Persepsi perubahan terhadap kondisi sosial, ekonomi dan budaya
hasil produksi sangatlah sulit, sehingga sebagian harus menyewa transportasi yang ada di kawasan dengan harga yang relatif mahal. Untuk kepentingan
pembangunan terutama ketersediaan bahan bangunan seperti semen, senk, paku dan lainnya yang tidak ada di kawasan sangat terbatas, kebanyakan dari mereka
membelanjakan bahan bangunan di Kota Dobo, selanjutnya menyewa sarana transportasi untuk mengangkut ke kawasan. Demikian pula dengan ketersediaan
bahan makanan seperti beras, gula, terigu, dan lainnya yang sangat terbatas di kawasan, sehingga harus membeli dengan harga yang hampir 50 - 100 lebih
mahal dari yang dijual di Kota Dobo. Biaya pendidikan anak, biaya kesehatan, biaya penerangan sangatlah tidak
sebanding dengan tingkat pendapatan yang mereka peroleh dari hasil produksi atau hasil tangkapan ikan. Apalagi kondisi harga jual ikan yang sangat rendah di
kawasan, menambah beban tanggungan bagi keluarga nelayan. Persoalan- persoalan inilah yang disepakati sebagai pemicu masyarakat untuk lebih
mengupayakan hasil tangkapan mereka, dengan konsekuensi memanfaatkan sumber daya baik yang dilindungi atau tidak dilindungi, tetapi memiliki nilai
ekonomi, merupakan target utama masyarakat untuk menangkapnya Tabel 28. Hal yang sama terjadi untuk penjualan pasir, kayu, batu karang yang relatif
lebih mahal dibandingkan dengan harga jual ikan, sehingga masyarakat lebih memilih untuk menambang pasir dan batu serta menebang hutan untuk dijual, dan
hal tersebut dilakukan tidak mempertimbangkan lagi kelestarian lingkungan. Bahkan yang terjadi saat ini adalah dengan ditetapkannya Desa LonggarApara
sebagai pusat Kecamatan Aru Tengah Selatan, memberikan kesempatan yang cukup untuk masyarakat meningkatkan pendapatan mereka dengan mengupayakan
penambangan batu, pasir dan penebangan kayu bagi pembangunan infrastruktur Kecamatan yang baru dikembangkan. Dengan demikian ditakutkan lambat laun
terumbu karang, pasir pantai dan hutan di pulau-pulau kecil yang telah ditetapkan sebagai kawasan konservasi Aru Tenggara dapat dimanfaatkan untuk kepentingan
dimaksud. Hasil wawancara dengan masyarakat setempat menyatakan bahwa upaya mendapatkan batu dan pasir pada lahan darat sangatlah sulit, sehingga areal
yang cukup tersedia untuk bahan bangunan tersebut hanya pada pulau-pulau di kawasan konservasi Aru Tenggara.
Tabel 28 Arah perubahan, nilai dan persentase komponen perubahan pada kondisi ekonomi masyarakat perikanan di kawasan konservasi Aru
Tenggara
Upaya-upaya yang dilakukan masyarakat sudah barang tentu didasarkan atas desakan kebutuhan ekonomi keluarga yang memaksakan mereka untuk
memanfaatkan sumber daya tanpa memperhatikan keberlanjutan lingkungan sumber daya perikanan kawasan. Jika kondisi ini dibiarkan lambat laun akan
semakin merusak ekosistem kawasan, bahkan dapat mengancam keberadaan pulau terutama kondisi pulau-pulau terluar perbatasan yang landai, dengan ukurannya
yang sangat kecil dan rentan terhadap aktivitas pengrusakan. Kondisi ini akan semakin diperparah jika efek pemanasan global yang berdampak pada kenaikan
muka air, bahkan mungkin kita akan kehilangan batas negara karena tenggelamnya pulau-pulau dimaksud.
3 Dimensi budaya Nilai budaya dan kearifan lokal masyarakat kawasan masih terpelihara
hingga saat ini, walaupun dari komponen perubahan yang disepakati terindikasi telah mengalami penurunan seperti pada praktek sasi yakni kegiatan perlindungan
Bemun Longgar
Apara Karei
Bt.Goyang Total
1 Akses pasar
1,7
3,0 1,5
2,7 1,5
2,7 1,6
2,8 1,5
2,6 1,6
2,8 2
Ketersediaan sarana transportasi ke Kecamatan
2,3
4,0 1,3
2,3 1,3
2,3 2,2
3,8 2,2
3,9 1,9
3,3 3
Ketersediaan sarana transportasi ke Kabupaten
1,7
3,0 1,5
2,7 1,5
2,7 1,6
2,8 1,5
2,6 1,6
2,8 4
Ketersediaan bahan makanan kebutuhan pokok di desa
2,3
4,0 2,2
4,0 2,2
3,9 2,3
4,0 2,2
3,9 2,2
4,0 5
Ketersediaan bahan bangunan di desa
2,3
4,0 1,9
3,4 1,9
3,4 2,4
4,2 2,2
3,9 2,1
3,8 6
Harga bahan makan
4,5 7,8
4,6 8,3
4,7 8,4
4,5 7,8
4,5 7,9
4,6 8,0
7 Harga bahan bangunan
4,6
8,0 4,7
8,5 4,8
8,6 4,8
8,4 4,6
8,1 4,7
8,3 8
Biaya pendidikan
4,9 8,5
4,8 8,7
4,9 8,7
4,9 8,5
4,9 8,6
4,9 8,6
9 Biaya kesehatan
4,7
8,2 4,8
8,7 4,9
8,7 4,8
8,4 4,7
8,2 4,8
8,4 10 Biaya penerangan
4,6
8,0 4,7
8,5 4,8
8,6 4,7
8,2 4,6
8,1 4,7
8,3 11 Harga jual ikan
2,2
3,8 2,2
4,0 2,2
3,9 2,4
4,2 2,2
3,9 2,2
4,0 12 Harga jual kayu
3,6
6,3 3,4
6,1 3,4
6,1 3,6
6,3 3,7
6,5 3,5
6,2 13 Harga jual pasir
3,6
6,3 3,5
6,3 3,6
6,4 3,7
6,4 3,7
6,5 3,6
6,4 14 Tingkat Pengeluaran
4,4
7,7 4,4
7,9 4,5
8,0 4,1
7,1 4,5
7,9 4,4
7,7 15 Tingkat Pendapatan
2,8
4,9 2,7
4,9 2,5
4,5 2,7
4,7 2,6
4,6 2,7
4,7 Total
57,5 100,0
55,4 100,0
56,1 100,0
57,4 100,0
57,0 100,0
56,7 100,0
No Komponen Perubahan
Karakteristik sumberdaya Perikanan Kawasan Arah
terhadap sumber daya dan lingkungannya Tabel 29. Dari 5 komponen perubahan yang disepakati hanya sasi yang nilai perubahannya mengalami penurunan, namun
kebiasaan masyarakat untuk melakukan upacara adat untuk melaut masih dipertahankan, bahkan zonasi tradisional yang dimiliki masyarakat masih tetapi
dipraktekan sesuai dengan norma yang berlangsung pada masyarakat kawasan. Eksistensi penerapan sasi di kawasan hendaknya diupayakan untuk kembali
ditingkatkan dan kembangkan agar dapat menjaga dan melestarikan sumber daya perikanan kawasan.
Tabel 29 Arah perubahan, nilai dan persentase komponen perubahan pada kondisi budaya masyarakat perikanan di kawasan konservasi Aru
Tenggara
Bukti dari nilai budaya masyarakat kawasan yang tetap terpelihara ini terlihat dari kepatuhan masyarakat terhadap tokoh adat, tokoh agama, dan
pemerintah desa yang masih dihargai dalam masyarakat. Komponen budaya inilah yang menjadi salah satu pijakan bagi pengelola kawasan konservasi Aru Tenggara
agar dalam perencanaan, implementasi, monitoring dan evaluasi kebijakan, program dan kegiatan, hendaknya melibatkan tokoh-tokoh masyarakat, agar
nantinya program maupun kegiatan yang dirancang dapat berjalan dengan baik.