Potensi sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil
1987. Ketiga ekosistem ini merupakan ekosistem yang sangat penting karena fungsi dan peranan yang dimilikinya baik secara langsung maupun secara tidak
langsung terhadap manusia. a Hutan bakau mangroves
Hutan bakau dapat juga disebut sebagai hutan mangrove, merupakan komunitas tumbuhan pantai yang mampu tumbuh pada daerah pasang surut sesuai
dengan toleransinya terhadap salinitas, lama penggenangan, substrat dan morfologi pantainya. Hutan mangrove ditemukan tumbuh di sepanjang pantai-
pantai yang terlindung dari aktivitas gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat. Hutan bakau mempunyai arti yang penting karena memberikan sumbangan
berupa bahan organik bagi perairan sekitarnya. Ekosistem hutan bakau memberikan perlindungan terhadap pantai, perangkap sedimen dari darat,
perlindungan bagi organisme tertentu, pemijahan, pembesaran, dan tempat mencari makan dari berbagai organisme. Selain itu dimanfaatkan oleh manusia
untuk berbagai keperluan seperti pemanfaatan kayu untuk kayu bakar dan pembangunan rumah.
Sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup, No.201 Tahun 2004 pasal 1 ayat 1 Mangrove adalah sekumpulan tumbuh-
tumbuhan Dicotyledoneae dan atau Monocotyledoneae terdiri atas jenis tumbuhan yang mempunyai hubungan taksonomi sampai dengan taksa kelas unrelated
families tetapi mempunyai persamaan adaptasi morfologi dan fisiologi terhadap
habitat yang dipengaruhi oleh pasang surut; ayat 2 Kriteria baku kerusakan mangrove adalah ukuran batas perubahan fisik dan atau hayati mangrove yang
dapat ditenggang; dan ayat 3 Status kondisi mangrove adalah tingkatan kondisi mangrove pada suatu lokasi tertentu dalam waktu tertentu yang dinilai
berdasarkan kriteria baku kerusakan mangrove; Kawasan konservasi adalah hutan dengan ciri khas tertentu, yang
mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Kriteria Baku Kerusakan Mangrove sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 merupakan cara untuk menentukan status kondisi mangrove yang diklasifikasikan Tabel 1.
Tabel 1 Kriteria baku kerusakan hutan mangrove
No. Kriteria
Penutupan Kerapatan
pohonha 1.
BAIK 75
Sangat Padat 75
2. 50
– 75 Sedang
1500 3.
RUSAK 50
Jarang 1000
Sumber : Lampiran Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup, No.2012004
b Padang lamun seagrass beds Lamun adalah tumbuhan berbunga yang sudah sepenuhnya menyesuaikan
diri untuk hidup terbenam di dalam laut. Lamun hidup di perairan dangkal agak berpasir sering dijumpai di terumbu karang. Padang lamun merupakan ekosistem
yang tinggi produktivitas organiknya. Secara ekologis padang lamun memiliki beberapa fungsi penting bagi wilayah pesisir, antara lain sebagai sumber makanan
penting bagi organisme, tempat berlindung dan pembesaran bagi beberapa organisme.
Sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup, No.200 Tahun 2004 pasal 1 ayat 1, mendefinisikan lamun seagrass adalah tumbuhan
berbunga angiospermae yang hidup dan tumbuh di laut dangkal, mempunyai akar, rimpang rhizome, daun, bunga dan buah dan berkembang biak secara
generatif penyerbukan bunga dan vegetatif pertumbuhan tunas; sedangkan ayat 2 mendefinisikan padang lamun adalah hamparan lamun yang terbentuk oleh
satu jenis lamun vegetasi tunggal dan atau lebih dari 1 jenis lamun vegetasi campuran. lebih jauh didefinisikan bahwa status padang lamun adalah tingkatan
kondisi padang lamun pada suatu lokasi tertentu dalam waktu tertentu yang dinilai berdasarkan status Tabel 2, dan kriteria baku kerusakan padang lamun dengan
menggunakan persentase luas tutupan Tabel 3.
Tabel 2 Kriteria status padang lamun
No. Kondisi
Penutupan 1.
BAIK KayaSehat
≥ 60 2.
RUSAK Kurang KayaKurang
Sehat 30
– 59,9 3.
Miskin ≤ 29,9
Sumber : Lampiran Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup, No.2002004
Untuk mengetahui tingkat kerentanan dari ekosistem lamun akan dapat pula didekatkan melalui tingkat kerusakan ekosistem yang ada pada kawasan tersebut.
Hal ini dapat dijadikan patokan karena kerusakan lamun dapat menunjukkan bahwa ada tekanan terhadap ekosistem dimaksud sehingga dapat menyebabkan
kerusakan dan atau kematian dari ekosistem tersebut.
Tabel 3 Kriteria baku kerusakan padang lamun
No. Tingkat Kerusakan
Luas Areal Kerusakan 1.
Tinggi ≥ 50
2. Sedang
30 – 49,9
3. Rendah
≤ 29,9
Sumber : Lampiran Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup, No.2002004
c Terumbu karang coral reefs Terumbu karang merupakan ekosistem yang khas terdapat di seluruh
perairan Indonesia. Terumbu karang terbentuk dari endapan-endapan masif terutama kalsium karbonat yang dihasilkan oleh organisme karang filum
Scnidaria, kelas Anthozoa, Ordo Madreporaria Scleractinia, alga berkapur dan organisme lain yang mengeluarkan kalsium karbonat Nybakken, 1988. Terumbu
karang merupakan ekosistem laut yang memiliki produktivitas yang tinggi sehingga memungkinkan sebagai tempat pemijahan, pengasuhan dan mencari
makan dari kebanyakan ikan. Oleh karena itu secara otomatis produksi ikan di daerah terumbu karang sangat tinggi. Terumbu karang juga merupakan habitat
bagi banyak spesies laut. Dari sisi sosial ekonomi, masyarakat pesisir seringkali mengambil ikan hias yang hidup di antara terumbu karang untuk dijual dan
terumbu karang dapat mendatangkan devisa negara yang berasal dari sektor pariwisata.
Sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup, No.04 Tahun 2001 pasal 1 ayat 1 Terumbu karang adalah kumpulan karang dan atau
suatu ekosistem yang dibangun terutama oleh biota laut penghasil kapur bersama- sama dengan biota yang hidup di dasar laut lainnya serta biota lain yang hidup
bebas di dalam perairan sekitarnya; ayat 2 Kriteria baku kerusakan terumbu karang adalah ukuran batas perubahan sifat fisik dan atau hayati terumbu karang
yang dapat ditenggang; dan ayat 3 Status kondisi terumbu karang adalah tingkatan kondisi terumbu karang pada suatu lokasi tertentu dalam waktu tertentu
yang dinilai berdasarkan kriteria baku kerusakan terumbu karang dengan menggunakan persentase luas tutupan terumbu karang yang hidup.
Kawasan konservasi adalah hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta
ekosistemnya. Kriteria baku kerusakan mangrove sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 merupakan cara untuk menentukan status kondisi mangrove yang
diklasifikasikan Tabel 4.
Tabel 4 Kriteria baku kerusakan terumbu karang
No. Kondisi
Kriteria Prosentase Tutupam
1. BAIK
Baik Sekali – 24,9
2. Baik
25 – 49,9
3. BURUK
Sedang 50
– 74,9 4.
Buruk 75 - 100
Keterangan : Persentase luas tutupan terumbu karang yang hidup yang dapat ditenggang : 50-100
Sumber : Lampiran Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup, No.042001
d Potensi jasa lingkungan Seperti halnya wilayah pesisir dan lautan di Indonesia lainnya, kawasan
pesisir dan lautan pulau-pulau kecil juga memiliki berbagai macam jasa lingkungan environmental senlices yang sangat potensial bagi kepentingan
pembangunan dan bahkan kelangsungan hidup manusia. Jasa-jasa lingkungan yang dimaksud dalam hal ini adalah fungsi kawasan pesisir dan lautan yang
dipergunakan sebagai tempat rekreasi dan pariwisata, media transportasi dan komunikasi, sarana pendidikan dan penelitian, kawasan perlindungan konservasi
dan preservasi, dan fungsi penunjang kehidupan dan fungsi ekologis lainnya Dahuri, et al, 1996.
Dari sekian banyak jasa lingkungan yang ditawarkan, maka potensi jasa lingkungan yang paling menonjol dan diminati oleh wisatawan terhadap pulau-
pulau kecil adalah pariwisata dalam kawasan konservasi, seperti cagar alam dan taman nasional. Jenis kegiatan ini sering dikenal sebagai pariwisata alam
ecotourism, yang tidak jarang dikaitkan dengan kegiatan pendidikan dan penelitian ilmiah Boo, 1993. Pada dasarnya ekoturisme atau ekowisata dapat
didefinisikan sebagai perjalanan yang bertanggungjawab ke wilayah-wilayah alami atau relatif masih sedikit sekali terganggu dengan tujuan untuk mempelajari
dan menikmati pemandangan serta mengamati budaya masyarakat setempat Hector Cabalos- Lascuarian,
I
993. Dengan memperhatikan karakteristik potensi sumber daya perairan dari
pulau-pulau kecil sebagaimana yang sudah dijelaskan dalam sub-bab sebelum ini, maka pulau-pulau kecil memiliki potensi yang sangat besar dalam mendukung
pengembangan pariwisata bahari. Sebagaimana disebutkan oleh Dahuri 1997, bahwa pariwisata bahari merupakan manfaat langsung yang dapat dinikmati dari
keanekaragaman hayati laut, dimana kegiatan pariwisata ini memberikan nilai yang sangat penting bagi masyarakat di wilayah pesisir, terutama pada kawasan
yang memiliki ekosistem terumbu karang, pantai berpasir, dan mangrove. Ekosistem terumbu karang memiliki daya tarik wisata yang cukup besar, terutama
dikarenakan oleh faktor keindahan serta berbagai jenis ikan karang yang terdapat di dalam ekosistem tersebut. Hal yang sama juga terdapat pada ekosistem
mangrove yang sampai dengan saat ini telah cukup banyak diusahakan menjadi tujuan wisata, selain wisata selam dan snorkling yang umumnya didominasi pada
kawasan yang memiliki banyak terumbu karang. Dari uraian di atas tampak jelas bahwa keunggulan dan keberlanjutan
usaha pariwisata bahari sangat bergantung pada keindahan dan kelestarian ekosistem pesisir dan lautan yang menjadi obyek utamanya. Dengan demikian
pulau-pulau kecil perlu dikelola secara baik guna menunjang pembangunan, dalam pengertian bahwa pembangunan harus dilakukan secara terencana,
sistematis dan terpadu sehingga apa yang dilakukan dalam kegiatan pembangunan tersebut tidak akan mengganggu keberlanjutan sumber daya yang ada. Model
pengelolaan sumber daya yang diterapkan pada pulau-pulau kecil pada umumnya mengacu kepada perlindungan wilayah atau sering dikenal dengan kawasan
konservasi.
2.3 Pengelolaan Pulau Kecil Terluar 2.3.1 Pengertian
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar Pasal 1 ayat 1 mendefinisikan
Pengelolaan pulau-pulau kecil terluar adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu untuk memanfaatkan dan mengembangkan potensi sumber daya
pulau-pulau kecil terluar dari wilayah Republik Indonesia untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ayat 2 Selanjutnya menyatakan
bahwa Pulau Kecil Terluar adalah pulau dengan luas areal kurang atau sama dengan 2000 km
2
dua ribu kilometer persegi yang memiliki titik-titik dasar koordinat geografis yang menghubungkan garis pangkal laut kepulauan sesuai
dengan hukum internasional dan nasional.