Tujuan dan prinsip pengelolaan pulau-pulau kecil terluar
2 Aspek demografis, yang meliputi pengisian dan pemerataan penduduk untuk keperluan sistem Hankamrata termasuk kekuatan cadangannya melalui
kegiatan transmigrasi dan permukiman kembali resettlement penduduk setempat;
3 Aspek sumber daya alam, yang meliputi survei dan pemetaan sumber daya alam guna menunjang pembangunan dan sebagai obyek yang perlu
dilindungi pelestarian dan keamanannya; 4 Aspek politik, yang meliputi pemahaman sistem politik nasional,
terselenggaranya aparat pemerintahan yang berkualitas sebagai mitra aparat hankam dalam pembinaan teritorial setempat;
5 Aspek ekonomi, yang meliputi pembangunan kesatuan wilayah ekonomi yang dapat sinkron dengan kegiatan ekonomi wilayah sekitarnya;
6 Aspek sosial budaya, yang meliputi peningkatan pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan yang memadai untuk mengurangi kerawanan di bidang
keamanan, serta nilai sosial budaya setempat yang tangguh terhadap penetrasi budaya asing;
7 Aspek hankam, yang meliputi pembangunan pos-pos perbatasan, pembentukan sabuk pengamanan security belt, dan pembentukan kekuatan
pembinaan teritorial yang memadai. 2.3.4 Kendala pengembangan kawasan perbatasan
Beberapa kendala dan hambatan yang dihadapi dalam upaya pembangunan daerah perbatasan antar negara antara lain:
1 Sumber daya manusia yang ditunjukkan antara lain oleh rendahnya jumlah dan kualitas kesejahteraan penduduk dengan penyebaran yang tidak merata
dibandingkan dengan luas wilayah dan garis perbatasan yang panjang, yang berimplikasi pada kegiatan pelintas batas yang ilegal; selain itu banyaknya
TKI yang bekerja di negara tetangga sebagai pekerja kasar seperti buruh perkebunan, bangunan, dan pembantu rumah tangga, juga turut menurunkan
harkat bangsa; 2 Sumber daya buatan prasarana dengan tingkat pelayanannya masih sangat
terbatas, seperti sistem perhubungan dan telekomunikasi, pelayanan listrik dan air bersih, serta fasilitas lainnya seperti kesehatan, pendidikan, dan
pasar, sehingga penduduk daerah perbatasan masih cenderung untuk berorientasi kepada negara tetangga yang tingkat aksesibilitas fisik dan
informasinya relatif lebih tinggi; 3 Penataan ruang dan pemanfaatan sumber daya alam ditunjukkan antara lain
oleh terjadinya konflik ataupun tumpang tindih pemanfaatan ruang lahan baik antara kawasan budidaya dengan kawasan lindung, maupun antar
kawasan budidaya seperti antara kegiatan pertambangan dan kehutanan yang berkaitan dengan ekonomi daerah dan masyarakat.
4 Penegasan status daerah perbatasan berupa penetapan wilayah kecamatan yang berbatasan langsung dengan negara tetangga, persetujuan lintas batas
kedua negara terutama berkaitan dengan larangan untuk mengelola dan mengembangkan kawasan penyangga sepanjang garis perbatasan;
5 Keterbatasan sumber pendanaan, dimana pembangunan daerah perbatasan kurang diberikan prioritas dibandingkan dengan daerah lainnya, sehingga
semakin memperlebar tingkat kesenjangan antar daerah; 6 Terbatasnya kelembagaan dan aparat yang ditugaskan di daerah perbatasan,
dengan fasilitas yang kurang mencukupi, sehingga fungsi pelayanan kepada masyarakat setempat relatif kurang memadai.
3 METODE 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan mulai bulan Januari 2010 hingga Desember 2010, penelitian awal meliputi tahap persiapan, pengolahan awal, survei lapangan, dan
proses pengolahan lanjutan. Sedangkan lokasi penelitian adalah Kawasan Konservasi Aru Tenggara yang awalnya ditetapkan pada tahun 1991 dengan status
Cagar Alam Laut CAL, dan pada tahun 2009 diubah statusnya menjadi Suaka Alam Perairan SAP. Berdasarkan kondisi geografis kawasan berbatasan
langsung dengan Laut Arafura di sebelah Selatan, Barat dan Timur serta Pulau Trangan di sebelah Barat Laut sampai Utara dan Pulau Workai di sebelah Utara.
Luas cagar alam laut Aru Tenggara adalah 114.000 ha, yang meliputi 7 pulau diantaranya Pulau Enu, P. Karang, P. Kultubai Selatan, P. Jeh, P. Mar, P. Jeudin
dan P. Marjinjin serta perairan laut di sekitarnya Gambar 4. Penelitian dilakukan dalam 3 tahap. Tahap pertama, interpretasi foto udara
dan penyusunan basis data spasial dan tubular dari setiap ekosistem pulau, mangrove, lamun terumbu karang, dan perairan terbuka di 7 pulau yang
dilanjutkan dengan analisis penampalan untuk komponen lingkungan biogeofisik, dinamika sosial ekonomi budaya dan dinamika hidro-oseanografi, berlangsung
pada bulan Januari-Agustus 2010. Tahap kedua analisis efektivitas untuk mengetahui sejauh mana tingkat pengelolaan kawasan konservasi selama ini dan
bagaimana dampak konservasinya, berlangsung dari bulan September-Oktober 2010. Tahap ketiga yang dilakukan adalah menganalisis zonasi berbasis ekosistem
dengan 2 pendekatan yakni; 1 adalah pendekatan zonasi berbasis kearifan lokal masyarakat kawasan dan 2 sistem zonasi berbasis ekosistem penyusun kawasan
konservasi Aru Tenggara. Pada tahapan ini juga dilakukan analisis kolaborasi dari dua sistem zonasi yang dikembangkan, agar mendapatkan suatu model zonasi
yang mengakomudir kearifan lokal. Pada tahap ketiga ini dimulai sejak awal bulan Sepetember-Desember 2010.
Gambar 4 Pe
ta k
awasa n
k on
se
rvas i Ar
u T
en
g gar
a lok asi p
en eli
tian