan penetapan zona pada seluruh ekosistem baik ekosistem pulau, ekosistem mangrove, ekosistem lamun, ekosistem terumbu karang dan ekosistem perairan terbuka, maka telah ditemukan peruntukan sesuai dengan keberadaannya berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan. Berdasarkan pasal 9 ayat 1 point b, maka zona yang cocok untuk perikanan berkelanjutan adalah zona pada ekosistem lamun khusus 5 lima pulau yakni Pulau Jeh, Pulau Mar, Pulau Jeudin, Pulau Marjinjin dan Pulau Kultubai Selatan yang diperuntukan bagi perikanan budidaya maupun perikanan tangkap serta zona ekosistem perairan terbuka yang hanya sesuai untuk zona perikanan tangkap Gambar 75. Dengan demikian kawasan yang ditetapkan sebagai zona perikanan berkelanjutan adalah: a Zona perikanan berkelanjutan pada ekosistem lamun diperuntukan bagi kegiatan perikanan budidaya dan kegiatan perikanan tangkap. Untuk kegiatan perikanan budidaya di bagi atas 3 sub-zona perikanan budidaya teripang yang diberi kode ZELPb-01; zona perikanan budidaya keramba jaring apung KJA untuk ikan dengan kode ZELPb-2 dan zona perikanan budidaya rumput laut dengan kode ZELPb-03. Luas sub-zona perikanan budidaya sebesar 60,20 km 2 atau 6.020 ha. b Zona perikanan berkelanjutan pada ekosistem terbuka yang diperuntukan secara khusus bagi kegiatan perikanan tangkap. Untuk kegiatan perikanan tangkap, maka zona tersebut dibagi atas sub-zona perikanan tangkap ikan pelagis dan sub zona perikanan tangkap ikan demersal. Untuk sub-zona perikanan pelagis di peroleh 17 daerah potensial untuk aktivitas penangkapan yang diberi kode Zona Ekosistem Perairan Terbuka Perikanan Pelagis ZEPTpp01-017. Secara jelas pembagian daerah tangkapan ikan pelagis dapat dilihat pada Gambar 76, sedangkan untuk sub- zona perikanan demersal diperoleh 7 daerah penangkapan potensial yang diberi kode Zona Ekosistem Perairan Terbuka Perikanan Demersal ZEPTpd01-07. Luas sub-zona perikanan tangkap adalah sebesar 887 km 2 atau 88.700 ha Gambar 77. i k awasan Kon se rvasi Ar u T en ggar a c Total luas zona perikanan berkelanjutan pada kawasan konservasi Aru Tenggara adalah sebesar 947 km2 atau 94.720 ha. Itu berarti luas zona perikanan berkelanjutan adalah 83,09 dari total kawasan konservasi Aru Tenggara, sehingga wilayah pemanfaatan oleh masyarakat untuk mengakses sumberdaya cukup tersedia bagi mereka. Itu bukan berarti kegiatan pemanfaatan dibiarkan begitu saja terjadi, akan tetapi harus dilakukan berdasarkan nilai JTB yang telah ditetapkan dan dengan penggunaan alat tangkap yang lestari. 3 Zona pemanfaatan Zona Pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat 1 huruf c ditetapkan dengan kriteria: a Mempunyai daya tarik pariwisata alam berupa biota perairan beserta ekosistem perairan yang indah dan unik; b Mempunyai luasan yang cukup untuk menjamin kelestarian potensial dan daya tarik untuk dimanfaatkan bagi pariwisata dan rekreasi; c Mempunyai karakter objek penelitian dan pendidikan yang mendukung kepentingan konservasi; dan d Mempunyai kondisi perairan yang relatif masih baik untuk berbagai kegiatan pemanfaatan dengan tidak merusak ekosistem aslinya. Berdasarkan hasil keputusan penetapan zona wisata pada seluruh kawasan ekosistem ternyata nilai yang dicapai berada dibawah ambang batas yang layak ditetapkan sebagai zona wisata peraian. Rendahnya nilai ini diakibatkan oleh komponen kriteria yang menghendaki adanya jumlah kunjungan wisatawan, akses ke wilayah kawasan serta sarana dan prasarana yang tersedia, namun demikian ada berbagai keanekaragaman sumberdaya beserta keunikan dan kekhasan ekosistem pada kawasan ini perlu menjadi objek wisata yang berbasis pada kelestarian lingkungan. awasan k on se rvasi Ar u T en ggar a G ambar 77 Pe ta su b -z on a p er ik an an Keunikan lain pada kawasan ekosistem lamun adalah bahwa pada setiap bulan oktober terjadi kematian massal ikan baronang yang kematian sampai saat ini tidak diketahui penyebabnya, bahkan beberapa tokoh masyarakat setempat menyatakan bahwa itu adalah mana makanan yang diberikan oleh leluhur mereka untuk dapat dimanfaatkan bagi kepentingan masyarakat setempat. Dijelaskan pula bahwa, walaupun dalam jumlah yang sangat banyak bahkan sampai membusuk di pantai, namun ikan-ikan tersebut tidak boleh dijual, dan hanya boleh dibagikan secara cuma-cuma kepada semua orang yang datang mengambilnya. Ekowisata merupakan potensi untuk mengembangkan pariwisata baru dan mempromosikan konservasi alam disamping dapat memberikan keuntungan pada masyarakat lokal. Ekowisata ini kemudian merupakan suatu perpaduan dari berbagai minat yang tumbuh dari keprihatinan terhadap lingkungan, ekonomi dan sosial. Ekowisata tidak dapat dipisahkan dengan konservasi. Ekowisata pada daerah pesisir dan laut dapat dikategorikan ke dalam ekowisata pantai dan ekowisata bahari. Dalam ekowisata pantai, beberapa kegiatan wisata yang dapat dilaksanakan yaitu rekreasi pantai, berjemur, menikmati keindahan panorama pantai dan sumberdaya wisata pantai lainnya. Sementara dalam ekowisata bahari, berbagai alternatif kegiatan wisata yang dapat dilaksanakan yaitu berenang, berperahu, pancing, water sport, snorkeling dan selam. Sedangkan berdasarkan ekosistem, ekowisata dapat dilakukan pada ekosistem pulau, mangrove, ekowisata lamun dan ekowisata terumbu karang. Berdasarkan berbagai pertimbangan di atas, maka zona pemanfaatan meliputi 1 Seluruh Kawasan ekosistem baik pulau, mangrove, lamun dan terumbu karang dapat ditetapkan sebagai sub zona ekowisata ekosistem. 2 Kawasan potensial penangkapan ikan pelagis dan demersal dapat ditetapkan sebagai sub-zona ekowisata bahari berenang, berperahu, pancing, water sport , snorkeling, dan selam, 4 Zona lainnya Zona lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat 1 huruf d merupakan zona di luar Zona Inti, Zona Perikanan Berkelanjutan, dan Zona Pemanfaatan yang karena fungsi dan kondisinya ditetapkan sebagai zona tertentu. Zona tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat berupa antara lain zona perlindungan dan zona rehabilitasi. Dengan demikian maka pada zona ini akan dibagi menjadi dua kategori yakni pertama sebagai zona perlindungan dan Kedua; sebagai zona rehabilitasi yakni: 1 Zona lainnya dengan kategori perlindungan adalah seluruh ekosistem pulau yang telah ditetapkan peruntukannya sebagai zona lindung, kecuali untuk Pulau Enu dan Pulau Karang Gambar 78. Zona ini mencakup Zona lindung Pulau untuk Pulau Kultubai selatan ZLP-01, Pulau Jeh ZLP-02, Pulau Mar ZLP-03, Pulau Jeudin ZLP-04 dan Pulau Marjinjin ZLP-05. 2 Zona lainnya yang tidak dapat dikategorikan sebagai zona perlindungan maupun zona rehabilitasi, tetapi penting untuk ditetapkan ke dalam zona lainnya adalah kawasan rawan bencana yang selanjutnya ditetapkan sebagai Zona Rawan Bencana ZRB Gambar 79. 3 Zona lainnya dengan kategori Rehabilitasi adalah seluruh ekosistem mangrove yang telah ditetapkan peruntukannya sebagai zona lindung Gambar 80. Zona ini kemudian dirubah namanya menjadi Zona Rehabilitasi Mangrove P. Kultubai Selatan ZRM-01, Zona Rehabilitasi Mangrove P. Jeh ZRM-02, Zona Rehabilitasi Mangrove P. Mar ZRM-03, Zona Rehabilitasi Mangrove P. Jeudin ZRM-04, dan Zona Rehabilitasi Mangrove P. Marjinjin ZRM-05. 4 Zona lainnya dengan kategori Rehabilitasi adalah seluruh ekosistem terumbu karang yang telah ditetapkan peruntukannya sebagai zona lindung Gambar 81. Zona ini kemudian dirubah namanya menjadi Zona Rehabilitasi terumbu karang P. Kultubai Selatan ZRTK-01, Zona Rehabilitasi terumbu karang P. Jeh ZRTK-02, Zona Rehabilitasi terumbu karang P. Mar ZRTK-03, Zona Rehabilitasi terumbu karang P. Jeudin ZRTK-04, dan Zona Rehabilitasi terumbu karang P. Marjinjin ZRTK-05. k on se rvasi Ar u T en ggar a G ambar 79 Pe ta zon a li n n awasan k on se rvasi Ar u T en ggar a G ambar 81 Pe ta z on a li n n ya zon

8.3.4 Model kolaborasi zona

Dalam sistem kehidupan masyarakat pada kawasan konservasi Aru Tenggara telah lama mengenal pembagian wilayah atau ruang berdasarkan sumberdaya dan kegiatan yang berlangsung di dalamnya. Hal ini telah berlangsung sejak kehidupan leluhur mereka yang dipegang dan dipraktekan sampai saat ini. Itulah sebabnya masyarakat di kawasan sangat mengenal secara rinci ruang-ruang baik darat maupun laut beserta sumberdaya yang ada di dalamnya. Pengenalan akan ruang beserta sumberdaya yang ada justru merupakan suatu kekuatan penting yang perlu dimanfaatkan dalam penataan ruang kawasan konservasi Aru Tenggara saat ini. Pertanyaan yang perlu kita jawab adalah kenapa hal ini penting, mengingat latar belakang kehidupan, pendidikan dan pengetahuan yang dimiliki, keterbatasan akses informasi serta berbagai kendala yang tidak memungkinkan mereka untuk mengerti dengan jelas pembagian-pembagian ruang zonasi secara konseptual, apalagi diramu dengan bahasa yang sangat ilmiah, akan sangat sulit dimengerti bahkan cendrung menimbulkan berbagai interpertasi didalam kehidupan masyarakat, sehingga munculah konflik antar masyarakat dengan pemerintah dan atau pengelola kawasan. Menganalisis sistem pembagian zona sesuai kearifan lokal masyarakat kawasan, sebenarnya tidak jauh berbeda dengan zona konseptual yang dikembangkan saat ini, intinya adalah agar sumberdaya yang ada tetap lestari dan berkesinambunagn pemanfaatannya oleh masyarakat saat ini dan akan datang. Persoalan tentang batasan istilah, pembagian ruang merupakan bagian yang dapat diintegrasikan sesuai dengan kepentingan semua pihak serta mengakomudir kepentingan masyarakat lokal pada khususnya. Untuk mengakomudir model zonasi berbasis masyarakat ke dalam model zonasi berbasis ekosistem, maka salah satu model koseptual yang dibangun adalah model kembar yang dikenal dengan kolaborasi model zonasi atau yang disebut sebagai Colaboration Zone Modelling CZM. Model CZM ini diharapkan dapat mengkombinasikan antara hasil analisis model zonasi berbasis ekosistem dengan model zona berbasis masyarakat melalui pendekatan pernyataan maksud pengelolaan kawasan berbasis zona. Untuk menjembatani istilah penamaan zona, peruntukan dan atau kegiatan yang dapat dilaksanakan pada zona, maka secara rinci akan dijelaskan melalui pendekatan matriks pernyataan maksud pengelolaan zona. Matriks pernyataan maksud pengelolaan dilakukan baik terhadap zona inti, zona perikanan berkelanjutan, zona pemanfaatan dan zona lainnya. Muatan dari matriks pernyataan maksud pengelolaan meliputi 1 kategori kawasan, 2 arahan pemanfaatan ruang, 3 nama zona dan sub zona, 4 posisi geografis beserta 5 luas zona, 6 nilai-nilai utama zona dan, nilai-nilai utama sub-zona, 7 kegiatan yang dapat dilakukan di dalam zona, 8 perioritas utama untuk pembangunan 5 tahun kedepan, 9 isu-isu perencanaan strategis 5 tahun kedepan dan 10 kebutuhan pengendalian zona atau ruang. Seluruh komponen ini ditentukan berdasarkan hasil analisis kolaboratif antara zona berbasis masyarakat dan zona berbasis ekosistem. Diharapkan melalui matriks pernyataan maksud pengelolaan ini seluruh kepentingan pengguna kawasan dapat terwadahi baik pemerintah, swasta maupun masyarakat, sehingga semua komponen merasa memiliki dan memperjuangan serta mempertahankan keberadaan kawasan konservasi Aru Tenggara secara lestari dan berkelanjutan. 1 Zona inti Zona inti berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor per.30Men2010 Tentang Rencana Pengelolaan dan Zonasi Kawasan Konservasi Perairan, Pasal 14 menyatakan bahwa kawasan ini diperuntukan bagi perlindungan mutlak habitat dan populasi ikan serta kegiatan penelitian dan pendidikan. Dengan demikian kegiatan lain diluar aktivitas yang dimaksudkan di atas tidak diperkenankan dilaksanakan pada zona inti. Pada pasal 9 ayat 1 huruf a dinyatakan bahwa zona inti harus luasan paling sedikit 2 dua persen dari luas kawasan. Penetapan zona inti kawasan konservasi Aru Tenggara mencakup zona inti ekosistem pulau, zona inti ekosistem mangrove, zona inti ekosistem lamun, zona inti ekosistem terumbu karang dan zona inti ekosistem perairan terbuka pada Pulau Enu maupun Pulau Karang Gambar 82. vasi Ar u T en ggar a 1 Zona inti ekosistem pulau Masyarakat di kawasan konservasi Aru Tenggara juga memiliki zona inti yang dikenal dengan istilah Gobol yang adalah kawasan hutan produksi tetap, yang dimanfaatkan untuk meramu bahan pangan tambahan, obat-obatan dan kayu serta bambu untuk bahan bangunan. Kawasan ini biasanya merupakan kawasan lindung hutan tutupan untuk melestarikan sumber air, sekaligus sebagai kawasan berburu binatang hutan babi hutan, kus-kus, rusa, burung dan sebagainya, bahkan juga sebagai “kawasan keramat” seacred-site. Jika kita sandingkan dengan peraturan di atas, maka zona inti dapat kita namakan dengan kawasan keramat, namun kegiatan-kegiatan yang ada di dalamnya perlu disesuaikan. Masyarakat Kepulauan Aru mengetahui persis bahwa Pulau Enu dan Pulau Karang adalah dua pulau yang merupakan tempat asal mereka, sehingga dianggap sebagai pulau sejarah dan tidak semua orang dapat pergi ke-kedua pulau ini karena memiliki nilai keramat seacred site. Untuk dapat melaksanakan berbagai aktivitas pada pulau-pulau dimaksud maka harus bersama-sama dengan tokoh adat setempat atau marga mata rumah tertentu untuk melakukan upacara adat, aetelah itu aktivitas dapat dilaksanakan. Dengan demikian penetapan Pulau Enu dan Pulau Karang beserta ekosistem di dalamnya adalah keputusan yang cukup strategis untuk dapat dilaksanakan Tabel 55.