Efektivitas dan dampak pengelolaan kawasan konservasi

Efektivitas pengelolaan adalah “tingkat sejauh mana kegiatan pengelolaan mencapai tujuan-tujuan yang dinyatakan oleh suatu KKL Hockings et al., 2000, 2006. Pada setiap KKL, ada beragam hal seperti faktor-faktor biofisik, tata-kelola dan sosio-ekonomi, yang dapat secara langsung maupun tidak-langsung mempengaruhi kinerja pengelolaan secara menyeluruh, dan tingkat sejauh mana KKL yang sedang dikelola, dapat mempengaruhi perubahan pada beberapa atau semua faktor terkait Parks et al., 2006. Jadi, proses untuk mengevaluasi efektivitas pengelolaan melibatkan tinjauan terhadap tiga faktor biofisik, sosio- ekonomi dan tata-kelola yang mempengaruhi pengelolaan kawasan Gambar 2. Gambar 2. Kerangka kerja konseptual efektivitas pengelolaan kawasan konservasi laut EPKKL Tinjauan berulang terhadap efektivitas pengelolaan juga dapat membantu para pengelola untuk mendokumentasikan kinerja upaya-upaya pengelolaan dalam rangka mencapai tujuan-tujuan KKL dan memberikan gambaran tentang kemajuannya kepada para pengambil keputusan dan pemangku kepentingan Pomeroy et al., 2004. Lebih jauh lagi, pelibatan masyarakat dalam proses tinjauan, juga akan memperkuat dukungan publik dan membangun rasa saling percaya. Suatu tinjauan yang baik adalah tinjauan yang secara maksimum mengidentifikasi semua kendala untuk melakukan pengelolaan secara efektif dimana badan pengelola dapat menggunakannya untuk menjawab tantangan atau kendala yang dihadapinya. Tinjauan juga memfasilitasi peningkatan pengelolaan KKL melalui pembelajaran, penerapan strategi adaptif, dan identifikasi tantangan-tantangan spesifik yang mempengaruhi apakah tujuan-tujuan KKL sedang dicapai. Pengelolaan KKL secara efektif memerlukan tinjauan periodik terhadap kemajuan proyek dibandingkan dengan tujuan-tujuan yang telah dinyatakan, selain juga penggunaan secara aktif untuk melaksanakan pengelolaan secara adaptif. Konsep pengelolaan adaptif melibatkan suatu proses daur interaktif dimana para pengelola dapat meninjau kembali asumsi-asumsi pengelolaan mereka, membangun pembelajaran dan pengetahuan baru dari hasil-hasil yang diperoleh melalui proses tinjauan Hockings et al., 2000, 2006; Pomeroy et al., 2004; White et al., 2006. Pembelajaran dapat diterapkan untuk merevisi dan meningkatkan praktek dan upaya pengelolaan yang sedang dilakukan. Lembar tinjauan efektivitas pengelolaan terdiri dari dua bagian yakni 1 informasi latar KKL yang akan merekam data dan informasi penting yang tidak muncul pada daftar kartu skor pengelolaan KKL, dan 2 Kartu skor pengelolaan KKL keduanya diberikan dalam bentuk berkas MS-Word, dan dalam bentuk berkas salinan-lunak MS-Excel. Kartu Skor merupakan sebuah sistem penilaian scoring sederhana mirip dengan yang sudah digunakan pada proses tinjauan efektivitas lainnya Staub Hatziolos, 2004; Pomeroy et al., 2004; White et al., 2006; Germano et al., 2007; Wells Mangubhai, 2007 tetapi sudah dimodifikasi dan disesuaikan dengan konteks di Indonesia. Tingkat pengelolaan KKL ditentukan berdasarkan persentase skor manapun yang sama atau lebih dari 75 persen. Tingkat ambang 75 ini dipilih berdasarkan asumsi bahwa bila suatu KKL sudah mencapai atau lebih dari tingkatan ini maka KKL tersebut dianggap telah mencapai hasil-hasil positif yang diinginkan atau layak untuk disebut memiliki efektivitas pengelolaan setingkat tersebut Carter F.,at al, 2011.

2.1.5 Sistem zonasi kawasan konservasi

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, pasal 1 ayat 11 mendefinisikan Zona adalah ruang yang penggunaannya disepakati bersama antara berbagai pemangku kepentingan dan telah ditetapkan status hukumnya. Selanjutnya pada ayat 12 dinyatakan bahwa Zonasi adalah suatu bentuk rekayasa teknik pemanfaatan ruang melalui penetapan batas-batas fungsional sesuai dengan potensi sumber daya dan daya dukung serta proses-proses ekologis yang berlangsung sebagai satu kesatuan dalam ekosistem pesisir. Sedangkan Rencana Zonasi adalah rencana yang menentukan arah penggunaan sumber daya tiap-tiap satuan perencanaan disertai dengan penetapan struktur dan pola ruang pada kawasan perencanaan yang memuat kegiatan yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan serta kegiatan yang hanya dapat dilakukan setelah memperoleh izin ayat 13. Perencanaan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 ayat 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007, terdiri atas: a Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang selanjutnya disebut RSWP3K; b Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang selanjutnya disebut RZWP3K; c Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang selanjutnya disebut RPWP3K; dan d Rencana Aksi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang selanjutnya disebut RAPWP3K. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor Per.02Men2009 Tentang Tata Cara Penetapan Kawasan Konservasi Perairan pasal 1 ayat 1 mendefinisikan kawasan konservasi perairan adalah kawasan perairan yang dilindungi, dikelola dengan sistem zonasi, untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya ikan dan lingkungannya secara berkelanjutan. Selanjutnya pada pasal 2 ayat 1, dimana pelaksanaan penetapan kawasan konservasi perairan dilaksanakan dengan tujuan: a Melindungi dan melestarikan sumber daya ikan serta tipe-tipe ekosistem penting di perairan untuk menjamin keberlanjutan fungsi ekologisnya; b Mewujudkan pemanfaatan sumber daya ikan dan ekosistem serta jasa lingkungannya secara berkelanjutan;